Rabu, 02 Mei 2012

Potret Suram Pendidikan Nasional

Bagi bangsa yang ingin maju dan unggul dalam persaingan global,
pendidikan merupakan kunci utamanya. Pendidikan adalah tugas negara yang
paling penting dan sangat strategis. Sumber daya manusia yang berkualitas
merupakan prasyarat dasar bagi terbentuknya peradaban yang baik. Sebaliknya
sumberdaya manusia yang buruk, akan secara pasti melahirkan masyarakat
yang buruk pula.
Untuk mengantar kepada visi pendidikan yang demikian, dan melihat realitas
pendidikan di negeri ini masih sangat jauh dari harapan . Bahkan, jauh
tertinggal dari negara – negara lain. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari tiga
hal :
Pertama, paradigma pendidikan nasional yang sangat sekuler dan
materialistik sehingga tidak menghasilkan manusia yang berkualitas utuh, lahir
dan batin.
Kedua, semakin mahalnya biaya pendidikan dari tahun ke tahun.
Ketiga, rendahnya kualitas SDM yang dihasilkan untuk bersaing secara global.

Sistem pendidikan yang sekuler materialistik tersebut sebenarnya hanyalah
merupakan bagian belaka dari sebuah sistem kehidupan berbangsa dan
bernegara yang juga sekuler dan materialistik. Memang, dalam sistem sekuler
materialistik itu, yang namanya pandangan, aturan, dan nilai – nilai Islam tidak
pernah secara sengaja digunakan untuk menata berbagai bidang, terutama
dalam pendidikan ini. Karena itu, di tengah-tengah sistem sekuleristik lahirlah
berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai agama dan segala akibat-
akibatnya yang menimpa bangsa dan negara ini.
Paradigma Pendidikan Nasional
Dalam UU Sisdiknas N0. 20 Tahun 2003 tampak jelas adanya dikotomi
pendidikan agama dan umum yang bisa melahirkan pendidikan sekuler
materialistik. Padahal sistem pendidikan yang dikotomis semacam ini telah
terbukti gagal melahirkan manusia utuh (soleh) yang berkepribadian Islam
sekaligus mampu menjawab tantangan dan perkembangan penguasaan sains
dan teknologi.
Dari sistem pendidikan ini, terdapat kesan yang kuat bahwa pengembangan
ilmu-ilmu (iptek) yang dilakukan Depdiknas dipandang sebagai tidak
berhubungan dengan Agama (Islam). Sementara pembentukan karakter siswa
yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan, justeru kurang
tergarap secara serius. Kurikulum Agama (Islam) hanya ditempatkan sekadar
sebagai salah satu aspek yang perannya sangat minimalis dan bukan menjadi
dasar utama dari seluruh aspek kehidupan.
Ini artinya, sangat jelas tidak akan mampu mewujudkan anak didik yang
sesuai. (sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar