Selasa, 27 September 2011

episode sakit dan cinta


Beberapa hari ini aku sakit. Penyakit yang sama dengan ibuku. Pencernaan. Aku juga demam dan batuk. Sungguh menyiksa. Kepala berat luar biasa. Tak mau makan. Tak enak tidur. Badanku panas sekali rasanya. Entahlah, apa karena pola makanku yang tak teratur lagi usai puasa Ramadhan. Segalanya mau dimakan. Hampir tak ada jeda untuk istirahat bagi pencernaanku. Dan puncaknya penyebabnya adalah aku makan pedas. Sambal. Sudah tahu pedas adalah musuhku. Tetapi diriku, selalu zalim pada diri sendiri. Aku menyesal.

Maka pantaslah diriku mendapat akibatnya. Sakit dan menderita. Makan sedikit sudah mual-mual. Apalagi minum air putih, benar-benar mau dimuntahkan. Periksa ke dokter sudah. Minum obat pun sudah. Namun perubahannya sedikit saja. Belum bisa makan agak banyak dan minum. Aku kekurangan cairan. Semuanya jadi kacau.

Memang sih terkesan biasa. Tapi buatku yang menjalani sungguh tak enak. Kemudian aku melihat di sisi lain, bahwa sakitku bukan suatu yang sia-sia atau tanda kemarahan dan hukuman Allah padaku. Aku mencoba berprasangka baik. Bahwa sakitku adalah penggugur dosaku. “Tidaklah seorang mukmin tertimpa musibah tertusuk duri atau lebih dari itu, kecuali dengannya Allah akan menghapus sebagian dosanya.” (HR Bukhari dan Muslim). Jadi aku meyakini, bahwa sakitku memang rencana Allah. agar sebagian dosaku terhapus.

Aku juga selalu beristigfar, berdzikir dan sholat. Selalu memohon kepada Allah. karena sungguh, pemilik diri ini adalah Allah. Hanya Allah yang dapat menjadikan tubuh ini sakit dan hanya Dia pula yang dapat membuatku sembuh. Maka kepercayaanku kepada Allah semakin kuat. Ikhtiar, doa dan tawakal. Juga sabar dan syukur. Karena diluar sana masih banyak yang lebih parah sakitnya daripada aku.

Lalu pikiran positifku semakin berkembang. Bahwa aku tengah dicinta Allah. Allah tengah tunjukkan cintaNya kepadaku. Atau sedang menguji kadar cintaku. Seberapa lama mampu bertahan dalam keadaan sakit. Seberapa besar mampu berprasangka baik kepada Allah. maka aku akan buktikan bahwa cintaku pun sudah lebih besar dari sebelumnya. Tiap sakit itu menjalar, aku selalu berkata, “Allah sayang aku, aku sayang Allah” berulang sampai aku tertidur. Juga doa dan ayat kursi yang kubaca dalam hati.

Aku selalu menanamkan kuat-kuat bahwa Allah ada dalam prasangka hambaNya. Maka aku berprasangka bahwa Allah sangat saaayaaang aku. Allah tengah mencintaiku. Juga membisikan kata cinta padaku, agar aku mendekat kepadaNya. Karena sebelumnya aku memang jauh dari Allah. Allah sungguh-sungguh sayang padaku dengan membuatku kembali mendekat kepadaNya. Jadi kenapa aku menjadi susah dan menderita ketika Allah tengah menyayangiku? Menunjukkan satu diantara ribuan atau jutaan kasih dan sayang Allah padaku.

Tak ada kenikmatan yang lebih indah dari hati yang semakin yakin kepada Allah. semakin cinta kepada Allah. Maka aku bersyukur. Alhamdulillah... Dan entah keajaiban atau kekuatan pikiran positif, ketika aku mual-mual saat makan lalu berkata bahwa Allah cinta aku, aku cinta Allah, berulang-ulang, makanan dan minuman serta obat itu dengan mudahnya masuk tanpa mual. Jadi, penawar sakitku memang Allah. Hanya Allah. Cinta Allah dan cinta kepada Allah. inilah episode cintaku...

Tuhan, baru kusadar indah nikmat sehat itu
Tak pandai aku bersyukur, kini kuharapkan cintaMu
Kata-kata cinta terucap indah
Mengalir berzikir di kidung doaku
Sakit yang kurasa biar jadi penawar dosaku
Butir-butir cinta air mataku
Teringat semua yang Kau beri untukku
Ampuni khilaf dan salah selama ini Ya Illahi
Muhasabah cintaku...
(Edcoustic-Muhasabah Cinta)

Muslim excellent : antara lisan dan surga


“The best of the Muslims is he from whose hand and tongue the Muslims are safe.”

“Semua amal manusia” ujar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, “akan diperiksa setiap hari Kamis dan Senin. Selanjutnya dosa orang yang tidak melakukan syirik akan diampuni, kecuali seseorang yang antara dirinya dengan saudaranya sedang ada permusuhan.

Maka dikatakanlah (kepada Malaikat):

“Tundalah ampunan untuk keduanya hingga keduanya berbaikan kembali! Tundalah ampunan untuk keduanya hingga keduanya berbaikan kembali!” (HR. Muslim)

Suatu ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam pernah ditanya oleh seorang sahabat, Abu Musa radhiallahu ‘anhu, “Wahai Rasulullah, siapakah Muslim yang paling utama?” lalu Jawab Nabi: “Muslim yang utama adalah muslim yang muslim lainnya terbebas dari lisan dan tangannya” (HR. Bukhairi Muslim)

Kedua hadist diatas hanyalah sebagian dari sekian banyak hadist yang menggambarkan betapa Islam tidak hanya memberi anjuran tentang hubungan transendental antara manusia dengan Tuhannya (habluminallah), melainkan juga membina hubungan horizontal yang baik antar manusia dengan manusia lainnya (habluminannas). Maka berderet kita saksikan berapa banyak kekata yang keluar dari lisan Rasul yang mulia tentang hal ini.

Beliau begitu mewanti-wanti umatnya agar senantiasa berprilaku terpuji sekaligus menjaga lisan dengan baik dalam membina hubungan antar sesama manusia. Sebagaimana yang pernah dikatakan Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam: “Jagalah diri kalian dari siksa neraka walau hanya dengan separuh butir kurma.

Barangsiapa tak menemukannya, maka bershadaqahlah dengan mengeluarkan ucapan yang baik.”Karena ucapan yang baik, kata Rasul, adalah shadaqah “Wal kalimatutuththoyyibatu shodaqoh”. (HR Bukhairi Muslim).

Terkait hal ini, ada yang menarik pada potongan surat Ali Imran ayat 159, tentang bagaimana menjaga hubungan dengan sesama. Pada ayat tersebut Allah Subhana wa ta’ala berfirman: “…sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”. Dalam karya masterpiecenya-Riyadush Shalihin, Imam Nawawi meletakkan ayat ini sebagai pembuka salah satu sub-bab tentang ‘Hak-Hak Kaum Muslimin’. Lalu apa yang menarik?

Ayat tersebut ternyata senada dengan konsep psikologi kontemporer yang dibangun oleh Zig Ziglar, seorang pakar motivasi internasional. Menurut Ziglar, penulis buku best seller See You at The Top, bahwa orang lain tak peduli dengan seberapa banyak pengetahuan yang kita miliki, mereka lebih peduli pada seberapa banyak perhatian yang kita berikan untuk mereka.

Zig Ziglar benar. Bahwa rahasia untuk membuat orang menyukai kita adalah dengan memperlihatkan betapa kita menyukai dan memberi perhatian untuk mereka. Kita bersimpati sekaligus berkomunikasi dengan tulus melalui lisan dan hati kita. Persis dengan yang termaktub dalam surat Ali Imran : 159.

Sebuah analogi menarik terkait hal ini juga saya dapatkan dari buku The Magic of Talking, karya Leil Lowndes, bahwa tubuh kita menurut Lowndes, adalah umpama sebuah mesin penembak yang melesatkan sepuluh ribu peluru stimulus setiap detiknya, dan sangat memungkinkan beberapa tembakan meleset dan menghasilkan perasaan malu atau permusuhan tersembunyi. Sehingga kita perlu teknik untuk memastikan setiap tembakan mengarah dengan benar ke jantung hati setiap subjek sasaran kita.

Memang benar, ada masa-masa dimana membina hubungan dengan orang lain tak semudah membolak-balikan telapak tangan. Banyak benturan atau goresan yang mencederai perjalanannya.

Namun alih-alih menjadi sebuah masalah, seorang muslim yang baik, melihat hal itu sebagai sebuah tantangan. Atau bahkan sebuah karunia. Karunia untuk belajar kesabaran sekaligus karunia untuk memantapkan keimanan.

Maka seorang muslim yang benar sadar betul, bahwa “lisan” adalah aset muslim yang paling penting dalam menyulam benang-benang habluminannas. Aset itulah yang kemudian akan membawa manusia menuju satu diantara dua kemungkinan: menghirup indahnya Jannah, atau sebaliknya menanggung perihnya neraka.

Sebagaimana termaktub dalam sebuah hadist:
Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Sungguh adakalanya sesorang berkata-kata yang Allah ridhai, yang tidak ia hiraukan sebelumnya (apakah baik atau tidak) sehingga Allah pun meninggikan derajatnya.

Sungguh adakalnya seseorang mengeluarkan kata-kata yang Allah murkai, yang tidak ia hiraukan sebelumnya (apakah baik atau tidak), sehingga Allah pun memasukkannya ke neraka Jahannam”. Maka “barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir” ujar Nabi dalam kesempatan lain, ”hendaklah berkata yang baik atau diam”. (HR. Bukhairi Muslim)

Oleh karena itu bagi seorang muslim berkata-berkata bukan hanya perkara bicara semata, tapi juga bagaimana menjaga agar kata-kata yang keluar adalah kata-kata yang memberi kebermanfaatan sekaligus keselamatan.

Menjaga lisan memang tak mudah. Maka hadiah yang menanti bagi para penjaga lisan juga tak sederhana. Allah, melalui janji Rasul-Nya, akan membalasnya dengan jaminan pahala akhirat: surga.

“Barangsiapa yang mampu menjaga apa yang ada diantara kedua rahangnya (lisan) serta apa yang ada diantara kedua kakinya (kemaluannya) dengan baik, aku jamin baginya surga”. (HR. Bukhairi Muslim)

Ya Allah, jadikan kami golongan hamba-Mu yang senantiasa bertutur kata yang baik, kemudian Engkau jadikan kami buah tutur yang baik pula bagi generasi penerus kami. Agar Kau jadikan kami sebaik-baik muslim. Agar Kau jadikan kami bagian dari golongan yang memeroleh rahmat, ampunan dan surga-Mu. Amin.

Alhamdulillah yaa.....

Coba deh, apa yang bakal kita bayangkan ketika mendengar ungkapan seperti judul diatas??. Mungkin sebagian besar diantara kita akan berpikir “ala Syahrini, Syahrini lewat, atau semacamnya-lah”. Bahkan ungkapan “Alhamdulillah Ya” dari pelantun tembang “Aku Tak Biasa Ini” sempat menjadi trending topic di jagad maya. Makanya tak heran kalau sekarang banyak kita dengar atau mungkin lihat orang-orang di alam nyata ataupun alam virtual yang mengucapkan “Alhamdulillah Yaa” lagi dan lagi.

Tentu kita tidak akan membahas Syahrini dan kehidupan selebnya. Tidak pula tentang lagu-lagunya, dan hubungan asmaranya. Dan tentu dan tidak akan pernah juga kita membahas foto-foto hebohnya. Tidak!! Katakan Tidak Pada Gossip. Yang akan kita bahas disini adalah “Alhamdulillah Yaa”-nya.

Mungkin dulu sebelum “tren” ini dikeluarkan oleh Syahrini. Tidak sedikit pula diantara kita yang jarang atau mungkin sedikit atau juga sangat sedikit sekali dalam berucap Alhamdulillah. Terkadang kita harus “dipaksa” oleh Allah untuk bersyukur mengucap Alhamdulillah. Misal ditengah kita sedang asik menonton bola duel El Classico Barcelona vs Real Madrid.

Tiba-tiba lampu mendadak mati dan “dus” keadaan berubah gelap gulita. Panik, cemas, deg-degan tentu mewarnai perasaan kita saat itu. Dan keajaiban pun tiba lampu kembali menyala, dan TV yang tadinya mati pun mulai mengeluarkan gambarnya. Dan seketika itu pula kita langsung menyebut “Alhamdulillah”. Hal ini mirip yang dikatakan oleh Syaikh Ibnu Athoillah “Kadang kegelapan mendatangimu, karena Allah hendak menyadarkanmu atas besar nikmatnya yang telah Dia berikan kepadamu”. Ya, kita baru sadar akan nikmat listrik, TV, dan lain-lainnya ketika dalam kondisi mati lampu.

Apalagi ketika datang makhluk yang bernama jejaring sosial entah itu Facebook, Twitter, dan sebangsanya. Tidak sedikit, sekali lagi digaris bawahi ya tidak sedikit fenomena mengeluh dan mengeluh dengan jargon utamanya “GALAU”. Walaupun saya juga tidak mengerti makana galau itu apa. Coba kita tambahkan imbuhan me-kan menjadi menggalaukan. Wah sangat sangat tidak enak sekali untuk diucapkan.

Sekarang Alhamdulillah (tanpa Yaa) term “Galau” sudah ada lawan yakni “Alhamdulillah Yaa” yang tidak bisa kita pungkiri ada peran Syahrini disana.

Bersyukur dengan mengucap Alhamdulillah walaupun sederhana, mudah, gampang, encer untuk diamalkan pada kenyataannya sulit untuk direalisasikan. Padahal sebetulnya banyak sekali fadhilah atau keutamaan dalam mengamalkannya tersebut. Allah SWT menyuruh untuk ber-Alhamdulillah dalam firmanNya di surat An Naml 93 “Dan katakanlah segala puji hanya bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepada mu tanda-tanda kebesaranNya maka kamu akan mengetahuinya. Dan Tuhanmu tidak lengah terhadap yang kamu kerjakan”. Segala pujian hanya untuk dan milik Allah, bukan untuk suami, istri, pacar, ataupun tetangga kita.

Di ayat yang lain “Dan bersyukurlah kepada Allah jika memang hanya dia saja yang kamu sembah (Al-Baqarah 172)”. Juga dapat kita temukan dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman “Oleh karena itu, pegang teguhlah Syari'at yang Aku berikan kepadamu, dan hendaklah engkau menjadi orang yang bersyukur. (Al-A'raf 144)”.

Dan memang seharusnya karakter seorang mukmin adalah ketika diberi musibah bersabar, dan saat mendapat nikmat maka ia bersyukur. Bahkan dalam surat Ibrohim 7 yang sudah kita hafal diluar kepala Allah SWT mengancam kepada orang-orang yang ingkar dengan adzabNya dan kebalikannya akan menambah kebaikan kepada orang-orang yang bersyukur.

Rasulullah SAW pun berqiyamul lail sampai-sampai kakinya bengkak dikarenakan ingin menjadi hamba yang bersyukur. Ya, lagi-lagi jauuuuuuh dibandingkan kita yang masih lebih banyak mengeluh ketimbang bersyukur atas nikmat Allah. Yang juga masih beribadah hanya karena ingin menuntaskan kewajiban, atau mungkin sebatas takut neraka dan mengharap surga. Karena memang sudah janji Iblis yang akan menyesatkan manusia sebanyak-banyaknya manusia dalam jurang kekufuran (Baca Al A’rof 17)

Dalam sholat pun kita diajarkan untuk senantiasa bersyukur. Kita diwajibkan membaca Al fatihah yang didalamnya terdapat kalimat Alhamdulillah. Tapi apa daya Al Fatihah yang keluar dari mulut kita hanya sekedar bunyi yang tidak kita sadari dan mendalami hakikat maknanya.

Rasulullah SAW juga pernah bersabda diriwayatkan Imam Muslim “. . . . . sesungguhnya setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah . . . . .”

Juga dalam buku Fiqh Sholat Empat Madzhab diterangkan oleh Hadits Nabi SAW dari Abu Hurairoh “Barang siapa bertasbih selesai sholat 33x, takbir 33x, tahmid 33x. Maka semua berjumlah 99 kemudian disempurnakan menjadi 100 dengan mengucap La ilaaha illaLlahu wahdahu la syarikalahu, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alaa kulli syay’in qodir, maka diampuni dosanya meskipun sebanyak buih dilautan (HR Bukhori, Muslim, dan Abu Dawud)

Masih dibuku yang sama dari Ka’ab ibn ‘Ujrah bahwa Rasulullah SAW bersabda “Berbagai siksa tidak akan mengenai orang yang mengucap atau melakukan setiap selesai sholat fardhu : tasbih 3x, tahmid 33x, dan takbir 33x (HR Muslim).

Dan salah satu adab dalam berdoa jika ingin dikabulkan oleh Allah adalah dimulainya dengan membaca Alhamdulillah sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda “Jika salah seorang di antara kalian berdoa maka hendaknya dia memulainya dengan memuji dan menyanjung Allah, kemudian dia bershalawat kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam-, kemudian setelah itu baru dia berdoa sesukanya.” (HR. Abu Daud)”. Dan diakhiri pula dengan membaca hamdalah “Dan penutup doa mereka ialah Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin (QS Yunus 10).

Sedikit telah kita tahu mengenai Alhamdulillah. Sekarang kembali ke diri kita masing-masing apakah akan menjadi pribadi yang bersyukur atau malah sebaliknya menjadi makhluk yang kufur. Sebagaimana yang diterangkan Allah SWT “ Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari setetes air mani yang bercampur. Kami hendak mengujinya dengan beban perintah dan larangan. Karena itu kami jadikan ia mendengar dan melihat. Sesungguhnya kami telah menunjukinya jalan yang lurus: Ada yang bersyukur, namun ada pula yang kufur. (Al-Insan: 2-3)”

"Ya Tuhanku, tunjukkanlah kepadaku bagaimana mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu-bapakku. Jadikanlah amal perbuatanku sesuai dengan keridhaanMu dan berikanlah kebaikan kepadaku berkelanjutan sampai kepada anak-cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepadaMu, dan aku adalah orang yang berserah diri. (Al-Ahkaf: 15).

Ah, rasa-rasanya saya iri sama Syahrini yang sedikit banyak telah membumikan kalimat “Alhamdulillah Yaa”. Bukankah ketika kita mencontohkan suatu kebaikan lantas ada orang yang mengikuti kita juga akan mendapat pahala??. Subhanallah, rasa-rasanya tidak sedikit orang yang mulai familiar dengan Alhamdulillah atas peran Syahrini. Mudah-mudahan hal tersebut menjadi ladang kebaikan dan sebab Allah turunkan hidayah kepadanya.” Alhamdulillah Yaa ....”

Dan bagi kita yang selama ini hanya melafalkan tanpa mengetahui akan makna dan keutamaan Alhamdulillah. Mulai sekarang, mari sama-sama kita ucapkan hal itu dengan niat ibadah bukan hanya sekedar candaan belaka. Sebagai perwujudan rasa syukur kita terhadap nikmat Allah SWT. “Alhamdulillah Yaa ....”

"Seandainya kalian menghitung nikmat Allah, tentu kalian tidak akan mampu" (An-Nahl: 18).

“Akhirnya selesai juga ,, Alhamdulillah Yaa ..”

Wa Allahu A’lam

mukminsehat.multiply.com

dinarzulakbar_mail@yahoo.com

Menikmati tantangan hidup


"Saya tidak pernah bekerja seharipun dalam hidup saya. Semuanya hanyalah keasyikan yang menyenangkan". (Thomas Alva Edison)

Ada masa-masa ketika hidup kita dibebani dengan berbagai tugas yang mesti diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Pada saat itu mungkin menjadi masa-masa saat jiwa kita merasakan adrenalin yang tak seperti biasanya.

Pernahkah Anda merasakan hidup yang semakin berat karena tumpukan pekerjaan? jiwa terdesak-desak? Nafas yang berat tersengal-sengal? atau dada yang terasa semakin menyempit karena beban tugas dan pekerjaan? Banyak dari kita tentu pernah merasakan hal itu.

Hikmah, Kata Rasul, adalah hak orang beriman, dimana ia menemukannya maka ia berhak mengambilnya. Pernyataan Thomas Alva Edison, bisa menjadi jawaban sekaligus hikmah bagi kita. Bahwa sesulit apapun pekerjaan yang kita hadapi, seberat apapun tantangan di hadapan kita, selama itu dinikmati, akan menjadi "keasyikan yang menyenangkan". "Nikmatilah pekerjaanmu" kata Konfusius, "maka kamu tidak akan pernah merasa bekerja seumur hidup". Konfusius benar. Lihatlah bagaimana para tokoh besar belajar dan bertumbuh.

Rasulullah shalallahu'alaihi wassalam pernah berpeluh berdarah-darah, namun terus teguh dan tegap mengemban dakwah. Hingga namanya terus harum dalam sejarah. Mengapa? Karena Rasul menikmati pekerjaannya, beliau menikmati dakwahnya.

Abu Bakr Radhiallahu’anhu, tak gentar memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat di zamannya. Ia tak kuatir dengan kecamuk perang. Mengapa? karena Abu Bakr percaya sekaligus menikmati keimanannya serta tugasnya sebagai khalifah.

Umar Radhiallahu’anhu, konon sangat jarang tidur, baik siang maupun malam hari, demi memenuhi hak rakyatnya. Bahkan pernah ia memikul sendiri berkilo-kilo gandum untuk dibagikan langsung pada rakyatnya. Ia tak malu, juga tak mengeluh atas beban-beban di pundaknya. Kok bisa? karena Umar menikmati tanggung jawabnya, ia menikmati amanahnya sebagai khalifah.

Ustman Radhiallahu‘anhu, begitu terkenal dengan kedermawanannya. Ia tak kuatir kekayaannya berkurang saat ia menyedekahkan begitu banyak hartanya di jalan Allah. Kok bisa? Karena Ustman menikmati keyakinan akan balasan bertransaksi dengan Allah.

Ali Radhiallahu’anhu, tak gentar menggantikan Rasul di tempat tidurnya untuk mengelabui sergapan kafir Quraisy. Ia mempertaruhkan nyawanya, kemudian berlari-lari sejauh 450 km, menyusul hijrah Rasul dan para sahabat dari Mekkah ke Madinnah. Kok bisa? Karena Ali menikmati perintah Allah dan Rasul-Nya sekaligus menikmati keimanannya terhadap balasan akan Syurga-Nya.

Syaikh Ahmad Yasin, seorang tua yang sejak lama mengalami lumpuh hampir di sekujur tubuhnya. Namun berhasil memunculkan kebangkitan Islam luar biasa yang menggetarkan zionis israel di Palestina. Beliau lumpuh namun terus berjuang membela Palestina. Kok bisa? Karena Syaikh Yasin menikmati pengorbanannya untuk membebaskan bumi cinta Palestina.

Thomas Alva Edison, ribuan kali gagal dalam percobaannya membuat bola lampu listrik. Ia tak menyerah hingga akhirnya berhasil dengan percobaannya. Kok bisa? Karena Edison menikmati pekerjaannya, menikmati percobaanya.

Para tokoh dan orang-orang besar menikmati tugas-tugasnya. Mereka senang belajar, senang bekerja, atau senang bereksperimen. Kesenangan itulah yang kemudian membawa daya ekstra dan perubahan besar bagi diri mereka, bahkan perubahan bagi episode sejarah zamannya.

Leonardo da Vinci terkenal akan etos kerjanya. Ia begitu gemar memperhatikan dan mengapresiasi fenomena alam serta hubungan antar benda. Hingga kemudian lahirlah "Mona Lisa". Begitu buah dari menikmati pekerjaan.

Einstein begitu kagum pada keajaiban alam dan terus bereksperimen sejak sang ayah menghadiahkan sebuah kompas "ajaib" yang jarumnya selalu menunjuk ke utara. Hingga lahirlah teori relativitas. Ini juga buah dari menikmati pekerjaan.

Bill Gates begitu teguh bekerja mengotak-atik mesin komputernya sejak kecil. Ia sempat drop out dari kampusnya, namun lewat tangannya justru kita mengenal "Microsoft", dan jadilah Bill Gates manusia terkaya. Pun ini buah dari menikmati pekerjaan.

Proses belajar / bekerja yang menyenangkan menciptakan daya tumbuh yang luar biasa. Maka mulai hari ini mari buat hidup kita menyenangkan. Buat proses belajar dan bekerja kita menjadi sangat menyenangkan. Kita boleh lelah, kita boleh sejenak kalah, tapi kita tak boleh patah. Kita, sebagaimana firman Allah, tak boleh putus asa. Terkait hal ini, Saya mengingat kekata powerfull dari Winston Churcill, dalam pidatonya di Harrold School pada 1941: “Never, ever, ever, ever, ever, ever, ever give up!”. Singkat namun bernas.

Hidup adalah pilihan. Pilihan untuk menjalani hidup dan menghadapi semua tantangan yang datang. Pidato Churcill bisa menjadi hikmah untuk kita, agar “jangan, jangan dan janganlah sekali-kali menyerah dalam hidup.”

Karena itu, mari kita belajar memahami lebih dalam, bahwa kesulitan, ketegangan, tekanan-tekanan hidup adalah bagian dari siklus hidup. Dalam lingkaran perjalanan kita yang terus berputar ke depan, rasa-rasa itu niscaya akan berulang menghampiri kita. Maka terhadap semua tugas-tugas dan pekerjaan hidup kita, mari kita nikmati perjalanannya. Karena kemampuan untuk membuat proses hidup lebih menyenangkan akan menghasilkan pencapaian hidup yang juga menyenangkan.

Maka berderet nama-nama manusia besar; Rasulullah Shalallahu’alahi wassalam, Abu Bakr, Umar, Ustman, Ali, Syaikh Ahmad Yasin, Thomas Alfa Edison, hingga Bill Gates telah meraih pencapaian luar biasa dalam hidupnya. Kemudian mencatatkan namanya dalam lembar sejarah. Dan sekali kita bertanya, "Kok bisa?" Ya, karena mereka telah berhasil menikmati hidup. Karena mereka telah berhasil menikmati setiap jengkal tantangan hidup. Mereka bisa. Selanjutnya kita. Insya Allah.

www.deatantyo.wordpress.com
L