Selasa, 08 Mei 2012

Kisah suami yg berbohong kp istrinya . . inspiratif

Pernikahan itu telah berjalan empat (4)
tahun, namun pasangan suami istri itu belum
dikaruniai seorang anak. Dan mulailah kanan kiri
berbisik-bisik: "kok belum punya anak juga ya,
masalahnya di siapa ya? Suaminya atau istrinya ya?".
Dari berbisik-bisik, akhirnya menjadi berisik.
Tanpa sepengetahuan siapa pun, suami istri itu pergi
ke salah seorang dokter untuk konsultasi, dan
melakukan pemeriksaaan. Hasil lab mengatakan
bahwa sang istri adalah seorang wanita yang mandul,
sementara sang suami tidak ada masalah apa pun dan
tidak ada harapan bagi sang istri untuk sembuh dalam
arti tidak peluang baginya untuk hamil dan
mempunyai anak.
Melihat hasil seperti itu, sang suami mengucapkan:
inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, lalu
menyambungnya dengan ucapan: Alhamdulillah.
Sang suami seorang diri memasuki ruang dokter
dengan membawa hasil lab dan sama sekali tidak
memberitahu istrinya dan membiarkan sang istri
menunggu di ruang tunggu perempuan yang terpisah
dari kaum laki-laki.
Sang suami berkata kepada sang dokter: "Saya akan
panggil istri saya untuk masuk ruangan, akan tetapi,
tolong, nanti anda jelaskan kepada istri saya bahwa
masalahnya ada di saya, sementara dia tidak ada
masalah apa-apa.
Kontan saja sang dokter menolak dan terheran-heran.
Akan tetapi sang suami terus memaksa sang dokter,
akhirnya sang dokter setuju untuk mengatakan
kepada sang istri bahwa masalah tidak datangnya
keturunan ada pada sang suami dan bukan ada pada
sang istri.
Sang suami memanggil sang istri yang telah lama
menunggunya, dan tampak pada wajahnya kesedihan
dan kemuraman. Lalu bersama sang istri ia memasuki
ruang dokter. Maka sang dokter membuka amplop
hasil lab, lalu membaca dan mentelaahnya, dan
kemudian ia berkata: "… Oooh, kamu –wahai
fulanyang mandul, sementara istrimu tidak ada
masalah, dan tidak ada harapan bagimu untuk
sembuh.
Mendengar pengumuman sang dokter, sang suami
berkata: inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, dan terlihat
pada raut wajahnya wajah seseorang yang menyerah
kepada qadha dan qadar Allah SWT.
Lalu pasangan suami istri itu pulang ke rumahnya,
dan secara perlahan namun pasti, tersebarlah berita
tentang rahasia tersebut ke para tetangga, kerabat dan
sanak saudara.
Lima (5) tahun berlalu dari peristiwa tersebut dan
sepasang suami istri bersabar, sampai akhirnya
datanglah detik-detik yang sangat menegangkan, di
mana sang istri berkata kepada suaminya: "Wahai
fulan, saya telah bersabar selama Sembilan (9) tahun,
saya tahan-tahan untuk bersabar dan tidak meminta
cerai darimu, dan selama ini semua orang berkata:"
betapa baik dan shalihah-nya sang istri itu yang terus
setia mendampingi suaminya selama Sembilan tahun,
padahal dia tahu kalau dari suaminya, ia tidak akan
memperoleh keturunan". Namun, sekarang rasanya
saya sudah tidak bisa bersabar lagi, saya ingin agar
engkau segera menceraikan saya, agar saya bisa
menikah dengan lelaki lain dan mempunyai
keturunan darinya, sehingga saya bisa melihat anak-
anakku, menimangnya dan mengasuhnya.
Mendengar emosi sang istri yang memuncak, sang
suami berkata: "istriku, ini cobaan dari Allah SWT,
kita mesti bersabar, kita mesti …, mesti … dan mesti
…". Singkatnya, bagi sang istri, suaminya malah
berceramah di hadapannya.
Akhirnya sang istri berkata: "OK, saya akan tahan
kesabaranku satu tahun lagi, ingat, hanya satu tahun,
tidak lebih".
Sang suami setuju, dan dalam dirinya, dipenuhi
harapan besar, semoga Allah SWT memberi jalan
keluar yang terbaik bagi keduanya.
Beberapa hari kemudian, tiba-tiba sang istri jatuh
sakit, dan hasil lab mengatakan bahwa sang istri
mengalami gagal ginjal.
Mendengar keterangan tersebut, jatuhnya psikologis
sang istri, dan mulailah memuncak emosinya. Ia
berkata kepada suaminya: "Semua ini gara-gara kamu,
selama ini aku menahan kesabaranku, dan jadilah
sekarang aku seperti ini, kenapa selama ini kamu
tidak segera menceraikan saya, saya kan ingin punya
anak, saya ingin memomong dan menimang bayi, saya
kan … saya kan …".
Sang istri pun bad rest di rumah sakit.
Di saat yang genting itu, tiba-tiba suaminya berkata:
"Maaf, saya ada tugas keluar negeri, dan saya
berharap semoga engkau baik-baik saja".
"Haah, pergi?". Kata sang istri.
"Ya, saya akan pergi karena tugas dan sekalian
mencari donatur ginjal, semoga dapat". Kata sang
suami.
Sehari sebelum operasi, datanglah sang donatur ke
tempat pembaringan sang istri. Maka disepakatilah
bahwa besok akan dilakukan operasi pemasangan
ginjal dari sang donatur.
Saat itu sang istri teringat suaminya yang pergi, ia
berkata dalam dirinya: "Suami apa an dia itu, istrinya
operasi, eh dia malah pergi meninggalkan diriku
terkapar dalam ruang bedah operasi".
Operasi berhasil dengan sangat baik. Setelah satu
pekan, suaminya datang, dan tampaklah pada
wajahnya tanda-tanda orang yang kelelahan.
Ketahuilah bahwa sang donatur itu tidak ada lain
orang melainkan sang suami itu sendiri. Ya, suaminya
telah menghibahkan satu ginjalnya untuk istrinya,
tanpa sepengetahuan sang istri, tetangga dan siapa
pun selain dokter yang dipesannya agar menutup
rapat rahasia tersebut.
Dan subhanallah …
Setelah Sembilan (9) bulan dari operasi itu, sang istri
melahirkan anak. Maka bergembiralah suami istri
tersebut, keluarga besar dan para tetangga.
Suasana rumah tangga kembali normal, dan sang
suami telah menyelesaikan studi S2 dan S3-nya di
sebuah fakultas syari'ah dan telah bekerja sebagai
seorang panitera di sebuah pengadilan di Jeddah. Ia
pun telah menyelesaikan hafalan Al-Qur'an dan
mendapatkan sanad dengan riwayat Hafs, dari 'Ashim.
Pada suatu hari, sang suami ada tugas dinas jauh, dan
ia lupa menyimpan buku hariannya dari atas meja,
buku harian yang selama ini ia sembunyikan. Dan
tanpa sengaja, sang istri mendapatkan buku harian
tersebut, membuka-bukanya dan membacanya.
Hampir saja ia terjatuh pingsan saat menemukan
rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia
menangis meraung-raung. Setelah agak reda, ia
menelpon suaminya, dan menangis sejadi-jadinya, ia
berkali-kali mengulang permohonan maaf dari
suaminya. Sang suami hanya dapat membalas suara
telpon istrinya dengan menangis pula.
Dan setelah peristiwa tersebut, selama tiga bulanan,
sang istri tidak berani menatap wajah suaminya. Jika
ada keperluan, ia berbicara dengan menundukkan
mukanya, tidak ada kekuatan untuk memandangnya
sama sekali. (sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar