Selasa, 15 Mei 2012

Kerja Cerdas dan kerja Keras

aktu saya mulai bekerja 25 tahun lalu, pimpinan
perusahaan tempat saya bekerja mengajarkan
konsep work smart – kerja secara cerdas. Dia tidak
suka kerja lembur dan tidak suka pula bila ada
karyawannya yang kerja sampai larut. Menurut dia hanya
ada dua kemungkinan ketika orang harus secara rutin
bekerja sampai larut, yaitu dia tidak capable untuk
menyelesaikan tugas-tugasnya atau beban kerjanya yang
terlalu tinggi. Keduanya menunjukkan ada sesuatu yang
bermasalah, yang pertama masalah di dirinya sendiri dan
yang kedua adalah masalah kemampuan manajemen dari
atasannya.
Dari perusahaan pertama tersebut saya pindah ke
perusahaan asing dimana banyak sekali expatriate dari
berbagai negara. Ternyata tidak seperti yang kita umumnya
duga, tidak semua expatriate tersebut pinter. Budaya yang
dikembangkan di perusahaan tesebut adalah work hard ,
mereka terbiasa bekerja sampai larut – dan bahkan pucuk
pimpinannya yang workaholic bekerja di hari libur.
Waktu bekerja sebagai karyawan tentu mayoritas kita akan
lebih suka di perusahaan yang model pertama. Tetapi
ternyata ketika terjun berusaha sendiri, keduanya memang
diperlukan. Apalagi di era teknologi informasi yang
semuanya bergerak cepat, nampaknya kita memang perlu
work smart dan work hard untuk minimal bisa survive .
Mengapa work smart saja tidak cukup ?. Skenarionya
kurang lebih begini, saya misalnya bisa mengatur seluruh
pekerjaan saya sehingga terdelegasikan dengan rapi ke
team-team pelaksana dan penanggng jawabnya masing-
masing di lapangan. Satu-satunya pekerjaan saya yang
belum bisa didelegasikan adalah menulis artikel seperti ini.
Untuk setiap tulisan seperti ini diperlukan riset satu - dua
jam dan menulisnya dalam satu jam, jadi dengan tiga jam
pekerjaan saya semua roda usaha saya insyaallah berputar.
Tetapi apakah ini cukup ?, saya gunakan apa sisa waktu
saya setiap hari ?.
Realitanya saya bekerja dua kali lebih panjang dari
kebanyakan pegawai dan bahkan bekerja di hari libur dlsb.
seperti yang tertulis dalam puisi “ Karena Aku Seorang
Pengusaha ”. Apakah ini karena kita merasa tidak cukup
sehingga pingin terus bekerja keras mencari harta ?, tidak
demikian. Lebih seringnya adalah karena kita melihat
peluang-peluang untuk di eksplorasi, melihat masalah-
masalah untuk diatasi dan melihat ide-ide untuk ditindak
lanjuti.
Mengapa work hard saja juga tidak cukup ?. Saya ambilkan
contohnya adalah apa yang dilakukan oleh para petani di
sentra produksi pangan nasional Indonesia yang lagi jadi
objek pengamaatan dan peluang pengembangan kita
akhir-akhir ini. Para petani tersebut banyak yang bekerja
dari habis subuh sampai menjelang magrib, bahkan tidak
jarang dari mereka yang malam-malam –pun ke sawah.
Tetapi apa yang mereka hasilkan ?, hasil panenan mereka
turun tinggal separuhnya dibandingkan dengan puncak
kejayaan mereka tahun 80-an.
Jadi meskipun awalnya berbeda, akhirnya menjadi sama.
Saya yang pingin menerapkan konsep work smart yang
diajarkan bos pertama saya dahulu, ternyata harus work
hard juga. Sebaliknya para petani yang sudah terbiasa work
hard , kini nampaknya mereka harus mulai dijari untuk bisa
work smart juga.
Akhir pekan ini bersama dengan sekitar 20-an pentolan
para petani, kami akan mulai exercise menambahkan
unsur work smart pada kebiasaan work hard mereka. Kita
akan mulai ajak mereka berfikir, mengapa hasil panenan
tahun-tahun ini tinggal separuh ketimbang tiga dasawarsa
lalu. Apa penyebabnya, apa solusinya, apa yang bisa
dilakukan dlsb. dlsb.
Banyak wisdom di dunia pertanian yang orang-orang
dahulu melakukan – yang kini tidak dilakukan lagi, bisa jadi
ini salah satu penyebabnya. Pupuk-pupuk, insektisida dan
pestisida yang dicurahkan ke lahan-lahan pertanian kita
dalam tiga dasawarsa terakhir – bisa jadi ini pula
penyebabnya. Pendek kata para petani yang kini banyak
sudah turun ke generasi kedua yang terdidik, kita rangsang
untuk berfikir dan mencoba.
Dahulu waktu belajar pertanian kita mengenal tiga
bersaudara misalnya, yaitu jagung, waluh dan kacang
panjang. Jagung ditanam dahulu sampai ketika dia
mencapai ketinggian sejengkal, diikuti kacang panjang dan
waluh di sekitarnya.
Jagung yang tumbuh lebih dahulu menjadi rambatan bagi
kacang panjang yang tumbuh berikutnya, kacang panjang
menghasilkan nitrogen yang dibutuhkan oleh jagung dan
waluh. Waluh menutupi tanah dan menjadi mulsa alami,
mencegah penguapan air tanah, mencegah tumbuhnya
gulma dan menjaga suhu tanah.
Jagung bila berdiri sendiri kurang cocok untuk makanan
pokok (seperti dahulu kita biasa makan sego /nasi jagung)
karena dia kurang dalam hal amino acids lysine dan
trypthophan yang dibutuhkan tubuh manusia untuk
menghasilkan protein dan niacin . Tetapi kekurangan ini
dapat dipenuhi dengan mudah oleh biji-biji kacang
panjang, sehingga bila keduanya digabung bisa menjadi
makanan yang seimbang.
Integrasi sejumlah tanaman yang saling menunjang atau
bahkan juga dengan ternak, ungags, ikan dlsb. kini
seharusnya lebih memungkinkan dilakukan karena sumber
informasi yang nyaris tanpa batas. Bahkan kini simulasi-
simulasi dengan computer bisa memberikan kombinasi
yang paling optimal untuk daerah tertentu dengan iklim
tertentu dan sumber alam tertentu.
Bukan hanya dalam hal pertanian kita perlu menginjeksi
work smart kedalam work hard dan sebaliknya work hard
kedalam work smart . Di era informasi intensif seperti
sekarang, ilmu mudah diperoleh oleh siapapun – tetapi
skills untuk bisa menerapkannya yang akan membedakan
yang survive dengan yang tidak – dan ini menunutu work
hard di lapangan.
Sebaliknya juga demikian, di negeri yang penduduknya
sudah mendekati ¼ milyar ini, work hard saja hanya akan
menjadikan kita buruh di negeri sendiri. Work smart-lah
yang akan membuat kita memahami masalah
mengatasinya dan menangkap peluang yang hadir
bersamanya. Fa inna ma’al ‘usri yusra, inna ma’al ‘usri
yusra . Insyaallah.

muhaimin Iqbal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar