Kamis, 22 Desember 2011

Tersebarnya Pornografi = tanda kiamat Sugro





“Demi Allah,tidak akan terjadi kiamat sehingga tersebarnya
kecabulandantindakantidak senonoh, lingkungantetangga yang buruk,
putusnya tali silaturrahim, orang amanah dikhianati dan pengkhianat
dipercaya.” (Al-Mustadrak ‘alash-Shahihain)





Suatu peringatan yang dikeluarkan lebih dari 14 abad yang lalu dari lisan seorang yang mulia pilihan Allah SWT.


Lebih dari empatbelas abad yang lalu kejahiliyahan juga memiliki
budaya kecabulan. Lebih dari empatbelas abad yang lalu lingkungan yang
buruk juga pernah ada. Demikian pula lebih dari empatbelas abad yang
lalu, putusnya tali silaturahim dan pengkhianatan atas amanah sudah
pernah berlaku di atas bumi ini.


Keburukan-keburukan tersebut bukan barang baru bagi komunitas manusia
sejak zaman dahulu. Namun mengapa perilaku-perilaku buruk tersebut
dinyatakan sebagai tanda-tanda Kiamat? Apa yang membedakan antara dulu
dan sekarang?



Manusia dan Perubahan Teknokultural


Di awal abad ke 20 listrik digunakan pertama kali dan kemudian
penggunaannya yang semakin luas telah memulai sesuatu. Sebelumnya di
Eropa sudah meledak Revolusi Industri dan semenjak itulah pabrik-pabrik mulai melakukan produksi massal atas segala sesuatu yang mungkin pada masa itu.


Kemudian di abad ke 20 juga ditemukanlah teknologi komputasi yang
menandai kelahiran komputer-komputer pertama. Jika dahulu mesin uap
sanggup memulai era industri (baca : produksi massal) benda-benda secara
fisik, maka teknologi komputasi memungkinkan replikasi perhitungan dan
informasi secara cepat dan efisien. Ketika dunia Internet berkembang
setelah penemuan serat optik, maka makin lama dunia ini semakin terasa
semakin sempit, bersamaan dengan berkembangnya teknologi seluler sekitar
20 tahun terahir.


Mesin-mesin produksi barang secara massal (yang dipelopori oleh mesin
uap), listrik, telepon, komputer, Internet, dan seluler. Semua
merupakan bagian dari dunia kita sekarang ini. Dewasa ini manusia modern
diperkotaan tak dapat membayangkan hidup tanpa hal-hal tersebut meski
hanya satu jam saja!


Perubahan teknokultural ini jelas-jelas telah mempengaruhi perilaku manusia khususnya dalam berinteraksi satu sama lain.


Bersama dengan penemuan-penemuan lain, hal-hal tersebut di atas telah
merubah wajah dunia ini 180 derajat! Semua hal-hal tersebut telah
menyebabkan perubahan hubungan antar manusia dalam ruang dan waktu.


Fenomena di bangku-bangku tempat umum, di mana dua orang duduk
bersebelahan tidak saling menyapa atau bertegur sapa, sementara keduanya
sibuk memegang telepon seluler mereka masing-masing dan melakukan
kontak komunikasi dengan orang-orang di belahan dunia lain. Ya, dewasa
ini, yang secara fisik berdekatan, tak selalu berarti mampu berinteraksi
secara sosial, sementara ia mampu berkomunikasi dengan orang lain yang
jauhnya ribuan kilometer, ini merupakan fenomena khas zaman ini.


Perbedaan yang Jelas Antara Dahulu dan Sekarang: Tersebarnya Fahisyah


Jika kita melihat kembali ke hadits di atas, kita dapati kata يظهر yang diterjemahkan dengan “tersebarnya” atau “munculnya” atau “menampaknya” kecabulan dan tindakan tidak senonoh. Kita sama faham bahwa yang dimaksud dengan kedua hal tersebut dewasa ini adalah pornografi dan pornoaksi.


Zaman dahulu, ketika Nabi Akhir Zaman Saw mengucapkan hadits di atas, fahisya (الفحش) memang
sudah ada di masyarakat. Zaman itupun disebut sebagai zaman Jahiliyah,
zaman kebodohan dan kerusakan moral. Namun jika dibandingkan dengan apa
yang dapat kita saksikan dewasa ini, maka apa yang terjadi di masa lalu
tidaklah seberapa.


Zaman dahulu segala kerusakan yang terjadi bersifat lokal. Seseorang
harus berjalan berbulan-bulan mengarungi padang pasir dengan onta.
Perjalanan yang sama sekarang ditempuh cukup dalam waktu beberapa jam
saja dengan pesawat terbang. Komunikasi jarak jauh hanya dapat dilakukan
dengan burung pembawa surat.


Selain itu, teknologi menciptakan gambar baru sebatas lukisan tangan.
Suatu seni yang tidak semua orang dapat melakukannya. Penemuan
teknologi fotografi membuat perubahan besar dalam bidang penggambaran
sesuatu kepada orang lain.


Bagaimana dengan Sekarang?


Berkat penemuan-penemuan yang telah disebutkan di atas, hanya dalam
beberapa detik satu gambar porno yang difoto sendiri oleh seseorang
sudah dapat ditonton oleh banyak manusia di seluruh dunia. Adanya
kemudahan memotret, meng-unduh ke internet dan Youtube atau Facebook, membuat pemberitaan tentang sesuatu hampir dapat disiarkan secara real-time
(siaran langsung segera, maksudnya jarak antara peristiwa tersebut
terjadi dengan turunnya berita ke media massa menjadi sangat pendek).
Bukan hanya itu, sifat multiplying ability-nya juga sangat signifikan. Jika seseorang mengunduh video ke Youtube maka
video tersebut dapat diakses oleh ribuan bahkan jutaan orang,
tergantung seberapa populernya dan seberapa menariknya video tersebut.
Bahkan siapapun dapat menyimpan sendiri file-file tersebut di
komputernya dan menggandakannya lagi jika ia mau.



Inilah mungkin yang dimaksudkan dengan istilah يظهر , yaitu “tersebar” dengan sangat mudah dan segera, juga “tampak”
atau dapat dilihat oleh banyak orang, meskipun sebenarnya perbuatan
tersebut dilakukan diruang tertutup, dilakukan tanpa saksi fisik, bahkan
di tempat yang jauh dari orang-orang yan kemudian menyaksikannya. Namun
karena adanya kamera dan segala perangkat internet maka apa yang
dilakukan sembunyi-sembunyi menjadi “tampak” oleh banyak orang. Repotnya, sekali anda mengunduh apapun ke internet, baik itu Facebook atau yang sejenisnya, Youtube atau yang sejenisnya atau blog/web/multiply dan yang sejenisnya, maka sekali anda ”melepasnya”, maka anda tak akan dapat ”menangkapnya” kembali. Artinya anda tak akan dapat meralatnya, apalagi menariknya kembali ketika sudah tersebar di dunia maya.


Demikian juga dengan segala foto dan video gombal maupun jorok yang
betapapun pemiliknya benar-benar menyesal telah mengunduhnya, atau
karena orang lain yang mengunduhnya sekalipun, maka sudahlah, tak akan
dapat ditangkap kembali.


Penyebaran konten-konten seperti ini di dunia maya sangatlah cepat.


Maka inilah yang dimaksudkan oleh hadits tersebut! Peredaran konten
pornografi dan pornoaksi tak dapat dicegah kecepatan dan keluasannya.
Jelas-jelas “tersebar” dan “ tampak”.



Sebab tersebarnya Fahisya: Kemajuan Teknologi, Kemerosotan Moral dan Diabaikannya Hukum Allah


Selain kemajuan teknologi yang telah merubah pola komunikasi dan
budaya dunia, duniapun dewasa ini telah menjadi peradaban tanpa
bimbingan. Mayoritas penduduk dunia dewasa ini sudah tidak mengikuti
pentunjuk Rabb Pemilik Semesta Alam. Budaya kafir dan mengabaikan hukum
Allah adalah budaya yang berlaku saat ini. Bahkan tidak sedikit manusia
yang sudah tidak peduli lagi dengan adanya Allah SWT.


Perubahan besar ini belum pernah terjadi sejak ribuan tahun peradaban
manusia di atas punggung bumi. Sebelum abad ke 19 belum pernah manusia
tidak mengakui adanya Dzat Yang Maha Kuasa. Memang setiap peradaban
memberi nama yang berbeda-beda dan bahkan banyak peradaban primitif
mengartikan Dzat Yang Maha Kuasa (The Divine Being) dengan gambaran yang salah dan menyimpang, misalnya diartikan bahwa Yang Paling Berkuasa adalah Dewa Alam, atau Dewa Krishna, Sang Hyang atau Zeus. Namun setiap peradaban tersebut tak pernah meninggalkan atau menghapuskan sosok “Yang Maha” ini.


Ini perbedan mendasar. Sebab dewasa ini, dengan semakin berkembangnya
faham Materialisme, manusia telah menyingkirkan istilah “Yang Maha” ini
dari kosa katanya. Dalam faham materialisme murni, diluar matter/materi maka tak ada apapun.


Meskipun bibit-bibit faham ini sudah dimulai ber-abad-abad
sebelumnya, namun baru abad ke 19-lah para pengikut setan berhasil
memberanikan dirinya menentang Allah secara terang-terangan dan selain
mengumumkan secara terbuka juga dalam kebijakan-kebijakan sosial. Bahkan
ada yang dengan konyolnya mengatakan bahwa tuhan sudah mati.
Pengingkaran terhadap adanya Yang Ghaib dan hanya mau peduli atas apa-apa yang dapat di-inderakan, baru terjadi di abad-abad ini. Orang mendengar tentang sosok Nietzche, seseorang yang mengatakan: Tuhan sudah mati, salah satu pelopor Filsafat Eksistensialisme. Filsafat tersebut berkembang hanya beberapa waktu setelah meledaknya Revolusi Industri
di Eropa. Revolusi mana yang telah merendahkan keberadaan manusia dalam
proses produksi karena digantikan oleh mesin-mesin belaka. Filsafat ini
lahir sebagai reaksi balik atas pe-nafi-an kemanusiaan manusia dalam proses produksi.


Ya begitulah, satu atau serangkaian penemuan teknologi baru oleh
manusia kemudiannya memunculkan sikap-sikap baru bahkan
pemikiran-pemikiran baru, kemudiannya lagi akan muncul reaksi balik yang
menyanggah atau membenarkan atas pemikiran-pemikiran baru tersebut, dan
nanti akan muncul lagi yang lain. Demikian seterusnya yang pada
hakekatnya, karena sikap dan pemikiran-pemikiran tersebut tidak
berdasarkan Petunjuk Yang Benar maka manusiapun menjadi semakin
tersesat.


Dalam Al-Qur’an Surah Yunus ayat 36, "Dan kebanyakan mereka tidak
mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak
sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang mereka kerjakan."


Keseluruhan perubahan pemikiran manusia tersebut pada dasarnya karena
semakin dicintainya dunia dan segala perhiasannya, semakin dilupakannya
Kampung Akhirat Tempat Kembali yang Abadi dan semakin di
nafi-kannya keterlibatan Allah bahkan keberadaan Allah dari peradaban
manusia. Di-nafikan berarti di tolak atau di abaikan namun hanya dalam
pikiran manusia belaka. Padahal Allah SWT tak pernah tidak terlibat
dalam perkara-perkara di jagad ini, baik perkara nyata maupun ghaib,
perkara super mikro sampai mega makro, sejak masalah virus terkecil atau
inti atom hingga masalah gugus bintang di seantero jagad. Ya, penolakan
manusia atas Allah SWT sama sekali tidak mengurangi Kekuasaan Allah Azza Wa Jalla sedikit-pun.


Meskipun tidak berpengaruh atas Kekuasaan Allah sama sekali, namun jelas merubah wajah dunia.


Situasi sekarang dapat dikatakan bahwa manusia telah menciptakan berhala baru bernama "materi"/ ”dunia"
dengan perangkat pendukungnya. Sifat peribadatannya pun berubah dari
ritual penyembahan menjadi ritual-ritual penghiburan dan
berlebih-lebihan dalam menikmati dunia.


Dalam Al Qur’an Surah Al Jaatsiyah ayat 23-24,


"Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan
Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan
tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk
sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran?"


"Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan
di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan
kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan
tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja."


Sebagai akibat yang jelas dengan sudah ditinggalkannya Petunjuk Allah
SWT maka hawa nafsu menjadi panglima, dan kemudian kita melihat bahwa
masyarakat dunia bersikap mendua alias hipokrit alias
memberlakukan standar ganda bagi penyebaran pornografi dan pornoaksi. Di
satu pihak ada sejumlah orang yang sadar akan bahayanya terutama bagi
anak-anak dan sebagian lagi manusia ada yang diam-diam maupun
terang-terangan mendukung industrinya dan penyebarannya dengan alasan
keuntungan materi.


Mengapa jika memang keduanya adalah buruk namun sebagai komoditi
ternyata laku keras? Ya, karena diam-diam masyarakat luas yang
dipermukaan tidak menyetujui penyebaran pornografi dan pornoaksi namun
di balik layar mereka sendiri menikmati fahisya tersebut. Jika
sesuatu mendatangkan keuntungan, maka sudah barang tentu masyarakat
bertuhan-kan materi ini akan tetap mempertahankannya.



Jelaslah bahwa ada perbedaan mendasar antara situasi zaman Nabi
Muhammad SAW lebih dari empatbelas abad yang lalu dengan zaman kita
sekarang dalam hal penampilan, penggambaran dan penyebaran fahisya
dalam pornografi dan pornoaksi. Maka menjadi jelas pulalah kedudukan
persoalan ini ketika disebutkan sebagai salah satu tanda-kecil-Kiamat. Wallahu’alam.

Jangan biarkan anak anda kena SIHIR


mengandung sihir, atau sesungguhnya sebagian bayan (penjelasan) itu mengandung sihir.” (HR. Bukhari No. 5325)


Sihir merupakan kekuatan oknum Dajjal. Kelak ia akan menyihir ummat
manusia dengan “surga” dan “neraka”-nya yang bertentangan dengan Surga
dan Neraka yang sebenarnya. Dajjal kelak akan muncul sebagai musuh
kemanusiaan. Sebagaimana Nabi SAW mengatakan bahwa setiap Nabi dan Rasul
diutus untuk memperingatkan ummat manusia akan Dajjal ini. Dan bahwa
kelak ketika muncul Dajjal akan berkelana di atas bumi ini dan memasuki
setip kampung dan negeri untuk menyesatkan ummat manusia, kecuali dua
negeri.


Dewasa ini sihir sudah menjadi komoditi. Bahkan sihir sudah menjadi
konten tetap dalam film dan hiburan dewasa dan anak. Namun banyak yag
tidak menyadari kadar bahayanya. Terutama para orangtua modern yang
membesarkan anak-anaknya di depan layar monitor dan televisi.


Dajjal memang belum muncul secara pribadi, namun sistem dunia yang
kini berlaku adalah Sistem Dajjal. Para pendukungnya telah berkuasa di
dunia maya dan dunia hiburan. Sebagai muslim yang ingin kembali ke Allah
sebagai hambaNya yang diridhoi, sudah sepatutnya kita memahami
bahaya-bahaya sistem ini.

Mengapa harus meninggalkan RIBA?


Rasulullah telah memberikan tauladan khasanah dalam
berbisnis, dengan menempatkan
bisnis sebagai cara terbaik untuk mendapatkan harta. Oleh karena itu bisnis
harus dilakukan dengan cara-cara terbaik dengan tidak melakukan kecurangan,
riba, rekayasa harga, maupun penimbunan barang yang
hanya memberikan keuntungan sesaat, tetapi merugikan diri sendiri duniawi dan
ukhrawi dan Juga merugikan orang lain. Akibatnya kredibilitas hilang, pelanggan
lari, dan kesempatan berikutnya sempit, menyakiti orang lain, dan membuat kebangkrutan
orang lain.







Rasulullah tidak saja meletakkan dasar tradisi penciptaan
suatu lembaga, tetapi juga membangun sumber daya manusia dan akhlak lembaga
sebagai pendukung dan prasyarat dari lembaga itu sendiri. Misalnya, pasar tidak
akan berjalan dengan baik tanpa akhlak yang baik, langkah Rasulullah dalam
mempraktekkan keadilan adalah salah
satunya dengan penghapusan Riba (tambahan).







Keberadaan kaum Yahudi yang
suka melakukan riba membuat penduduk Madinah resah, karena riba tersebut
seringkali menyengsarakan mereka. Praktek riba Yahudi ini telah diketahui
beliau sejak di Mekkah karena ayat-ayat yang turun di Mekkah ada yang
menceritakan praktek kotor orang Yahudi tersebut. Allah berfirman:







“dan disebabkan mereka
memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan
karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang
pedih.” Opini umum menganggap bahwa dengan melakukan pinjaman uang kepada orang
lain dan menetapkan riba pada pinjaman itu maka pinjaman tersebut akan tumbuh.







Tetapi opini tersebut dijawab
langsung oleh al-Qur‟an bahwa
opini tersebut tidak benar







“Dan
sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka
(yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).”







Namun teguran al-Qur‟an ini tidak dihiraukan oleh
beberapa sahabat yang terlanjur terlibat dalam praktek tersebut. Kemudian
datang teguran berikutnya agar dalam memberikan pinjaman jangan menetapkan riba
yang berlipat ganda.







“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu
kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”







Dengan teguran yang kedua ini
banyak para sahabat yang meninggalkan riba. Hanya orang Yahudi saja yang tetap
melakukan praktek itu dengan alasan bahwa tidak ada bedanya antara jual-beli
dengan riba, sebab keduanya sama-sama merupakan praktek mencari selisih dari
modal yang diputarkan. Tetapi al-Qur‟an juga membantah alasan
tersebut.







“Orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”







Sementara para sahabat yang telah meninggalkan riba telah
bertaubat sebelum sempat mengatakan agar mereka hanya mengambil modalnya saja.
Dengan demikian, penghapusan riba ini telah terbukti berhasil menciptakan
kondisi yang memungkinkan untuk tumbuhnya ekonomi secara tepat dan cepat. Jika
pada masa hijrah, Madinah merupakan kota yang miskin, tetapi ketika Nabi meninggal,
Madinah merupakan kota baru yang tumbuh dan berkembang menghidupi kota-kota di
sekitarnya.







Dalam praktek riba seseorang berusaha memenuhi kebutuhan
orang yang ingin meminjam harta, tetapi di saat yang sama ia mengharuskan
kepada orang yang meminjam itu untuk memberi tambahan yang nanti akan
diambilnya, tanpa ada imbalan darinya berupa kerja dan tidak pula saling
memikirkan. Sehingga
di sini yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Pelaku riba
bagaikan segumpal darah yang menyerap darah orang-orang yang bekerja keras,
sedangkan ia tidak bekerja apa-apa, tetapi ia tetap memperoleh keuntungan yang
melimpah ruah. Dengan demikian semakin lebar jurang pemisah di bidang sosial
ekonomi antara kelompok-kelompok yang ada. Oleh karena itu Islam sangat keras
dalam mengharamkan riba dan memasukkannya di antara dosa besar yang merusak,
serta mengancam orang yang berbuat demikian dengan ancaman yang sangat berat.
Allah swt berfirman:







“Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan
(meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”


Telah jelas Alqur’an membicarakan mata
ekonomi Islam dari sisi ekonomi mikro dan ekonomi makro. Allah melarang riba
karena jauh dari pedoman asas keadilan yang dijunjung tinggi Islam. Pedoman
perlindungan terhadap etika bisnis Islami ini bisa dibuktkan secara ilmiah dan
logis, seperti realita krisis global yang melanda dunia dari tahun 1930 hingga saat
ini karena prinsip teguh ribawinya.****Wallahua’lam Bissowab (dari berbagai

bersikap islam


“Ya, Guten Morgen?!”... terucap salam dari seraut wajah bermata hijau yang menyembul di balik pintu setelah beberapa saat diketuk. Tatapannya tertuju pada seorang wanita Jerman bernama Frau Larscheid yang tak lain adalah pimpinan lembaga tempat ia berkiprah. Saat itu Frau Larscheid yang ramah dan kharismatik sedang mengantarku ke kelasnya, sebuah ruang kursus bahasa Jerman bagi pemula.

Frau Larscheid menjawab salam wanita tadi begitu pula aku. Wanita itu kini menguakkan pintu lebih lebar, terlihat keseluruhan postur tubuhnya yang tinggi besar. Ia hanya sepintas memandangku tanpa membalas senyumku. Dalam hitungan detik kembali matanya tertuju pada Frau Larscheid. Dengan seksama ia mendengarkan penjelasan Frau Larscheid bahwa hari itu muridnyanya akan bertambah yaitu aku, walaupun sudah telat seminggu dari batas akhir masa pendaftran. Frau Larscheid pun meminta ia untuk mengizinkanku membawa anakku ke ruang kursus hingga para Kinderbetreuung yang sampai saat itu masih kerepotan mengasuh beberapa anak dari para peserta kursus, siap menerima putraku.

Dibanding dengan teman-teman yang bersamaan denganku datang ke Berlin, aku sendiri yang belum ikut kursus bahasa karena semua tempat kursus yang ada, tidak memfasilitasi Kinderbetreuung untuk anak di bawah usia 2 tahun, sedangkan saat itu anakku masih berumur setahun. Jadilah aku belajar otodidak, hingga suatu hari ketika sedang berjalan-jalan bersama putraku tak jauh dari apartemen tempat kami tinggal di Sparr Strasse, kubaca sebuah pamflet yang memberitahukan ada kursus gratis khusus untuk perempuan asing, dan tempat kursus tersebut memperbolehkan membawa anak di bawah umur 2 tahun. Alhamdulillah, aku merasa gembira saat itu, karena berat rasanya hidup di negeri orang tanpa bisa berkomunikasi dengan bahasa yang digunakan negeri tersebut.

Sebenarnya saat membaca pamflet itu, pendaftaran sudah ditutup. Namun mendengar informasi dari seorang sahabatku tentang masih ada peluang kursus di situ, akhirnya aku nekat mendatangi tempat itu. Dan, itulah awal aku mengenal sosok guru kursus bahasa Jermanku yang pertama.

Setelah Frau Larscheid menyudahi percakapan dengannya dan berlalu diiringi ucapan selamat belajar padaku, wanita bermata hijau dan berambut coklat terang itu menatapku dari ujung kepala hingga kaki. Ia tertegun beberapa saat, sorot matanya seolah tak percaya melihat sosok di hadapannya, wanita Asia dengan gamis dan jilbab lebar menggendong anak kecil akan menjadi peserta kursusnya. Kubalas tatapannya dengan senyum dan sorot mata berusaha meyakinkan bahwa aku serius, ingin belajar. Tak lama kemudian ia mempersilahkanku masuk.

Wanita itu sekilas mengenalkanku pada peserta kursus lainnya dan ia pun mengenalkan dirinya. Kini kuketahui sedikit tentangnya, ia bernama Svetleona, seorang profesor di bidang literatur berkebangsaan Russia. Ia bergabung dalam sebuah komunitas peduli orang asing di Berlin sebagai pengajar tata bahasa Jerman untuk pemula. Selain dirinya, ada juga Aimee-berkebangsaan Perancis mengajar kelas percakapan, Marco berdarah campuran Itali-Jerman mengajarkan kami melukis dan Huebert memandu kelas komputer.

Kesan pertamaku pada sang profesor, ia begitu 'angker' saat mengajar. Berkali-kali pandangannya tertuju padaku, memastikan bahwa anakku tak kan membuat keonaran. Alhamdulillah, putraku diberi ketenangan oleh-Nya. Ia duduk dalam pangkuanku sambil mencoret-coret kertas yang kuberikan padanya, terkadang ia asyik dengan mainan yang kubawa. Sesekali aku minta ijin pada Svetleona untuk menyusui putraku di dalam kelas tersebut. Hal ini cukup menyedot perhatiannya juga peserta kursus lainnya. Sementara itu, putraku nyaman di balik jilbabku.

Dari hari ke hari, suasana kelas saat Svetleona mengajar semakin terasa menegangkan. Terutama saat kemampuan kami diuji dengan cara bergiliran mengisi setiap soal grammer yang sudah ia siapkan di papan tulis. Suasana kelas terasa hening dan ketegangan semakin terasa saat ia mendamprat atau bergumam dengan muka kesal.

Berbeda saat kami mengikuti sesi percakapan yang dipandu Aimee yang lembut dan humoris. Semua peserta antusias dan tak takut bercakap-cakap menggunakan bahasa Jerman. Aimee selalu memotivasi kami untuk berani berbicara dan ia selalu berpesan pada kami, jangan takut salah!

Begitu pula saat mengikuti kelas melukis bersama Marco, rasanya waktu cepat berlalu dan tiba-tiba saja di hadapan kami ada selembar karya masing-masing. Serasa tak percaya kami bisa melakukan sesuatu sesuai arahan Marco, dan tanpa disadari, kami telah bercakap menggunakan bahasa Jerman dengan Marco. Hal ini dikarenakan Marco pandai memanfaatkan suasana, selalu mengajak kami bicara tentang apa yang sedang kami tuangkan dalam lukisan yang kami buat. Komentar-komentarnya membuat para peserta kursus tersenyum senang, terasa sekali aroma motivasi yang ditebarnya menyemangati kami.

Sungguh kontras sikap teman-temanku saat usai belajar bersama sang profesor dibanding bersama guru-guru lainnya. Setiap jam istirahat tak pernah absen telingaku dari keluhan teman-teman kursus akan sikapnya. Dan berulangkali pula aku berusaha membesarkan hati mereka. Sambil berbagi makanan bekal dari rumah bersama mereka, kuajak teman-temanku berpikir positif tentang Svetleona. Memang tak kusangkal pendapat mereka tentang Svetleona, tiga orang Afrika, empat orang Turki, satu orang Malaysa ditambah seorang muslim Macedonia merasa tak nyaman dengannya termasuk aku sendiri, begitu juga peserta kursus ruang sebelah (satu level di atas kami) yang pernah menjadi muridnya.

Tapi aku selalu berusaha untuk menjalankan pesan suamiku agar selalu mengingat-ingat kebaikan seseorang dan aku pun berusaha menepis “keangkeran” Svetleona itu. Aku hanya ingin menempatkan ia di hatiku sebagai guru yang harus kuhormati dan kucintai karena ia tanpa pamrih mengajariku memahami bahasa Jerman. Ia telah meluangkan waktunya untuk kami karena proyek sosial itu tak memberi imbalan apa pun untuknya, sedangkan kami memperoleh banyak ilmu darinya. Rasanya tak adil jika kami hanya menyoroti “keangkerannya” saja.

Setelah kupikir dengan segenap kejernihan hati, pemicu suasana tegang di kelas tak lain adalah ulah kami sendiri. Svetleona geram sekali bila kami datang terlambat, ia sangat disiplin dalam masalah waktu. Tak ada alasan terlambat baginya, karena jarak rumah kami ke tempat kursus tak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan jarak rumahnya yang sangat jauh, hampir di luar Berlin.

Ia juga sering kesal bila kami lupa dengan pelajaran yang pernah diberikan sebelumnya, ia anggap kami tak serius belajar dan yang lebih membuat ia murka manakala kami melanggar sopan-santun. Svetleona merasa tak nyaman bila saat ia mengajar, tiba-tiba di antara kami ada yang (maaf) buang ingus dengan suara nyaring. Musim semi memang sering menyebabkan orang yang sensitif terhadap polen bunga atau debu menjadi bersin, demikian juga saat musim gugur, banyak orang terkena flu, dan bunyi-bunyian yang dikeluarkan dari hidung itu seolah menjadi lazim di sini pada musim-musim tersebut. Namun Svetleona tak ingin murid-muridnya melakukan hal yang kurang etis itu di hadapannya.

Ternyata, ketika aku berusaha menghargai dan menghormati segala kelebihannya serta menerima apa adanya Svetleona, berusaha memahami apa keinginannya dan harapan-harapan terhadap murid-muridnya, hasilnya sebanding dengan apa yang kulakukan terhadapnya. Svetleona sekalipun tetap bermuka dingin namun kurasakan ada selarik hangat dari hatinya. Entah sejak kapan, ia memiliki kebiasaan baru, selalu memelukku dan berbicara atau menyapaku penuh keramahan. Hal ini membuat teman-teman kursusku heran, tak terkecuali aku sendiri.

Bahkan ketika diadakan acara kelulusan naik level sekaligus perpisahan dengannya, Svetleona membuatkan kue khas Moskow untuk kami dan ia menyebutkan semua bahan untuk membuat kue itu aman untuk dimakan muslim. Sementara itu ia tunjukkan sikap tertarik dengan klepon dan nasi goreng yang kubawa demikian pula terhadap makanan ala Turki, Afrika dan Macedonia. Di akhir acara ia berharap kami akan tetap melanjutkan kursus di tempat tersebut.

Beberapa bulan berselang, aku kembali ke tempat di mana Svetleona dan kawan-kawannya mengabdikan diri. Tak lain untuk sekedar memenuhi undangannya melalui sepucuk surat yang dilayangkan ke rumahku seminggu sebelumnya. Kupenuhi undangan tersebut, namun sebenarnya kedatanganku saat itu hanya ingin menyampaikan bahwa aku tak bisa menyambut ajakannya untuk melanjutkan belajar di tempat itu lagi.

Suasana lengang terasa sepanjang koridor, hanya sayup-sayup terdengar suara dari beberapa kelas yang tertutup pintunya. Ketika akhirnya wajah dingin itu ada beberap meter di hadapanku, dengan segera ia berlari begitu melihatku dan memelukku penuh suka cita. Ia memintaku menunggu di sebuah ruang karena masih ada hal yang harus dikerjakannya. Kumanfaatkan waktu menunggu itu untuk membuka mushaf dan kubaca perlahan-lahan.


Ketika kuakhiri tilawahku dan berniat untuk berbalik arah, aku terkejut karena Svetleona telah berdiri mematung di belakangku, entah berapa lama, aku tak menyadari kehadirannya. Sesaat kemudian, ia menarik sebuah kursi dan meminta aku duduk kembali. Mata hijaunya menatapku lekat lalu ia bertanya, “Apa yang kamu baca itu? Kenapa perasaanku menjadi tentram?”. Svetleona yang sudah lama tak mempercayai adanya tuhan, memintaku memperlihatkan apa yang kubaca.

Aku pun menunjukkan mushaf biru yang selalu kubawa serta dalam tasku. “Ini adalah panduan hidup kami agar hidup selamat”, jawabku.

“Bisakah kamu membacakannya lagi? Saya ingin mendengarkannya!” Aku mengangguk setuju, lalu kupilihkan surat Al-Ikhlas dan kusampaikan arti dari surat itu. Ia terbelalak, tersirat penasaran di paras mukanya dan terlihat ia hendak menanyakan sesuatu namun hal itu urung karena telpon genggamnya berbunyi dan ia segera bergegas pamit.

Sungguh tak kusangka, Svetleona yang di awal kami berjumpa begitu sinis, menatapku dingin tanpa senyum, kini ia merasakan ketentraman saat mendengar tilawah dan memintaku mengulanginya. “Hmmm...apa yang tadi hendak ditanyakannya ya?” rasa penasaran menyergapku, namun sayang setelah usai menjelaskan maksud kedatanganku, aku harus pamit karena satu janji yang harus segera kupenuhi. Dan, lebih disayangkan lagi ternyata aku tak pernah ke tempatnya lagi dikarenakan aku harus mulai bersiap-siap dengan masa melahirkan bayiku yang sudah semakin dekat.

Dengan segala keterbatasanku saat itu, aku hanya mampu berharap dan mendoakannya semoga rasa tentram yang menyelimuti hatinya saat mendengar al-Qur'an dibacakan hingga minta diulangi, begitupula dengan pertanyaan yang tak sempat dilontarkannya itu, adalah awal ketertarikan Svetleona pada Islam. Semoga akan ada seseorang yang menjadi pemandu baginya untuk mendapatkan hidayah-Nya.

Sekalipun rasa penasaran masih menggelayuti hati tentangnya, tetapi yang pasti kurasakan perubahan positif dari sikap Svetleona padaku dari waktu ke waktu. Setelah kurenungkan tak lain semua itu merupakan pertolongan Allah semata yang telah menuntunku membangun sikap dalam diriku bagaimana sebaiknya berinteraksi dengannya, antara lain selalu berusaha tepat waktu, bersungguh-sungguh saat belajar, bersikap sopan dan bertutur santun.

Sikap-sikap tersebut sebenarnya sudah tercantum dalam ajaran akhlak mulia seorang muslim. Dan ternyata ketika kita terapkan dalam keseharian, maka hal itu akan berbuah respek dari orang yang sebelumnya terlihat antipati. Oleh karenanya, beberapa sikap yang telah kusebutkan tadi itu pun kujadikan sebagai bagian dari perisai hidupku di negeri minoritas muslim.

Adzan cured Him?


Dering suara Hand Phone (HP) di malam nan sunyi membangunkan tidur Syekh Abdurrahman yang sedang beristirahat di rumahnya. Saat itu jam menunjukkan pukul 10 malam. Dilayar HP beliau Muncul nomor yang tidak dikenal.

Syekh sebenarnya ingin tidak mengangkatnya, namun karena beliau penasaran akhirnya beliau mengangkatnya dan mulai menyapa, “Assalamu’alaikum, Who is this?”.

Kemudian penelpon itu menjawab “Wa’alaikumussalam, This is me Syekh, Ahmed from Bully, Syekh I am so sorry to call you late night. Syekh Please, come here, my Brother is unconscious, he got accident, and The Doctor said that he can’t help him and his live is only waiting for death. Please help us!”.

Kemudian Syekh Abdurrahman baru paham kalau yang menelpon itu adalah salah seorang pengurus masjid besar Bully, New South Wales Australia.

Syekh Abdurrahman kenal Ahmed karena di daerah Illawara new south wales, pengurus masjid terdaftar dengan rapi dan mendapat pengakuan dari pemerintah. Mereka sering ketemu apabila ada acara Fun Raising, Ied Festival, bahkan acara-acara yang diadakan oleh pemerintah Australia.

Sejenak Syekh Abdurrahman bangun dari tempat tidurnya. Kemudian beliau bergegas berangkat setelah mendapatkan sebuah nomor kamar di Wollongong Hospital dari si penelpon.

“Assalamualaikum,” sapanya ketika memasuki ruangan dimana si Abdulloh terbaring tak berdaya. Perban serta bau obat meliputi disekujur tubuhnya. “Wa’alaikumussalam, Alhamdulillah, Syekh, Thanks for your coming, please syekh say something to Abdurrahman, Doctor can't do more, and said that he will die..., please say something to Abdurrahman.” Pinta kakaknya dengan menangis.

Syekh memandang di sekitar ruangan itu telah ada beberapa keluarga yang juga menangis. “Ok, calm down, I will speak to him, please don’t cry here, because it can make him sad,” kata Syekh Abdurrahman. Kemudian Syekh Abdurrahman mendekat ke tubuh Abdulloh yang penuh dengan luka.

Dilihatnya sebuah sosok yang masih hidup, tetapi tidak bergerak sedikitpun, bahkan menggerakkan bibir dan mengedipkan mata saja ia tak mampu. Kemudian Syekh Abdurrahman duduk tepat disebelah kanan kepala Abdulloh, sehingga memungkinkan beliau untuk berbicara ditelinga Abdulloh dengan jarak paling dekat.

Sejenak Beliau berdoa dan kemudian menggenggam lemah tangan Abdulloh. “Assalamu’alaikum brother, this is me, Syekh Abdurrahman From Wollongong, Brother, I come here to meet you, I know that you’re good Moslem, you help Alloh’s to call adzan every day from the mosque, you remind people to pray in the mosque with you, I do sure that everybody and Alloh love you brother, Alloh will help you, He will give you health and happiness.

Brother, we still love you to call adzan everyday in the mosque, could you please call adzan again, Alloh love it, please call adzan for us, we will pray with you now”. (Assalamu’alaikum saudaraku, saya adalah Syekh Abdurrahman dari Wollongong. Saudaraku, saya datang kesini untuk menemuimu, saya tahu kalau kamu adalah muslim yang baik, kamu telah menolong Alloh untuk mengumandangkan adzan setiap hari dari masjid.

Kamu mengingatkan orang-orang untuk sholat di masjid, saya sangat yakin kalau setiap orang dan Alloh menyayangi kamu, Alloh akan menolong kamu, Dia akan memberimu kesehatan dan kebahagiaan.

Saudaraku, kami masih ingin mendengar engkau mengumandangkan adzan dimasjid, dapatkah engkau melakukannya, Alloh akan menyukainya, Tolong engkau kumandangkan adzan untuk kami, kami akan sholat denganmu sekarang).

Sejenak terlihat airmata keluar dari kedua mata dan menetes melewati pipi Abdulloh. Tak berapa lama kelopak matanya bergerak-gerak perlahan, kemudian matanya membuka sedikit demi sedikit. Bibirnyapun kemudian bergerak-gerak perlahan, seolah ia berusaha untuk mengumandangkan adzan.

Syekh Abdurrahman memandang wajah Abdulloh dengan tersenyum, “Alhamdulillah” keep going brother, I know you’re calling adzan for us”. (Alhamdulillah, teruskan saudaraku, saya tahu engkau sedang mengumandangkan adzan untuk kami).

Dan... Subhanalloh, secara tidak diduga monitor alat pendeteksi jantung yang dipasangkan di tubuh abdulloh menunjukkan kerja jantung Abdulloh yang berangsur-angsur menjadi normal yang menunjukkan Abdulloh telah sehat kembali.

Ahmed yang mengetahui hal itu kemudian melakukan sujud syukur di dalam ruangan itu, kemudian diikuti saudaranya yang lain. Ahmed kemudian memeluk Syekh Abdurrahman dan berkali-kali mengucapkan terima kasih.

Tak berapa lama Sang Dokter muncul kembali dan mengecek kesehatan Abdulloh. Seraya ia bertanya, “What was happen? What did you gave to him?” Ia bertanya kepada Ahmed, yang berada di dekatnya. “Adzan” Jawab Ahmed dengan tersenyum.

“Adzan? Was Adzan cured him?” (Apakah adzan yang telah menyembuhkannya?) Tanya sang dokter kepada Syekh Abdurrahman yang juga masih berada disitu? “Yes, Alloh cured him by adzan,” jawab Syekh Abdurrahman dengan tersenyum pula.

Sang dokter yang bukan muslim tersebut semakin terheran-heran, kemudian ia mengangguk-angguk, ikut tersenyum dan berkata kepada Syekh Abdurrahman. “Someday I will ask you about adzan, please give your number to me,” katanya. “Sure,” jawab syekh Abdurrahman dengan penuh keyakinan.

“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (QS. Muhammad [47] : 7)

Subhanalloh.....

spirit dan hikmah dibalik senyuman


Langkahku kian cepat
Terdorong hembusan nan kuat
Angin kencang awali musim semi
Kikis sang bongkahan putih

Tak terasa tiga bulan telah kulalui di tanah Krakow, tempat Paus Paulus II lahir dan menghabiskan masa kecil. Pertama kali kami tiba, appartement yang disediakan kantor di Grodzka, sangat dekat dengan 'ruang kenangan' masa kecil Paus paulus II itu. Ramai wisatawan lokal dan asing, juga para rohaniawan gereja yang berkunjung kesana. Karena wilayah ini adalah sentral buat turis, tidak ada yang memandang terlalu aneh dengan kain hijab yang kukenakan.Baguslah, pikirku, tidak enak menjadi bahan perhatian orang tentunya.

Namun itu tidak berlangsung lama, apalagi sejak kami harus pindah ke appartement di pinggir kota, harus membaur dengan warga lokal. Nyatanya, wajah asiaku tetap kentara walaupun mereka tidak melihat warna rambutku. Dan mulailah tatap keanehan makin menjadi kalau aku keluar rumah, mungkin mereka bingung, musim dingin hampir berakhir, kenapa kepalaku selalu tertutup rapat—serapat pakaianku, tidak ber-jeans seperti mereka, tidak mengetatkan belahan di dada seperti mereka.Akhirnya yang tadinya aku berjalan tegap dan bersemangat, perlahan mulai sering menunduk, akibat rasa malas saat dipandang aneh seperti itu.

Sungguh kangen dengan saudari-saudariku yang bersama-sama duduk dalam majelis ilmu, saling mengingatkan dan memacu semangat untuk maju. Sungguh rindu akan kebersamaan itu… Oh Robbi, namun bukanlah muslimah sejati kalau aku tidak mensyukuri nikmatMU, bukanlah muslimah sejati jika aku tidak dapat mengambil hikmah, bukan muslimah sejati jika aku tidak paham akan skenarioMU yang paling indah.

Teringat pada surat CintaNYA, "wa qaala innanii minal muslimiin". Dia sedang menambah ujian padaku apakah tetap "sami’na wa atho’na" Bahwasanya aku bukan anak manja Ayah-Ibuku lagi, bukan sosok yang melulu minta dipeluk ibu dan kakak-kakakku… bahwasanya aku adalah seorang Istri yang harus men-support Suami dimanapun dan kapanpun, dan harus selalu istiqomah dan bangga sebagai muslim dimanapun berada, kapanpun…

Seraya menjemur pakaian, kukenang peristiwa sebulan yang lalu. Kala aku pergi belanja dengan bad-mood akibat badai salju yang menerpa. Saat itu, suhu masih sangat extrim, beku semua masakanku, telur, susu dan jus juga membeku, minus dua puluh dua derajat celcius! Hidung dan pipiku bagaikan apel merah, juga pipi bayiku dan abangnya.Jika telinga tak ditutupi topi tebal, teling pun akan sangat merah, suhu dingin menusuk tulang.

Saat itu, kuusahakan bertahan jalan sekuat tenaga demi harus berbelanja bahan makanan. Kupikir, yakinlah, bahwa ujian para ummahatul mukminin zaman dulu jauh lebih berat dari ini, ujian para wanita sholihat di Palestina pun jauh lebih berat dari ini.Alhamdulillah respon otakku menghancurkan bad-mood itu, memasuki pusat perbelanjaan.

Aku tersenyum, ramah pada siapapun, walaupun banyak pengunjung yang membawa anjing (hewan yang tidak kusukai) berjalan-jalan di mall itu. Aku langsung memasuki wilayah tempat sayur-mayur dijual, bersama bayiku. Sedangkan Suami dan Si Abang menuju toko Boots, Abang perlu membeli sepatu boot, sepatunya yang lama kurang melindungi kaki di tengah salju.

Saat akan membeli makanan di tempat makanan beku, seseorang pelayan mencolekku, sambil berbisik “treść wieprzowych” (ada kadar babi di dalamnya). Segera kuurungkan membeli makanan itu. Ternyata di negara yang umat Muslimnya hanya nol koma sekian persen, ada juga orang yang tahu kalau daging babi haram bagi kita umat Muslim.

Pelayan itu mungkin berasal dari Gdanzk, tempat yang umat Muslimnya lumayan banyak, jadi dia pernah lihat orang berjilbab sepertiku, itu pemahaman bahasa Polandku yang masih belepotan saat bercakap dengannya.

Alhamdulillah, dengan menunjukkan identitas Muslimah, aku dan keluarga terhindar dari makanan haram. Terima kasih Ya Allah… Setelah membeli sayur dan buah-buahan, jus, susu UHT serta biskuit bayi, dll (kecuali daging dan ayam, sebab di sini tidak ada daging Halal), segera kutelepon Suami untuk berjumpa di sudut mall.

Kutatap bayiku yang mulai menunjukkan keresahan karena ingin nenen, masih ASI pastinya! Waduh, tidak ada ruang menyusui nih. Sedikit panik, Aku menuju ke WC. Antrian panjang banget, bagaikan antrian formulir UMPTN zaman dulu. Wah, gimana nih, bayiku mulai menangis, nampaknya haus sekali. Terpaksa kubuka dada dengan ancang-ancang mau menyusui di ruang WC wanita, yang antriannya panjang itu. Kututupi dengan jilbab saat sang pangeran kecilku sudah mengecup asyik, mulai mendapatkan Haknya.

Eits, tiba-tiba penjaga WC (wanita) menghampiriku, dan bicara bahasa Poland, bla bla bla… aku bilang aja jawaban andalanku, “Nie rozomiem, I cannot understand popolski, sorry…”(tidak mengerti maksudnya) tapi aku pasang senyuman manis walau rada panik, takut bayiku terganggu.

Wanita itu membalas senyum lalu menggandeng tanganku, kuikuti dia sambil tetap menyusui, ternyata dia mengajakku ke WC khusus buat orang yang perlu bantuan (yang berkursi roda, sakit, dsb) biasanya WC khusus itu terkunci, dia bukakan dan mempersilakan aku masuk. Alhamdulillah rezeki. Dzenky, kataku. Setengah jam lumayan puas, bayiku bersendawa, lalu kami keluar WC, alhamdulillah. Ruang privasi untuk menyusui hari itu adalah rezeki yang sangat bernilai tinggi bagiku. Oh Allah, Engkau memang Maha Kasih dan selalu menjaga kami…

Kubaca SMS yang masuk melalui Iphoneku, Sholat dhuhamu nggak tinggalkan nak? Oh, Ibuku tersayang mengingatkanku, beliau pernah bilang bahwa dengan membiasakan diri sholat Dhuha dan Dzikrullah saat menyelesaikan aktivitas rumah tangga, Allah SWT akan memperluas rezekimu, rezeki atas persahabatan, banyak ilmu dan wawasan, insyaAllah.

Dua bulan di Krakow, satu pun belum pernah aku jumpai Muslimah. Suamiku sudah bertemu Muslim lain, sekitar 10- 15 orang saat sholat Jumat, tapi rata-rata mereka adalah pelajar, jadi masih single, belum berjumpa dengan brothers yang membawa keluarga kesini, agar Istrinya bisa menjadi sohibku.

Sambil membalas SMS, Aku mencari tempat duduk—tempat suamiku menunggu. Lalu saat kami telah bertemu, kuceritakan sekilas kejadian indah tadi, lalu kami memasang perlengkapan Anak-anak kembali, mantel, sarung tangan tebal, selanjutnya berjalan menuju pintu keluar pertokoan. Aku berusaha tetap tersenyum tatkala ada anjing berkepang dua berlari ke arahku.

Dalam hati, "Idiiih majikannya menyebalkan, aku kan ngeri sama tuh anjing, waduh!"Untungnya Si Majikannya cepat berbalik arah, lega deh saat Si Kepang Dua itu ikut berbalik arah. Trap trap trap… kami berjalan cepat, beriringan.

Tiba-tiba seorang wanita menyapa, “Assalamalaykom yaa ukhtayya…”, sambil menatapku mesra.

“Waalaykumussalam warohmatullahi wabarokatuuh…” spontan jawabku, lama tak mendengar salam itu dari mulut orang lain selain kami sekeluarga.

“You are Mooslemah, right?” to the point dia. “Yes, exactly! And you sister?”seterusnya mengalir percakapan kami.

Kami berkenalan, berpelukan bagaikan telah bersahabat sejak lama, dia bernama Umm Al-Hakam, hanya 5 menit kami bercakap sambil berdiri. Anakku sudah sangat lelah, sehingga undangan “nge-teh bareng”-nya harus kutolak. Lima menit bercakap, tapi menciptakan sejuta pelangi di hatiku, penghibur jiwa sepiku.

Umm Hakam adalah wanita Syria yang sudah 20 tahun menetap di kota Rabka, 2 jam perjalanan dari tempatku. Beliau memberikan pujian yang mendalam dengan tulus atas jilbab yang kukenakan, sementara bertahun-tahun jarang sekali ia melihat Muslimah muncul di tanah Krakow ini.

“Sister, you are very beautiful, like an angel…Believe me. I am proud of you, sister…”Ah pasti pipiku merah. Umm Al Hakam adalah seorang dokter yang masih melanjutkan kuliah, namun dia berkata, “But everyday I am at home, Because I have children. My husband ask me to always stand by at home, hahaha.”

Subhanallah! Maha Suci Allah yang telah mempertemukanku dengan saudari yang cerdas ini, yang hanya beberapa menit berjumpa—namun kata-kata motivasinya sungguh menggetarkan jiwa. Beliau lancar bahasa Arab (bahasa aslinya), Inggris, Jerman, Poland, dan beberapa bahasa lain.

Perjumpaan yang telah diaturNya, apalagi saat kutau alasan Umm Hakam menyapaku, karena senyuman. Beliau bilang, kalau kamu tidak senyum, aku takut dan ragu menyapamu, karena rata-rata “Nuns” disini berpakaian seperti Muslimah, tapi mimik muka jarang tersenyum.Subhanallah… senyum itu membawa hikmah besar ternyata… Lima menit percakapan kami, banyak hal urgent yang kudapatkan, wawasan dan ilmu dalam kalimat Umm Al Hakam.

Aku jadi teringat SMS sahabatku, “Ri sayang… Persahabatan/ukhuwah sejati adalah hal terindah setelah kita menjadi seorang Muslim/ah”.

Saudara-saudariku, hari ini kita merugi jika wajah cemberut berlama-lama, kusut masai."Tabassumuka fii wajhi akhiika shadaqatun (Senyummu untuk saudaramu adalah shadaqah)" (HR. Bukhari)

Sambutlah harimu dengan senyuman, menegur diriku sendiri, bukankah Allah SWT telah melimpahkan segala nikmat kepadaku, termasuk kenikmatan memijakkan kaki ke sudut bumi krakow ini? Ya Allah, Ampuni hamba, Ya Robb…sekarang hamba makin yakin bahwa keberadaanku disini pasti ada hikmah, diawali dengan persaudaraan bersama Umm Al Hakam yang hingga kini makin rajin meneleponku walau kadang hanya menanyakan kabar, tidak pantas aku menunduk malu hanya gara-gara tidak mau dipandang 'aneh', seharusnya aku tetap istiqomah dan bangga sebagai muslimah, sebab Allah SWT pasti melimpahkan Penjagaan terbaikNYA sepanjang waktu, kunantikan selalu didikanMu dalam jalani hidup ini, masih panjang skenarioMu.

Segumpal awan berarak rapi
Mempercantik langitMu nan biru
Dalam sujud dan obrolan pada ILahi
Kutitipkan jeritan nurani
Salam rindu untukmu Saudaraku...
Senyummu bahasa kalbu

sholat gerhana


Gerhana, baik gerhana bulan maupun gerhana matahari adalah salah satu dari tanda-tanda kebesaran Allah Ta’ala. Keduanya terjadi bukan karena kematian atau kelahiran seseorang, tetapi semata bagian dari sunnah kauniyah yang merupakan ayat-ayat Allah di alam semesta. Shalat gerhana hukumnya sunnah muakkadah. Shalat gerhana disunnahkan dilakukan secara berjamaah dan setelah shalat disunnahkan khutbah. Oleh karena itu bagi umat Islam yang mengetahui dan menyaksikan gerhana, baik matahari maupun bulan maka hendaknya melakukan shalat gerhana sesuai tuntunan Rasulullah SAW.

Landasan Syariah

Disebutkan dalam hadits:

عن الْمُغِيرَةِ بْنَ شُعْبَةَ رضي الله عنه قَالَ انْكَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى تَنْكَشِفَ

Dari Al-Mughirah bin Syu’bah RA, berkata, ”Terjadi gerhana matahari di masa Rasulullah saw. saat kematian Ibrahim”. Rasulullah saw. bersabda, ”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda-tanda kebesaran Allah, keduanya terjadi gerhana bukan karena kematian seseorang dan tidak karena kelahiran seseorang. Ketika kalian melihatnya, maka berdoalah pada Allah dan shalatlah sampai selesai.” (Muttafaqun ‘alaihi)

عَنْ عَاْئِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ- قَالَتْ: خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ رَسُولِ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ- فَخَرَجَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ- إِلَى اَلْمَسْجِدِ، فَقَامَ وَكَبَّرَ وَصَفَّ النَّاسَ وَرَاْءهُ، فَاقْتَرَأَ رَسُولُ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ- قِرَاْءةً طَوِيْلَةً، ثُمَّ كَبَّرَ، فَرَكَعَ رُكُوعاً طَوِيلاً، ثُمَّ, رَفَعَ رَأْسَه فَقَالَ: “سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَاْ وَلَكَ الْحَمْدُ”. ثُمَّ قَاْمَ فَاقْتَرَأَ قِرَاْءةً طَوِيْلَةً، هِيَ أَدْنَى مِنَ الْقِرَاْءةِ الأُوْلَى، ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعاً طَوِيْلاً، هُوَ أَدْنَى مِنَ الرُّكُوْعِ الأَوَّلِ ثُمَّ قَاْلَ: “سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، ربَّنَاْ وَلَكَ الْحَمْدُ”. ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ فَعَلَ فِيْ الرَّكْعَةِ الأُخْرَى مِثْلَ ذَلِكَ، حَتَّى اسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ، وَأَرْبَعَ سَجَدَاْتٍ، وَانْجَلَتِ اَلْشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَنْصَرِفَ، ثُمَّ قَاْمَ فَخَطَبَ النَّاسَ، فَأَثْنَى عَلَى اللهِ بِمَاْ هُوَ أَهْلُهُ. ثُمَّ قَاْلَ: “إِنَّ الشَّمْسَ وَاَلْقَمَرَ آيَتَاْنِ مِنْ آيَاْتِ اللهِ، لا يَخْسِفَانِ لِمَوْت أَحَدٍ وَلا لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُمَا فَافْزَعُوا لِلْصَّلاَة

Dari ‘Aisyah RA, istri Nabi saw. berkata, “Terjadi gerhana matahari dalam kehidupan Rasulullah saw. Beliau keluar menuju masjid, berdiri dan bertakbir. Sahabat di belakangnya membuat shaff. Rasulullah saw. membaca Al-Qur’an dengan bacaan yang panjang, kemudian takbir, selanjutnya ruku dengan ruku yang panjang, kemudian mengangkat kepalanya dan berkata, “Sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu”. Setelah itu membaca dengan bacaan yang panjang, lebih pendek dari bacaan pertama. Kemudian takbir, selanjutnya ruku lagi dengan ruku yang panjang, tetapi lebih pendek dari ruku’ pertama. Kemudian berkata, ”Sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu.” Selanjutnya sujud. Dan seterusnya melakukan seperti pada rakaat pertama, sehingga sempurnalah melakukan shalat dengan empat ruku dan empat sujud. Dan matahari bercahaya kembali sebelum mereka meninggalkan tempat. Seterusnya Rasul saw bangkit berkhutbah di hadapan manusia, beliau memuji Allah dengan pujian yang layak bagi-Nya. Rasul saw. bersabda, ”Sesungguhnya matahari dan bulan merupakan bagian dari tanda-tanda kebesaran Allah. Kedua gerhana itu tidak terjadi karena kematian atau kehidupan seseorang. Jika kalian melihatnya bersegeralah untuk shalat.” (HR Bukhari dan Muslim)

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ انْخَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا نَحْوًا مِنْ قِرَاءَةِ سُورَةِ الْبَقَرَةِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا ثُمَّ رَفَعَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَفَعَ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدْ تَجَلَّتْ الشَّمْسُ فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَاذْكُرُوا اللَّه

Dari Abdullah bin Abbas berkata, “Terjadi gerhana matahari di masa Rasulullah saw. Rasul saw. shalat bersama para sahabat. Beliau berdiri lama sekitar membaca surat Al-Baqarah, kemudian ruku’ lama, lalu berdiri lama tetapi lebih pendek dari pertama. Kemudian ruku lama tetapi lebih pendek dari pertama. Kemudian sujud, lalu berdiri lama tetapi lebih pendek dari yang pertama, kemudian ruku lama, tetapi lebih pendek dari yang pertama, kemudian mengangkat dan sujud, kemudian selesai. Matahari telah bersinar. Rasul bersabda, ”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah tanda-tanda kebesaran Allah, keduanya terjadi gerhana bukan karena kematian seseorang atau kelahiran seseorang, jika kalian melihatnya, hendaknya berdzikir pada Allah.” (HR Bukhari).

Tata Cara Shalat Gerhana
Memastikan terjadinya Gerhana Bulan atau Gerhana Matahari.
Shalat gerhana dilakukan pada saat terjadinya gerhana.
Sebelum shalat, jamaah dapat diingatkan dengan ungkapan ‘As-Shalaatu Jamiah’.
Shalat Gerhana dilakukan sebanyak dua rakaat.
Setiap rakaat terdiri dari dua kali ruku dan dua kali sujud.
Setelah ruku’ pertama dari setiap rakaat membaca Al-Fatihah dan surat kembali.
Pada rakaat pertama, bacaan surat pertama lebih panjang dari surat kedua. Begitu juga pada rakaat kedua, bacaan surat pertama lebih panjang dari surat kedua.
Setelah shalat disunnahkan khutbah.

Hadists periodesisasi kekuasaan




عن النعمان بن بشير قال: -كنا قعودا في المسجد مع رسول الله صلى الله عليه وسلم وكان بشير رجل يكف حديثه فجاء أبو ثعلبة الخشني فقال يا بشير بن سعد أتحفظ حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم في الأمراء فقال حذيفة أنا أحفظ خطبته فجلس أبو ثعلبة فقال حذيفة قال رسول الله صلى الله عليه وسلم تكون النبوة فيكم ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون خلافة على منهاج النبوة فتكون ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء الله أن يرفعها ثم تكون ملكا عاضا فيكون ما شاء الله أن يكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون ملكا جبرية فتكون ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون خلافة على منهاج النبوة ثم سكت قال حبيب فلما قام عمر بن عبد العزيز وكان يزيد بن النعمان بن بشير في صحابته فكتبت إليه بهذا الحديث أذكره إياه فقلت له إني أرجو أن يكون أمير المؤمنين يعني عمر بعد الملك العاض والجبرية فأدخل كتابي على عمر بن عبد العزيز فسر به وأعجبه أحمد))

Artinya: Dari Nu’man bin Basyiir berkata: Suatu saat kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW, dan Basyir adalah orang yang dapat menahan perkataan. Maka datang Abu Tsa’labah Al-Khasyani dan berkata:”Wahai Basyir bin Sad apakah engkau hafal tentang hadits Rasulullah SAW pada masalah kepemimpinan. Berkata Hudzaifah:” Saya hafal ungkapannya. Maka duduklah Abu Tsa’alabah, maka Hudzaifah berkata: Rasulullah SAW bersabda:” Kalian akan mengalami masa kenabian sampai Allah menghendaki kemudian Allah angkat (masa kenabian tersebut) jika Allah menghendakinya. Seterusnya masa khilafah dengan manhaj kenabian sampai Allah menghendaki, kemudian Allah mengangkatnya jika Allah menghendakinya. Seterusnya masa raja yang menggigit sampai Allah menghendakinya, kemudian Allah mengangkatnya jika Allah menghendakinya. Seterusnya masa raja diktator sampai Allah menghendakinya, kemudian Allah mengangkatnya jika Allah menghendakinya. Seterusnya masa khilafah dengan manhaj kenabian, kemudian diam” Berkata Habib:”Pada saat Umar bin Abdul Aziz menjadi khilafah dan Yazid bin an-Nu’man bin Basyir adalah teman Umar bin Abdul Aziz. Maka saya tulis kepada hadits ini, mengingatkannya dan aku berkata kepadanya:”Saya berharap Amiril Mu’minin yakni Umar setelah (sebelumnya dikuasai) raja yang menggigit dan raja yang diktator. Saya masukan surat ini padanya, dan ia senang dan merasa kagum (pada hadits ini) (HR Ahmad)

Hadits ini merupakan informasi kenabian tentang perjalanan sejarah manusia dan periodisasi kepemimpinan suatu bangsa. Tidak ada informasi yang tepat dan akurat setelah Al-Qur’an melainkan informasi Hadits dari Nabi Muhammad SAW. Informasi ini sebagiannya sudah terjadi dan sebagian kecil-insya Allah- akan terjadi. Dalam hadits tersebut ada 5 periode perjalanan sejarah umat manusia lebih khusus lagi umat Islam atau umat yang beriman kepada Allah, yaitu:
Manusia dipimpin oleh para nabi dan para rasul (masa kenabian)
Manusia dipimpin oleh Khulafaur Rasyidin (masa khilafah sesuai dengan pedoman Rasulullah SAW
Manusia dipimpin oleh raja-raja yang menggigit (masa malik ‘adhon)
Manusia dipimpin oleh raja-raja ada penguasa yang diktator dan tidak berpedoman pada ajaran Islam.
Manusia dipimpin kembali oleh sistem khilafah sesuai pedoman yang dibawa nabi Muhammad SAW.

Informasi yang pertama telah terjadi dan benar adanya, bahwa manusia pada saat itu dipimpin oleh para nabi dan para rasul, mulai dari nabi Adam as sampai nabi Muhammad SAW. Pada masa ini para nabi dan para rasul yang diutus Allah kepada manusia sekaligus berfungsi sebagai pemimpin mereka. Ketika seorang nabi wafat maka Allah mengutus lagi nabi yang baru yang akan meluruskan keyakinan dan sikap hidup manusia. Para nabi dan para rasul memimpin manusia dan membimbing mereka untuk beriman dan beribadah kepada Allah. Walaupun begitu banyak juga di antara kaumnya yang mengingkari ajaran nabi-nabi atau rasul-rasul tersebut.

Manusia yang ingkar dan tidak beriman kepada Allah pada masa nabi-nabi dan rasul-rasul sebelum nabi Muhammad SAW, biasanya dihancurkan oleh Allah. Sehingga yang tersisa adalah nabi dan pengikutnya yang beriman. Setelah nabi tersebut wafat, maka semakin lama jarak wafatnya nabi, semakin banyak pula yang tersesat dari ajaran Allah yang dibawa nabi tersebut. Maka Allah pun mengutus nabi baru kemudian membimbing mereka dan mengajak mereka untuk kembali beriman pada Allah dan beribadah kepada-Nya. Begitulah seterusnya sampai Allah mengutus nabi dan rasul terakhir Muhammad SAW.

Masa kepemimpinan nabi Muhammad SAW selama 23 tiga tahun, yaitu masa beliau diangkat menjadi rasul dan menjalankan tugas dakwah yang diembannya. Lebih riil lagi, kepemimpinan Muhammad SAW semenjak beliau hijrah ke Madinah sampai wafatnya, yaitu selama 13 tahun. Karena di Madinah nabi Muhammad SAW sudah memiliki kekuatan hukum dan memiliki basis wilayah. Memang pada masa kepemimpinan Muhammad SAW khususnya di Madinah, pada saat itu belum ada istilah daulah (negara). Tetapi bagi yang berpikiran jernih dan memahami sirah rasul SAW bahwa Rasulullah SAW memimpin lebih dari sebuah negara. Karena di sana Rasulullah SAW memiliki otoritas menegakkan hukum dan menjatuhkan sangsi bagi yang melanggarnya. Dan tidak ada institusi yang memiliki wewenang menjalankan hukum, melaksanakan perang dan menerapkan sangsi kecuali institusi negara.

Wafatnya Rasulullah SAW. berarti menandakan berakhirnya masa kenabian untuk kemudian beralih pada masa khilafah sesuai dengan pedoman kenabian khususnya pedoman Nabi Muhammad SAW. Maka masa kepemimpinan manusia dan umat Islam berpindah pada Khulafaur Rasyidin (khalifah Rasul SAW yang mendapat petunjuk), yaitu Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin ‘Affan dan Ali bin Abi Thalib. Sebagian ulama dan ahli sejarah memasukkan masa kepemimpinan Umar bina Abdul Aziz pada masa ini karena kesamaan sistem yang diikuti Umar bin Abdul Aziz dan keluhuran akhlaq beliau. Masa ini pun tidak jauh berbeda dengan masa kepemimpinan Rasulullah SAW, karena masih mengacu pada Rasulullah SAW dan berpegang erat pada Al-Qur’an dan Sunnah. Masa khilafah sesuai dengan manhaj nabi berlangsung selama sekitar 40 tahun. Terhitung dari diangkatnya Abu Bakar menjadi khalifah sampai wafatnya Ali bin Abi Thalib.

Dalam waktu yang relatif singkat ini Islam sudah menjadi super power yang memberikan rahmat pada dunia. Kekuasaannya sudah mencapai seluruh jazirah Arab, Afrika Utara, Sebagian Asia Tengah dan Sebagian Eropa. Persia dan Romawi dua super power dunia saat sebelum Islam, di masa Khulafaur Rasyidin sudah jatuh ke pangkuan Islam. Manusia hidup sejahtera dalam naungan Islam dan mereka berbahagia dalam keindahan Islam. Kaum yang lemah tidak dizhalimi haknya dan kaum yang miskin mendapatkan santunan dari negara. Rahmat lil ‘alamin, memang hanya dapat direalisasikan secara maksimal manakala Islam dan umat Islam memimpin dan berkuasa. Karena konsep kekuasaan dalam Islam adalah konsep pelayanan dan Sayidul kaum khodimuhum (pemimpin suatu kaum adalah pelayan kaum tersebut).

Setelah Ali bin Abi Thalib wafat masa kekuasaan berpindah ke Muawiyah. Dan mulai saat itu sistem kekuasaan mengalami distorsi dari ajaran Islam. Masa ini sesuai dengan hadits Nabi SAW disebut masa malikan ‘adhon (raja yang menggigit). Pada masa ini sistem hukum yang dipakai masih bersandar pada Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi sistem pergantian kepemimpinan berubah dari sistem syura’ menjadi sistem kerajaan yang diangkat secara turun temurun. Dan pada masa ini juga ada di antara raja yang zhalim yang menindas rakyatnya, walaupun secara formal mereka masih berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah. Masa ini sesuai dengan perjalanan sejarah berlangsung cukup lama, yaitu dari mulai Muawiyah memimpin yang diteruskan oleh keturunannya dari dinasti Bani Umayyah, kemudian berpindah ke Bani Abbasiyah dan yang terakhir kekuasaan Turki Utsmani yang runtuh pada tahun 1924 M. Sehingga masa ini adalah masa yang cukup lama yaitu dari abad ke 6 sampai abad ke 20, yaitu sekitar 14 abad.

Setelah keruntuhan khilafah Turki Utsmani masa berpindah dari malikan ‘adhon ke malikan jabariyan (penguasa diktator). Inilah masa kejatuhan umat Islam dari semua sisi kehidupan, termasuk sisi politik, karena umat Islam pada masa ini tertindas oleh penjajahan barat atau timur yang tidak beriman pada Allah dan menerapkan sistem sekuler yang jauh dari ajaran Islam. Dunia Islam terpecah belah menjadi negara-negara kecil yang tidak berpedoman pada Syariat Islam. Sehingga dengan mudahnya bangsa barat menjajah dan mengendalikan dunia Islam yang sudah terpecah ini demi kepentingan dan kekuasaan mereka. Malikan Jabariyan dipimpin oleh penguasa kafir yang sekarang di bawah kekuasaan Amerika Serikat dan Israel. Hampir seluruh penguasa dunia Islam tunduk dan dikendalikan oleh Amerika Serikat dan sekutunya.

AS, Israel dan sekutunya berupaya mempertahankan hegemoni kekuasaannya dengan menghalalkan segala macam cara. Badan-badan dunia seperti PBB, IMF, Bank Dunia dll. dikuasainya. Mereka menguasai aset dan kekayaan dunia Islam dengan berbagai macam dalih. Mereka juga berupaya menguasai opini dunia dengan mengendalikan media masa. AS benar-benar memposisikan dirinya sebagai rezim Firaun di abad ini. Walaupun begitu siklus kehidupan di dunia akan terus berjalan. Dan setiap umat dan bangsa pasti memiliki masa berakhirnya, begitu juga sebuah kekuasaan. Allah SWT berfirman yang artinya:

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zhalim, dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir” (QS Ali Imran 139 –141)

Malikan Jabariyan pasti akan berakhir dan akan beralih pada masa Khilafah ‘ala Manhajin Nubuwah (Khilafah sesuai pedoman kenabian). Tanda tersebut sudah semakin dekat, AS, Israel dan sekutunya sudah demikian zhalim dan brutal terutama terhadap umat Islam. Mereka ibarat bangsa yang sedang menghadapi sakaratul maut, maka tindakannya kalap dan menghajar siapa saja yang dianggapnya musuh. Masa penguasa diktator yang dipimpin AS, Israel dan sekutunya tidak akan berlangsung lama lagi karena di hampir seluruh dunia Islam sudah mulai marak gerakan Islam yang tidak dapat dimusnahkan dan dibendung. Dan gerakan Islam tersebut semakin kuat dalam memperjuangkan kembalinya sistem Islam termasuk dalam dunia politik.

Allah SWT berfirman yang artinya “Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci”. (QS As-Shaaf 8) Prediksi Rasulullah SAW menunjukkan bahwa masa kepemimpinan akan kembali ke tangan umat Islam, dan sistem yang dipakai adalah sistem khilafah sesuai dengan pedoman nabi Muhammad SAW. Inilah kabar gembira yang juga disebutkan dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman yang artinya:

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” (QS An-Nuur 55). Wallahu A’lam Bishawaab.

polisi berjilbab dari Swedia


Donna Eljammal yang berusia 26 tahun, merupakan polisi Muslimah pertama di Swedia yang mengenakan jilbab. Demikian dilaporkan Metro Se, Rabu (7/12).

Ia mengungkapkan bahwa keinginannya untuk menjadi anggota polisi jauh sebelum dirinya mengenakan jilbab. “Sejak aku masih kecil. Saya ingin membantu orang lain sehingga dapat bergerak dan bukan hanya duduk di depan komputer,” tuturnya.

Beberapa tahun yang lalu mengenakan jilbab menjadi mungkin, sebagai bagian dari seragam polisi, pascabeberapa perdebatan. Menurut dia, Swedia adalah sebuah negara multikultural dan itu penting bahwa, dalam setiap bidang, akan ada orang-orang dari latar belakang yang berbeda, karena ingin meningkatkan pengetahuan dan pemahaman.

“Saya tumbuh di Piteå kecil dan kami berada di antara keluarga imigran pertama di sana. Bahkan ketika saya bekerja di lapas (Lembaga Pemasyarakatan) aku adalah orang pertama yang mengenakan jilbab. Tapi tidak ada banyak komentar tentang jilbab ketika mereka harus tahu saya sebagai pribadi,” bebernya.

Eljammal tidak berpikir melepaskan jilbabnya saat bekerja. Dia melihat jilbab sebagai bagian dari dirinya dan dapat melakukan segala sesuatu dengan jilbab, sehingga dia melihat tidak ada gunanya untuk melepaskannya. (Djibril Muhammad/www.abna.ir/RoL)

goresan Syuro


Begitulah pernyataan yang diucapkan oleh lelaki yang paling disayangi oleh Rasulullah SAW, Amirul Mukminin “Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu”. Jama’ah… Adalah salah satu kunci dari keberhasilan suatu dakwah. Dan keberhasilan dakwah pun terletak pada pondasi yang mengokohkannya. Di manakah letak pondasi yang sangat istimewa tersebut?

Syura’

Inilah poin yang tepat atas jawaban di atas. Sebuah titik tolak atas keinginan secara individual… resistensi atas keegoisan kepentingan… dan pembentukan karakter untuk melapangkan hati terhadap keputusan yang bertolak belakang dengan pemikiran kita. Syura’ adalah wadah untuk memfasilitasi keberagaman sebagai sumber kreativitas dan keunggulan kolektif, serta menjamin terciptanya keseimbangan yang optimal antara kebebasan berekspresi dengan penerimaan yang wajar atas nilai keikhlasan, pertanggungjawaban, dan kesempurnaan gagasan yang produktif.

Apa yang ada di balik syura’?

Sebuah prinsip syura’ dibangun dari falsafah keunggulan akal kolektif atas akal individu, yang berarti penyatupaduan beragam gagasan yang sebenarnya memiliki esensi bertolak belakang. Pada umumnya, kebenaran prosedur dalam proses pengambilan sikap dan keputusan melalui syura memudahkan tercapainya sebuah sikap dan keputusan dengan muatan yang benar. Perbedaan pendapat atas ide-ide yang tertuang dalam syura’ akan dilebur menjadi satu keputusan syura’. Setiap keputusan pasti mengandung resiko kesalahan. Begitupulah keputusan yang ada dalam syura. Walaupun hasil syura’ adalah penyatuan gagasan, ide cemerlang akal kolektif lebih unggul dari akal individu, namun resiko salah keputusan dalam syura’ tetap saja ada. Sekecil apapun kesalahan itu. Selama yang dilakukan syura’ berkaitan dengan kemaslahatan yang bersifat asumtif, maka selalu ada resiko kesalahan, atau dengan kata lain setidak-tidaknya “tempo kebenaran” berjangka pendek.

Bagaimana Mengelola Ketidaksetujuan Terhadap Hasil Syura?

Hal yang lumrah terjadi adalah pada saat bertemu dengan hasil syura’ yang tak sesuai dengan keinginan individual dan tak sepemikiran dengan gagasan yang ada. Ketika realita ini kita jumpai, maka hal yang paling berharga didapatkan adalah pengalaman keikhlasan. Pengalaman keikhlasan yang penting adalah tunduk dan patuh pada sesuatu yang kita tidak setujui dan taat dalam keadaan terpaksa. Dalam kaitan ini sangat relevan muncul pertanyaan, bagaimana mengelola ketidaksetujuan terhadap hasil syura? Karena pada umumnya banyak yang berguguran dari jalan dakwah, salah satunya karena mereka gagal mengelola ketidaksetujuannya terhadap hasil syura’. Maka, sebelum sampai kepada jawaban pertanyaan tersebut, marilah kita lakukan langkah-langkah berikut, sebagaimana dalam tulisan Anis Matta: “Menikmati Demokrasi”.

1. Bertanya pada diri sendiri. apakah pendapat kita telah terbentuk melalui suatu ‘upaya ilmiah’ seperti kajian, perenungan, pengalaman lapangan yang mendalam sehingga kita punya landasan kuat untuk mempertahankannya. Dalam kaitan ini harus dibedakan pendapat yang lahir dari proses sistematis dengan sekedar ‘lintasan pikiran’. Karena itu adalah kebiasaan buruk, akan tetapi ‘ngotot’ adalah kebiasaan yang lebih buruk lagi. Jika memang pendapat kita telah lahir dari proses yang sistematis maka tawadhu adalah sikap yang lebih utama. Pendapat kita memang benar, tapi mungkin salah. Dan pendapat mereka salah, tapi mungkin benar.

2. Apakah pendapat kita merupakan ‘kebenaran obyektif ‘atau ‘obsesi jiwa’ tertentu sehingga menjadi ‘ngotot’. Jika obsesi jiwa, maka tidak lain ini adalah salah satu bentuk hawa nafsu, maka segera bertobat karena ini adalah salah satu jebakan setan. Jika pendapat kita adalah kebenaran obyektif dan bukan berasal dari obsesi jiwa, yakinlah bahwa syura pun membela hal yang sama. Sebagaimana salah satu sabda Rasulullah SAW: “Umatku tidak akan pernah bersepakat atas suatu kesesatan”. Dengan begitu kita harus lega dan tidak perlu ngotot untuk mempertahankan pendapat pribadi.

3. Seandainya kita tetap percaya pendapat kita lebih benar dan pendapat umum yang menjadi keputusan syura lebih lemah atau bahkan salah, hendaklah kita percaya “mempertahankan kesatuan dan keutuhan shaf jama’ah dakwah lebih utama dan penting dari sekedar memenangkan pendapat yang boleh jadi benar”. Karena berkah dan pertolongan hanya turun kepada jama’ah yang bersatu padu dan utuh. Seandainya pilihan syura itu terbukti salah, dengan keutuhan shaff dakwah, Allah SWT akan mengurangi dampak negatif dari kesalahan itu berupa misalnya: Mengurangi tingkat resikonya atau menciptakan kesadaran kolektif yang baru yang mungkin tidak akan pernah tercapai tanpa pengalaman salah seperti itu. Mengubah jalan peristiwa kehidupan sehingga muncul situasi baru yang memungkinkan pilihan syura itu ditinggalkan dengan cara logis.

4. Dalam ketidaksetujuan itu kita belajar banyak makna imaniyah: makna keikhlasan yang tidak terbatas, makna tajarrud dari semua hawa nafsu, makna ukhuwah dan persatuan, makna tawadhu dan kerendahan hati tentang menempatkan diri yang tepat dalam kehidupan berjamaah tentang cara kita memandang diri kita dan orang lain secara tepat, makna tradisi ilmiah yang kokoh dan kelapangan dada yang tidak terbatas, makna keterbatasan ilmu kita di hadapan ilmu Allah SWT yang tidak terbatas, dan makna tsiqah kepada jama’ah. Jangan pernah merasa lebih besar dari jama’ah atau lebih cerdas dari kebanyakan orang. Yang perlu diperkokoh adalah tradisi ilmiah kita dalam bentuk memperkokoh tradisi pemikiran dan perenungan yang mendalam, memperkuat daya tampung hati terhadap beban perbedaan, dan memperkokoh kelapangan dada dan kerendahan hati.

Tetaplah berada di jalan jama’i ini. Lakukanlah organisir jama’ah dengan optimalisasi syura’. Jika hasil Syura’ tak memuaskan kita, jangan pernah berpikir untuk keluar dari barisan ini. Apapun itu alasannya, apalagi sekedar beralasan karena tak sepaham dan untuk kenyamanan pribadi. Seseorang itu tidak dinilai dari keluh kesahnya dalam menghadapi tantangan dakwah, tapi ia dinilai dari bagaimana ia menyelesaikan tantangan tersebut.

Ingatlah ketika Umar RA mengatakan bahwa “kebaikan yang tidak terorganisir akan terkalahkan oleh kejahatan yang terorganisir”.

Dan kebaikan terorganisir itu adalah kebaikan yang dimainkan strateginya secara bersama dalam wadah penyatuan karakter dan gagasan individu melalui syura’.

Ibu sebagai poros perubahan bangsa


Tiap tahun tanggal 22 Desember diperingati sebagai hari Ibu. Hari Ibu ditetapkan oleh Presiden Soekarno dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959, dan sejak itu Hari Ibu dirayakan secara nasional. Adanya Dekrit Presiden ini menggambarkan pada kita betapa negara ini memberikan penghargaan atas peran dan kontribusi yang telah diberikan para Ibu. Bahkan perubahan sebuah bangsa menjadi maju dan bermartabat juga tak lepas dari peran dan kontribusi para ibu.

Peran dan kontribusi ibu dapat dilihat dalam berbagai aspek. Pertama, peran dalam keluarga. Di dalam keluarga Ibu memegang peranan di dalam membangun keluarga yang harmonis. Dari keluarga yang harmonis inilah akan terlahir masyarakat dan bangsa yang juga harmonis. Jadi, peran ibu di dalam keluarga sangat besar untuk mengokohkan ketahanan keluarga. Ketahanan keluarga yang dimaksud adalah suatu kondisi keluarga yang harmonis, berdaya, berprestasi dan menjadi teladan bagi masyarakat.

Dengan adanya ketahanan keluarga, maka berbagai persoalan dan tantangan dapat dihadapi. Sehingga keluarga mempunyai peran kontribusi bagi masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, agenda ketahanan keluarga perlu menjadi agenda pembangunan nasional sehingga setiap ketahanan keluarga bangsa Indonesia menjadi semakin kokoh. Kokohnya ketahanan keluarga akan mengokohkan ketahanan nasional.

Kedua, peran kemasyarakatan. Sebagai bagian dari anggota masyarakat maka setiap Ibu memiliki berperan dan berkontribusi di dalam upaya menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar dalam arti yang seluas-luasnya. Peran dan kontribusi ini akan dapat dijalan secara optimal ketika para Ibu memiliki kapasitas yang memadai. Untuk itu, proses pembelajaran menjadi penting untuk mendapatkan pengetahuan dan pemahaman.

Firman Allah SWT QS. Al Mujadilah ayat 11 dinyatakan bahwa Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Bahkan dalam HR. Muslim dijelaskan juga bahwa Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. Ini menggambarkan pada kita betapa mulianya orang-orang yang berilmu.

Ketiga, peran kebangsaan. Sejarah juga telah mencatat adanya para ibu yang menjadi pahlawan. Mereka berjuang untuk melakukan perubahan dengan merebut kemerdekaan dan melepaskan tanah airnya dari para penjajah. Dalam konteks sejarah, perempuan mempunyai peran dan kontribusi besar dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pahlawan perempuan yang telah diakui sebagai pejuang antara lain Cut Nyak Meutia, Cut Nyak Dhien, dan lainnya. Karakter para Ibu pejuang dapat menjadi pembelajaran bagi generasi saat ini dan mendatang. Untuk itu, kita berharap peran media bisa lebih optimal lagu untuk mengungkap dan mensosialisasikan karakter para Ibu pejuang bangsa ini.

Di era modern sekarang ini tentu peran dan kontribusi para ibu menjadi sangat penting dalam upaya melahirkan generasi berkualitas, beriman dan bertaqwa. Sehingga para generasi penerus ini mampu mengelola bangsa ini menjadi bangsa yang maju, bermartabat dan sejahtera. Hadirnya generasi berkualitas sekaligus beriman dan bertaqwa menjadi jawaban atas berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa. Bahkan mereka inilah yang diharapkan akan mampu membangun bangsa ini menjadi lebih maju dan bermartabat.

Peran dan kontribusi Ibu juga sangat penting di dalam menjawab berbagai persoalan bangsa yang masih mendera bangsa terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan moral dll. Khusus di bidang pendidikan, Indonesia saat ini masih tertinggal jauh dari bangsa-bangsa lain. Hal ini dilihat dari sisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang dikeluarkan Badan Pembangunan PBB (UNPD) dimana disebutkan bahwa IPM Indonesia turun menjadi peringkat 124. Padahal tahun lalu (2010) Indonesia berada pada peringkat 108. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap efektivitas penggunaan anggaran untuk pendidikan yang jumlah minimal 20% persen dari APBN tahunan.

Peran dan kontribusi itu akan dapat dilakukan dengan adanya pengetahuan, keikhlasan dan pengorbanan. Pengetahuan merupakan dasar agar setiap para ibu memiliki dasar dan pemahaman terhadap berbagai hal. Dengan ilmu para ibu menjadi yakin akan kebenaran yang dipahaminya. Keikhlasan akan menjadi kekuatan untuk tidak pantang menyerah di dalam mewujudkan ketahanan keluarga. Begitu juga dengan pengorbanan, membuat kita terus bersemangat untuk mencapai yang lebih baik lagi. Sungguh peran dan kontribusi Ibu tak bisa tergantikan sebagai poros perubahan bangsa. Peran dan kontribusi para Ibu inilah yang telah menghasilkan para pemimpin-pemimpin bangsa. Selamat hari Ibu, bakti yang tulus dan kiprah yang tak tergantikan, untuk bangsa yang berjaya. Wallahu a’lam bish showab. Hj.Herlini Amran,DR

bisa jatuh cinta


Wah, ngomongin tentang cinta. Akhwat?! Jatuh cinta?! Emang bisa?!

Woi, woi, akhwat juga manusia, akhwat juga bisa jatuh cinta, seakhwatnya akhwat juga punya rasa cinta, benci, suka, dll.

Nih, salah satu contoh percakapan dua orang akhwat:

Nayla: “ras, mau nanya donk!”

Laras: “nanya apa?!“

Nayla: “tapi, kamu jawab yang jujur ya!”

Laras: “iya, emang apa?”

Nayla: “kamu pernah jatuh cinta ga?”

Laras terdiam cukup lama. Sambil berjalan di gang yang tak begitu lebar, Laras menanyakan pada dirinya sendiri: ”Pernahkah aku jatuh cinta?”

Nayla yang berjalan di depan Laras memperlambat langkah agar mereka bisa berjalan sejajar dan Nayla menunggu jawaban dari Laras.

Laras: “iya, pasti-lah pernah!” (bohong, jika ada yang mengatakan tidak pernah jatuh cinta, pikir Laras)

Nayla: “sama ikhwan?! Baru-baru ini?! (Nayla hanya memastikan bahwa sahabatnya itu pernah jatuh cinta dengan ikhwan; akhwat jatuh cinta sama ikhwan!)

Laras: “emmm, mungkin lebih tepatnya kagum! Ya, kagum! Hanya sebatas itu.” (Laras mengoreksi jawabannya. Laras pikir selama ini rasa itu hanya sebatas rasa kagum, gak lebih)

Nayla: “yup! Lebih tepatnya kagum! Aku kira orang kayak kamu gak bisa jatuh cinta!”

Laras: “loh, kenapa kamu mikir kayak gitu?!”

Nayla: “ya, akhwat kayak kamu itu kayaknya gak mungkin punya perasaan apa-apa sama ikhwan, gak mungkin jatuh cinta. Kamu itu kalem, pendiem, berwibawa banget. Ya gak mungkin-lah.”

Laras: “Tapi, nyatanya, aku bisa kagum juga kan sama ikhwan?! Itu mah fitrah kali!”

Yup! Yang namanya kagum, apalagi kagum antar lawan jenis, hal itu mah wajar-wajar aja. Yang gak wajar itu, kalo rasa kagum yang ada pada diri kita malah membuat kita melakukan hal-hal yang gak sepantasnya dilakukan (apaan tuh?!), apalagi oleh ikhwan akhwat loh. Berat euy sandangan ikhwan akhwat itu. Yang ada di pikiran kebanyakan orang nih, yang namanya ikhwan akhwat itu gak nganut yang namanya pacaran. Ikhwan akhwat lebih nganut system ta’aruf sebelum nikah. Gaya pacaran ikhwan akhwat, ya setelah mereka nikah nanti.

Nih, bukti kalo orang umumnya udah nganggap ikhwan akhwat gak nganut system pacaran.

Di sela-sela praktikum ada sebuah kelompok yang isinya perempuan semuanya bahkan asisten laboratoriumnya (aslab) juga perempuan. Saat menunggu campuran di refluks, yang namanya perempuan kalo lagi gak ada kerjaan pasti ngobrol-ngobrol. Nah, di saat-saat menunggu itulah, terjadi sebuah obrolan di antara kelompok itu bersama aslab-nya. Dan yang diomongin sama perempuan ya gak jauh dari laki-laki. Mereka membicarakan tentang pacar mereka satu persatu. Di kelompok tersebut ada seorang akhwat. Nah, ketika semuanya telah bergiliran menceritakan tentang pacarnya, tinggal si akhwat inilah yang belum bercerita. Kemudian akhwat ini bertanya: “Kok pada gak nanyain aku sih?”, dengan gaya sok lugunya.

Sang aslab-pun langsung spontan menjawab: “kalo kamu mah gak usah ditanyain, nanti juga tiba-tiba undangan nyampe di tanganku.”

Ya, itulah pandangan orang pada umumnya tentang ikhwan akhwat yang gak nganut system pacaran.

Lantas, bagaimana sebenarnya kondisi interaksi ikhwan akhwat itu sendiri?! Apakah seperti yang di duga kebanyakan orang pada umumnya?! Akankah interaksi yang dilihat selama ini di luaran sama seperti yang aslinya?!

Banyak orang yang memperhatikan bahwa ikhwan akhwat itu sangat menjaga dalam berinteraksi. Namun terkadang, ikhwan akhwat juga bisa khilaf. Loh kok khilaf?! Maksudnya apa?!

Ada hal-hal yang terkadang sulit dilakukan ikhwan akhwat untuk menjaga interaksi itu. Misalnya nih, pada saat praktikum, akan banyak kemungkinan bagi ikhwan akhwat untuk bersentuhan. Eits, bersentuhan di sini bukan karena di sengaja loh, tapi memang kondisi praktikum yang membuatnya bisa seperti itu. Interaksi seperti ini mungkin masih bisa diwajarkan jika memang tidak bisa dihindari lagi. Tapi kalo masih bisa dihindari, ya di minimalisir.

Ada lagi misalnya, ketika ikhwan akhwat berkecimpung di sebuah organisasi. Entah itu organisasi seperti BEM atau Mushalla sekalipun. Adakalanya ketika berinteraksi di BEM misalnya, terkadang sulit untuk menundukkan pandangan atau tidak bercanda secara berlebihan. Hal ini mungkin masih bisa dimaklumi karena kondisinya yang cukup heterogen. Kalo kata seseorang: “ya, jangan kaku-kaku amat!” Tapi, kalo kondisinya lebih banyak orang yang paham akan batasan interaksi, apakah itu diwajarkan?! Dijawab sendiri ya sama diri masing-masing.

Namun akhirnya bukan pembenaran yang muncul dengan kondisi seperti itu. Ikhwan akhwat tetap harus menjaga interaksi. Atau kalaupun akhirnya memang tidak bisa dihindari untuk ‘mencair’, ya sudah lakukanlah interaksi itu sewajarnya. Ikhwan akhwat aktivis dakwah biasanya punya system pengentalan tersendiri. Tiap orang punya cara yang berbeda untuk ‘mengentalkan’ dirinya kembali.

Misalnya, Rama, seorang aktivis BEM, yang setiap melakukan ‘pencairan’ dan dia tersadar bahwa dirinya telah melakukan hal ‘pencairan’ tersebut, dia pun langsung ke sebuah ruangan, shalat dua rakaat. Temannya, Beno, yang melihat hal itu terus menerus heran. Kenapa heran?! Karena waktu itu bukan termasuk waktu Dhuha, lantas Rama itu shalat apa? Dengan rasa penasaran Beno pun bertanya kepada Rama yang baru selesai shalat.

“Akhi, ini kan bukan waktu Dhuha, dan tempat ini juga bukan masjid, Antum shalat apa, dua rakaat? Dhuha bukan, tahiyatul masjid juga bukan.”

“Akhi, sesungguhnya tadi kita telah melakukan ‘pencairan’, maka Ana melakukan pengentalan diri Ana dengan shalat sunnah dua rakaat. Agar diri ini tidak melakukan pembenaran atas apa yang barusan kita lakukan.”

Ya, tiap orang punya mekanisme pengentalan tersendiri. Ibarat suatu fluida, jika dia berada di tempat yang sempit atau berada di suatu pipa yang diameternya kecil, maka untuk dapat melewati itu, dia perlu mengurangi kekentalannya, sehingga fluida itupun dapat mengalir dengan lancar. Namun jika memang fluida itu telah berada di pipa dengan diameter yang lebih besar, maka kekentalannya perlu dikembalikan seperti semula agar mengalirnya fluida itu tetap konstan seperti aliran sebelumnya.

Bahkan, ikhwan akhwat yang berkecimpung di Mushalla pun tak terlepas dari hal ini. Kadang, walaupun interaksi di batasi dengan hijab pandangan, hijab hati belum tentu bisa di jamin. Ingat dulu yuk, firman Allah: “Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala isi hati” (QS 64:4).

Ingat! Apa yang tersembunyi dalam hati kita, Allah juga akan mengetahuinya. Bisa saja kelihatan dari luar, interaksi ikhwan akhwat biasa-biasa saja, namun ternyata di balik hatinya atau di balik hijab itu ada ‘sesuatu’ yang aneh dengan interaksi itu. Ya, semoga kita bukan termasuk ke dalamnya. Kalaupun sudah terlanjur berbuat seperti itu maka marilah kita sama-sama mengazamkan dalam diri untuk menjaga interaksi itu.

Ada kasus juga ikhwan yang curhat ke akhwat ataupun sebaliknya. Misalnya saling menganggap saudara sehingga dalam berinteraksi ya layaknya saudara kandung. Memang betul sih, bahwa persaudaraan yang dibangun ‘di sini’ atas dasar keimanan bukan pertalian darah. Walaupun hanya menjadikan tempat curhat dan gak lebih dari sekedar saudara, tapi sebaiknya tetap berhati-hati karena masalah hati gak ada yang tau. Tetap saja, itu bukan mahramnya kalaupun toh mau berakrab-akrab ria. Bisa aja hari ini curhat-curhatan, eh besoknya mulai timbul ‘rasa’ yang berbeda. Curhat berduaan akan menimbulkan kedekatan, lalu ikatan hati, kemudian dapat menimbulkan permainan hati yang bisa menganggu dakwah. Apalagi bila yang dicurhatkan tidak ada sangkut pautnya dengan dakwah. Atau bisa saja si ikhwan menganggap si akhwat sebagai saudara biasa, tapi ternyata si akhwat malah punya pandangan yang berbeda, begitupun sebaliknya. Yang lebih parah lagi nih, kalo orang-orang yang belum paham melihat hal itu, bisa-bisa mereka jadi illfeel sama ikhwan-akhwat. Atau terkadang, orang yang sudah paham pun malah menanggap hal yang nggak-nggak terjadi di antara interaksi itu, VMJ (Virus Merah Jambu), padahal mah tuh ikhwan dan tuh akhwat gak punya perasaan apa-apa, cuma sebatas saudara atau teman biasa. Mungkin ada benarnya juga kalo kita sebaiknya menjaga interaksi dengan lawan jenis, gak hanya berlaku terhadap ikhwan akhwat aja loh. Lebih baik menjaga bukan daripada terjadi fitnah?! Kalo mau curhat, ya utamakan sesama jenis dulu.

Nah, ada satu cerita yang menarik di sini.

Ada ikhwan, sebut saja Hendy yang curhat ke akhwat, sebut saja Mila, melalui SMS. Mereka beraktivitas dalam satu organisasi dan keduanya bisa di bilang aktivis dakwah.

Hendy: “Assalamu’alaikum. Mila, Ana merasa bersalah banget neh sama masalah yang kemarin. Itu semua gara-gara Ana. Ana tuh sampe gak bisa tidur mikirin masalah itu. Bawaannya grasak-grusuk mlulu.”

Mila gak langsung membalas sms itu. Dia meng-sms Leo yang memang dekat dengan Hendy.

Mila: “Assalamu’alaikum. Leo, tolong hibur Hendy ya, kayaknya dia masih kepikiran sama masalah yang kemarin.”

Mila meminta Leo untuk menghibur Hendy karena Mila tau bahwa Leo adalah teman dekat Hendy dan Leo tau masalah yang Hendy hadapi.

Leo: “Masalah yang mana? Ana barusan mabit bareng Hendy, tapi dia ga cerita apa-apa.”

Mila: “Masalah yang itu bla, bla, bla.”

Mila menjelaskan masalahnya.

Leo: “Ok. Nanti Ana coba ngomong ke Hendy.”

Memang begitulah seharusnya ketika ada seorang ikhwan ataupun akhwat yang curhat ke lawan jenisnya, maka tempat yang di curhatin itu seharusnya mengarahkan seseorang, ke sesama jenis, yang merupakan teman dekatnya sehingga si ikhwan ataupun akhwat bisa di tangani langsung tanpa lintas gender. Hal itu lebih menjaga bukan?!

Ada satu cerita lagi tentang ikhwan akhwat yang jarang sekali berinteraksi, namun ternyata keduanya sepertinya ‘klop’. Mereka menyadari hal itu. Si ikhwan punya perasaan sama akhwat, begitupun sebaliknya: masing-masing saling tahu, tanpa harus di nyatakan. Waktu terus berjalan, mereka pun saling memendam perasaan itu hingga akhir bangku perkuliahan usai. Hingga akhirnya, ada yang mengkhitbah si akhwat. Si akhwat pun meminta izin kepada si ikhwan (aneh!): betapa sakit hati si ikhwan begitu mengetahui si akhwat akan di khitbah ikhwan lain. Akhirnya, akhwat itu pun tetap melangsungkan pernikahan dan membiarkan si ikhwan dalam kesakithatiannya.

Duh, miris sekali ya. Padahal perasaan yang muncul di antara ikhwan akhwat itu tanpa interaksi yang intens.

Ok, yang terpenting adalah kita saling menasihati dengan cara yang terbaik. Kalau ikhwan yang melampaui batas kepada akhwat, akhwatnya harus tegas, demikian pula sebaliknya. Sesama ikhwan dan sesama akhwat juga harus ada yang saling mengingatkan dengan tegas. Ingat! tegas bukan berarti harus marah-marah karena kita tentunya tahu bahwa tak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Semua manusia tak luput dari yang namanya khilaf. Jika memang mengaku bahwa kita bersaudara, maka ingatkanlah! Tegurlah! Jangan biarkan saudara kita terjerembab.

Terkait dengan cinta, sekali lagi diingatkan bahwa akhwat juga bisa jatuh cinta,, ikhwan juga bisa jatuh cinta. Se-ikhwah-ikhwahnya ikhwah, mereka juga manusia yang punya rasa cinta, kagum, suka, dan benci.

Cinta bukanlah tujuan
Cinta adalah sarana untuk menggapai tujuan
Jangan kau sibuk mencari definisi dan makna cinta
Namun kau lalai terhadap Dzat yang menganugerahkan cinta
Dzat yang menumbuhsuburkan rasa cinta
Dzat yang memberikan kekuatan cinta
Dzat yang paling layak dicintai Allah, Sang Pemilik Cinta
Cinta memang tak kenal warna
Cinta tak kenal baik buruk
Cinta tak kenal rupa dan pertalian darah
Memang begitulah adanya
Karena yang mengenal baik buruk, warna dan rupa
Adalah sang pelaku cinta yang menggunakan akal pikirannya
Cinta bukanlah kata benda
Cinta adalah kata kerja
Cinta bukan sesuatu tanpa proses
Cinta itu butuh proses
Jangan mau kau terjatuh dalam cinta
Namun, bangunlah cinta itu
Bangunlah cinta dengan keimanan
Maka kau akan mengorbankan apa saja
Demi meraih keridhaan Sang Pemilik Cinta
Bangunlah cinta dengan ketakwaan
Maka kau tak kan gundah gulana
Ketika kehilangan cinta duniawi
Karna kau yakin Yang kau cari adalah cinta dan ridha Allah
Bukan cinta yang sementara

***

Semoga bermanfaat. Tulisan ini dibuat untuk mengingatkan diri sendiri yang sering lalai dalam menjaga interaksi. Entah itu di dunia nyata maupun dunia maya.

Saling mengingatkan ya!

*Kata ikhwan akhwat dalam tulisan ini telah mengalami penyempitan makna, lebih ke arah aktivis dakwah.

Mau pacaran . . .lagii?


Allah memberikan rizki sesuai dengan kebutuhan hambaNya dan di waktu yang menurut Allah terbaik untuk kita mendapatkannya. Jodoh adalah salah satu rizki yang Allah persiapkan untuk kita.

Allah akan memberikan jodoh pada kita di saat yang tepat. Bukan sesuai dengan keinginan kita. Seringnya kita menginginkan sesuatu hanya berdasarkan pada keinginan bukan pada kebutuhan. Allah Maha Tahu, kapan kita akan siap untuk menerima sebuah tanggung jawab besar untuk membentuk suatu peradaban kecil yang di mulai dari sebuah keluarga.

Karena menikah bukan hanya penyatuan dua insan berbeda dalam satu bahtera tanpa visi dan tujuan yang pasti, berlayar tanpa arah atau berlayar hanya menuju samudera duniawi. Menikah adalah penggenapan setengah agama karena menikah adalah sarana ibadah kepada Allah. Dalam tiap perbuatan di dalam rumah tangga dengan berdasarkan keikhlasan dan ketaqwaan maka ganjarannya adalah pahala. Tapi jika menikah hanya berdasarkan nafsu atau bahkan mengikuti perputaran kehidupan dunia, maka hasilnya pun akan sesuai dengan yang di niatkan.

Karena menikah adalah ibadah. Menikah adalah sunnah di anjurkan Rasulullah. Menimbun pahala yang terserak di dalam rumah tangga. Dan semua manusia yang normal pasti akan mendambakan suatu pernikahan. Merasakan suatu episode hidup dimana kita akan memulai segala sesuatu yang baru. Yang dahulu kita berperan sebagai seorang anak dengan berbagai kebahagiaan bermandikan kasih sayang orang tua. Maka menikah adalah suatu gerbang menuju pembelajaran menjadi orang tua kelak. Kita bukan lagi sebagai penumpang di mana mengikuti arah kehidupan yang di tentukan orang tua, melainkan kita akan menjadi driver untuk kehidupan kita sendiri kelak. Kita bisa saja mengikuti jalur yang telah di lewati orang tua, jika memang itu jalur yang tepat. Tapi jika jalur itu tak sesuai dengan arah tujuan kehidupan rumah tangga kita yaitu jalur keridhaan Allah, maka kita pun harus mencari jalur yang tepat.

Karena menikah itu adalah satu kebaikan maka seharusnya harus di mulai dengan yang baik pula. Misalnya, ketika kita ingin lulus ujian, maka kita harus belajar yang giat bukan bermalas-malasan.

Ayat Allah masih jelas tertera dalam kitabNya, bahwa pria yang baik akan mendapatkan wanita yang baik pula dan sebaliknya. Dan ayat itu masih sama dengan pada saat Allah turunkan beribu tahun yang lalu. Janji Allah pun tergambar melalui ayat itu dan Allah Maha Menepati janji. Lalu mengapa kita masih meragukan janji Allah itu??

Masih haruskah berpacaran??

Mengenal lawan jenis dengan dalih untuk mengenal pribadi masing-masing. Padahal kenyataannya, hanya sedikit kejujuran yang di tampakkan pada saat pacaran. Rasa takut yang besar untuk di tinggal pasangannya atau hendak mengambil hati pasangannya membuat mereka menyembunyikan keburukan yang terdapat dalam dirinya. Sudah menjadi rahasia umum, jika usia pacaran yang lama tak menjamin bahwa itu menjadi suatu jalan untuk memuluskan hubungan menuju jenjang pernikahan. Sudah tak menjamin adanya pernikahan setelah sekian lama menjalin masa pacaran, juga banyak di bumbui pelanggaran terhadap rambu-rambu Allah. Maksiat yang terasa nikmat.

Zaman sekarang, berpacaran sudah selayaknya menjadi pasangan suami istri. Si pria seolah menjadi hak milik wanita dan si wanita kepunyaan pribadi si pria. Mereka pun bebas melakukan apapun sesuai keinginan mereka. Yang terparah adalah sudah hilangnya rasa malu ketika melakukan hubungan suami istri dengan sang pacar yang notabene bukan mahram. Padahal pengesahan hubungan berpacaran hanya berupa ucapan yang biasa di sebut “nembak”, misalnya “I Love You, maukah kau menjadi pacarku?” dan di terima dengan ucapan “I Love You too, aku mau jadi pacarmu”. Atau sejenisnya. Hanya itu. Tanpa adanya perjanjian yang kuat (mitsaqan ghaliza) antara seorang hamba dengan Sang Pencipta. Tanpa adanya akad yang menghalalkan hubungan tersebut. Hubungan pacaran tak ada pertanggungjawaban kecuali pelanggaran terhadap aturan Allah. Karena tak ada yang namanya pacaran islami, pacaran sehat atau apalah namanya untuk melegalkan hubungan tersebut.

Kita berlelah melakukan hubungan pacaran. Melakukan apapun guna menyenangkan hati sang kekasih (yang belum halal) meskipun hati kita menolak. Jungkir balik kita mempermainkan hati. Hingga suka dan sedih karena cinta, cinta terlarang. Hati dan otak di penuhi hanya dengan masalah cinta. Kita menangis karena cinta, kita tertawa karena cinta, kita meraung-meraung di tinggal cinta, kita pun mengemis cinta. Hingga tak ada tempat untuk otak memikirkan hal positif lainnya. Tapi sayang, itu hanya cinta semu. Sesuatu yang semu adalah kesia-siaan. Kita berkorban mengatasnamakan cinta semu. Seorang pacar, hebatnya bisa menggantikan prioritas seorang anak untuk menghormati orangtua. Tak sedikit yang lebih senang berdua-duaan dengan sang pacar di banding menemani orangtua. Pacar bisa jadi lebih tau sedang dimana seorang anak di banding orang tuanya sendiri. Seseorang akan rela menyenangkan hati pacarnya untuk di belikan sesuatu yang di suka di bandingkan memberikan kejutan untuk seorang ibu yang melahirkannya. Seseorang akan lebih menurut pada perintah sang pacar di banding orang tuanya. Hubungan yang baru terjalin bisa menggantikan hubungan lahiriah dan batiniyah seorang anak dengan orangtua.

Jika pun akhirnya menikah, maka tak ada lagi sesuatu yang spesial untuk di persembahkan pada pasangannya. Sebuah rasa yang seharusnya di peruntukan untuk pasangannya karena telah di umbar sebelumnya, maka akan menjadi hal yang biasa. Tak ada lagi rasa “greget”, karena masing-masing telah mendapatkan apa yang di inginkan pada masa berpacaran. Bisa jadi, akibat mendapatkan sesuatu belum pada waktunya maka ikrar suci pernikahan bukan menjadi sesuatu yang sakral dan mudah di permainkan. Na’udzubillah.

Parahnya jika tiba-tiba hubungan pacaran itu kandas, hanya dengan sebuah kata “PUTUS” maka kebanyakan akan menjadi sebuah permusuhan. Apalagi jika di sebabkan hal yang kurang baik misalnya perselingkuhan. Kembali hati yang menanggung akibatnya. Kesedihan yang berlebihan hingga beberapa lama. Hati yang terlanjur memendam benci. Tak sedikit yang teramat merasakan patah hati dikarenakan cinta berlebihan menyebabkannya sakit secara fisik dan psikis. Juga ada beberapa kasus bunuh diri karena tak kuat menahan kesedihan akibat patah hati.

Terdengar berlebihan. Tapi itulah kenyataannya, hati adalah suatu organ yang sensitif. Bisa naik secara drastis, tak jarang bisa jatuh langsung menghantam ke bumi. Apa yang di rasakan hati akan terlihat pada sikap dan perilaku. Hati yang terpenuhi nafsu akan enggan menerima hal baik. Ada orang bilang, jangan pernah bermain dengan hati. Karena dari mata turun ke hati, kemudian tak akan turun kembali. Akan ada sebuah rasa akan mengendap di dalam hati. Jika rasa itu baik dan di tujukan pada seseorang yang halal (suami atau istri) maka kebaikan akan terpancar secara lahiriah. Bukan sebuah melankolisme yang kini merajalela.

Banyak pelajaran dari sekitar. Kenapa masih harus berpacaran??

Karena ingin ada teman yang selalu setia mendengar tiap keluh kesah?? Tak selamanya manusia bisa dengan rela mendengarkan keluhan manusia lainnya. Hanya Allah yang tak pernah berpaling untuk hambaNya. Bisa jadi secara fisik sang pacar rela mendengar dengan seksama, tapi dia juga manusia yang akan merasa bosan jika selalu di cecoki dengan berbagai keluhan.

Malu di bilang jomblo??

Jika dengan jomblo kita bisa terbebas dari rasa yang terlarang, kenapa harus malu?? justru kita akan merasa nyaman bercengkerama dengan Allah karena sadar hati kita hanya patut di tujukan kepadaNya bukan yang lain. Justru kita harus bangga, di saat yang lain berlomba untuk melakukan hal terlarang tapi kita menjauhinya. Kemudian tak akan ada perasaan was was karena telah melanggar aturan Allah. Kita bebas berkumpul dengan kawan-kawan tanpa ada kekangan dari orang yang sesungguhnya tak memiliki kewenangan terhadap diri kita.

Mungkin masih banyak lagi kesia-siaan dalam berpacaran. Dan sesungguhnya belum tentu sang pacar akan menjadi pasangan kita kelak.

Pacaran ibarat minuman beralkohol, banyak yang mengelak bahwa dengan berpacaran mereka memiliki semangat baru dan sederet hal positif yang mereka kumandangkan. Tapi sama halnya dengan alkohol, maka manfaat yang di dapat jauh lebih kecil di banding kemudharatan yang di hasilkan. Karena segala sesuatu yang di larang Allah, pasti ada sebab dan manfaatnya.

Kemudian ada yang berdalih, toh pacaran itu tidak merugikan orang lain. Tidak merugikan orang lain, namun hukum Allah jauh lebih baik untuk di ikuti ketimbang menurutkan hawa nafsu yang berakhir pada jurang kebinasaan.

Kembali ke pernikahan, suatu kebaikan maka tak pantas jika di awali dengan keburukan. Allah tak akan ingkar janji, karena jodoh telah Allah tetapkan di Lauh Mahfuzh. Tinggal kita melakukan usaha yang baik, yang Allah ridhai. Supaya tiap langkah kita, hanya berisi keridhaan Allah dan mendapat keberkahanNya. Aamiin.

(hanya sebuah catatan hati guna pengingat diri dan saudara seimanku)

Allahua’lam