Minggu, 13 Mei 2012

Tiga cara melihat Uang

Apakah Anda mengalami salah satu atau beberapa
gejala berikut ini?
Kesulitan mendapatkan uang yang Anda
butuhkan?
Merasa lelah bekerja keras dan membanting
tulang untuk mendapatkan uang?
Merasa telah mengerahkan segala cara namun
uang yang Anda harapkan tak kunjung datang?
Jika jawaban Anda adalah ”ya” terhadap salah
satu, sebagian atau semua pertanyaan di atas,
mungkin selama ini Anda melihat uang dengan
cara yang salah. Untuk lebih jelasnya, mari kita
simak kisah berikut ini.
Suatu ketika, seorang tukang pembuat taman
mendapatkan pesanan untuk mengerjakan taman
di sebuah rumah. Segera si pembuat taman
menyampaikan rincian biaya yang termasuk
pembelian bahan-bahan, pembelian tanaman dan
upah kerja. Setelah terjadi tawar-menawar singkat
akhirnya harga disepakati dan keesokan harinya si
tukang mulai bekerja. Namun sesungguhnya si
pemilik rumah belum melakukan survei harga
sehingga ia tidak mengetahui berapa harga yang
wajar untuk pekerjaan tersebut. Setelah
pembuatan taman selesai dan pembayaran
dilakukan, si pemilik rumah akhirnya menyadari
bila jumlah yang dibayarkannya jauh di atas harga
wajar. Si tukang memperhitungkan jumlah bahan
yang dibutuhkan hampir dua kali lipat dari jumlah
yang sesungguhnya dipakai. Ia juga menghitung
tenaga kerja tiga kali lebih
banyak dari yang sesungguhnya. Yang lebih parah
Pada umumnya kita semua melihat uang dengan
mata kita. Namun sesungguhnya ada dua cara
lain untuk melihat uang...
lagi, harga tanaman yang ditagihkan empat kali
lebih tinggi dari harga yang sewajarnya. Mungkin
si tukang akan berpendapat, ”Salah sendiri,
kenapa tidak teliti sebelum membeli.” Atau
mungkin malah ia berpikiran, ”Dasar rejeki,
darimana aja dah datangnya.” Sepintas, sepertinya
si tukang diuntungkan karena kecerdikannya dan
si pemilik rumah dirugikan karena kebodohannya.
Tapi benarkah demikian?
Si pemilik rumah, setelah menyadari bahwa dia
dikerjai oleh si tukang, dengan segera
mengurungkan niatnya untuk menyerahkan
pekerjaan lain kepada si tukang. Si pemilik rumah
sebenarnya bermaksud membuat taman yang
lebih besar di rumah lainnya. Namun kali ini ia
lebih hati-hati. Selain ia melakukan survey harga,
ia pun mencari tukang lain yang memberi harga
lebih pantas dengan kualitas yang relatif sama.
Bahkan, ketika salah satu tetangganya tertarik
untuk memakai jasa si tukang, si pemilik rumah
langsung mengingatkan si tetangga dengan
menceritakan kejadian yang dialaminya. Segera
tetangga-tetangga di sekitarnya mengetahui
kejadian tersebut dan akhirnya mereka
mengurungkan niatnya untuk menggunakan jasa
si tukang. Bulan-bulan berikutnya, si tukang sepi
order dan harus mangkal di tempat lain di mana
belum ada orang yang menyadari taktik
dagangnya. Tapi, segera setelah satu orang di
tempat tersebut menyadari dan menceritakannya,
maka si tukang kembali harus berpindah tempat.
Demikian seterusnya ia akan bekerja semakin
keras untuk memburu penghasilan.
Pada umumnya kita semua melihat uang dengan
mata kita. Namun sesungguhnya ada dua cara
lain untuk melihat uang. Selain melihat uang
dengan mata, manusia juga sebenarnya bisa
melihat uang dengan pikiran dan melihat uang
dengan hati. Namun karena sebagian besar dari
kita sejak kecil telah terbiasa melihat uang dengan
mata maka kemampuan kita untuk melihat uang
dengan pikiran dan melihat uang dengan hati
menjadi menurun bahkan hampir hilang. Sampai
sini mungkin para pembaca bertanya-tanya, apa
sebenarnya perbedaan antara melihat uang
dengan mata, melihat uang dengan pikiran dan
melihat uang dengan hati? Semoga ilustrasi
berikut membantu Anda.
Seorang pengamen masuk ke sebuah rumah
makan. Segera ia mendatangi salah satu meja di
mana sebuah keluarga sedang asyik menyantap
ikan bakar. Pengamen itu pun segera memainkan
gitarnya dan mulai menyanyi di dekat keluarga
tersebut. Baru satu baris lagu dinyanyikan, si
pengamen segera menyodorkan kaleng kosong
kepada salah satu anggota keluarga tersebut. Sang
Ibu yang sedang asyik menyantap hidangan dan
tangannya masih belepotan kecap dan sambal
dengan sangat berhati-hati dan bersusah payah
merogoh uang receh dari tasnya. Kehadiran
pengamen ini bukannya memberikan keceriaan
tetapi sungguh mengusik ketenangan pengunjung
yang hadir. Selain suara sang pengamen fals, gitar
tidak berirama, ia pun mendesak pengunjung
untuk segera mengeluarkan uang. Sebelum ada
tanda-tanda pengunjung akan mengeluarkan
uang, si pengamen akan mulai mengetuk-
ngetukkan kaleng kosong tersebut ke meja makan.
Dan sebaliknya, begitu uang diterima, si
pengamen pun langsung pindah ke meja lain.
Pengamen tersebut melihat uang dengan mata.
Dan berapa uang yang ia dapat? Mungkin seratus
perak per pengunjung. Sesekali mereka mungkin
mendapatkan pengunjung yang memberi mereka
lima ratus atau seribu perak.
Di tempat makan yang lain, dengan menu yang
sama yaitu ikan bakar, seorang pengamen lain
mengambil tempat di salah satu sudut. Ia sudah
melengkapi dirinya dengan microphone, gitar dan
harmonika. Pada saat pengunjung mulai
berdatangan, maka pengamen ini pun mulai
melantukan lagu-lagu yang digemari oleh para
pengunjung. Ia sangat terampil memainkan gitar
dan harmonikanya di samping suara yang merdu
ia lantunkan. Setiap kali ia menyelesaikan satu
lagu, ia tidak pernah meminta pengunjung untuk
mengumpulkan uang. Bahkan ia sebenarnya tidak
pernah meminta uang sama sekali selain
meletakkan sebuah kotak persis di samping
tempat ia berdiri. Apa yang terjadi?
Masih melihat uang dengan mata? Maka
julukannya
’mata duitan’. Cara melihat yang berbeda,
memberi
rezeki yang berbeda pula..
Para pengunjung yang merasa terhibur oleh
kehadiran sang pengamen satu per satu mulai
memasukkan uang ke dalam kotak itu. Biasanya,
uang yang dimasukkan adalah uang kembalian
dari membayar makanan mereka. Karena pada
saat mereka memasukkan uang tersebut mereka
tidak direpotkan oleh tangan yang kotor karena
makanan serta mereka sedang memegang uang
pecahan satuan besar plus merasa terhibur
dengan performance si pengamen maka
pengamen kedua ini pun mendapatkan pemberian
yang lebih besar dibandingkan pengamen pertama
sebelumnya. Rata-rata para pengunjung
memberikan seribu perak bahkan cukup banyak
yang memberikan lima ribu perak. Pengamen
yang satu ini melihat uang dengan pikiran. Ia
telah memikirkannya dengan teliti bahwa bila ia
menyodorkan kotak uangnya pada para
pengunjung, maka pengunjung akan memberi
dalam keadaan terpaksa. Dan uang yang diberikan
secara terpaksa biasanya kecil jumlahnya.
Di rumah makan yang lainnya lagi, dengan menu
tetap ikan bakar, pengamen yang berbeda
menggunakan pakaian yang rapi. Dia menyapa
ramah para pengunjung dan menghampiri meja
mereka satu per satu. Dengan sangat sopan dan
bersahabat, ia menanyakan apakah ada lagu
kesukaan pengunjung yang ingin ia nyanyikan.
Bila ada, maka ia pun segera memetik gitarnya
dan melantunkan suaranya dengan merdu khusus
untuk pengunjung tersebut. Pada setiap
kesempatan ia selalu memastikan apakah para
pengunjung bisa menikmati lagu yang ia
nyanyikan dan apakah kehadirannya bisa
menghibur dan menemani para pengunjung yang
sedang menyantap hidangannya. Si pengamen di
sini tidak menyiapkan kotak uang apalagi kaleng
kosong seperti pengamen-pengamen sebelumnya.
Ia hanya menggelar CD lagu-lagunya dan
memasang sebuah banner bertuliskan, ”Marilah
kita bersama-sama mengembalikan masa depan
anak-anak yang putus sekolah.” Memang setengah
dari uang yang diperoleh si pengamen itu akan
disumbangkan untuk membantu anak-anak putus
sekolah di salah satu kampung. Hebatnya lagi, si
pengamen tidak menetapkan harga untuk CD yang
dijualnya itu. Bahkan bila ada pengunjung yang
berminat dengan CD-nya namun kebetulan
kehabisan uang untuk membayar makanan, maka
si pengamen dengan senang hati bersedia
memberikan CD-nya tersebut gratis. Para
pengunjung pun beramai-ramai membeli CD si
pengamen tersebut. Bahkan banyak di antaranya
yang membeli lebih dari satu untuk diberikan
kepada temannya sebagai hadiah. Uang yang
diberikan para pengunjung pun jauh lebih besar.
Rata-rata mereka memberikan uang sepuluh
hingga dua puluh ribu perak namun cukup
banyak juga yang bersedia memberikan lima
puluh hingga seratus ribu perak. Pengamen yang
ketiga ini melihat uang dengan hati. Ia tidak
melihat uang sebagai penghasilannya namun
sebagai ekspresi kepuasan dan keikhlasan para
pengunjung rumah makan tersebut. Bahkan ia
tidak memperhitungkan uang tersebut sebagai
kepentinganya melainkan sebagai kepentingan
orangorang yang menggantungkan harapan
kepadanya.
Apakah Anda sudah melihat uang dengan hati
atau pikiran? Ataukah Anda masih melihat uang
dengan mata? Hati-hati! Ada julukan khusus
untuk orangorang yang selalu melihat uang
dengan mata yaitu ”mata duitan”. Bila Anda
mengalami kesulitan dalam mendapatkan uang
sebagai penghasilan Anda, cobalah untuk
menggunakan mata yang lain dalam melihat uang
tersebut. Melihat uang dengan pikiran
membutuhkan kecerdasan finansial. Melihat uang
dengan hati membutuhkan kecerdasan spiritual
yang diantaranya meliputi keikhlasan dan
kesabaran. Uang yang Anda harapkan mungkin
tidak serta merta langsung Anda rasakan saat itu.
Namun bila sudah tiba saatnya, uang itu akan
datang secara berkelimpahan. Jauh lebih banyak
dari uang yang Anda peroleh secara instan. Cara
melihat yang berbeda ternyata memberikan rejeki
yang berbeda pula. Dunia ini memang mengajar
kita dengan cara yang aneh. Bila kita terlalu
bernafsu untuk mendapatkan uang, justru uang
itu menjauh dari kita. Semoga Anda bisa mulai
melihat uang dengan pikiran dan terlebih lagi
dengan hati.
sumber : kaskus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar