HILFUL FUDHUL dan KOALISI KEUMATAN
Ketika suasana kedzaliman merajalela di Kota Mekah. Kejujuran dinistakan. Banyak tokoh yang diam membisu tidak sanggup berbuat. Maka ketika itulah muncul gagasan Hilful Fudhul (kesepakatan) antara lima suku dari kabilah Quraisy. Mereka adalah Bani Hasyim, Bani Muthalib, Bani Asad, Bani Zuhrah, dan Bani Taim.
Kemudian suku-suku yang telah bersepakat ini mendatangi pejabat yg berbuat zalim karena merampas barang dagangan lalu meminta untuk mengembalikan kepada pemiliknya.
RASULULLAH IKUT KEPADA HILFUL FUDHUL
Rasulullah SAW menghadiri perjanjian ini bersama dengan paman-paman beliau. : “Sungguh aku mengikuti sebuah sumpah perjanjian di rumah Abdullah bin Jad’an dari sebuah perjanjian yang lebih aku cintai daripada aku memiliki unta merah dan seandainya aku diundang untuk mendatangi perjanjian yang seperti itu ketika aku telah mengenal Islam, maka sungguh aku akan memenuhi undangan tersebut” [Ibnu Hisyam 1/154-155]
PKS dan PERSATUAN KEUMATAN
Sejarah mencatat ketika PKS menginisiasi koalisi biasanya berjalan langgeng lebih awet dan mencapai banyak kesepakatan untuk kepentingan umat. Lihatlah Koalisi Poros Tengah, KMP (Koalisi Merah Putih) dan yang cukup langgeng adalah persekutuan antara Gerindra dan PKS yang mengantarkan Gerindra masuk pada persiapan atas. Padahal banyak pengamat meyakini umur koalisi antar parpol sesuatu yg seumur jagung, rentan diobok-obok pihak ketiga akhirnya bubar tanpa kesepakatan yag menguntungkan.
SIKAP PKS BERADA DI KUBU KEUMATAN.
Pimpinan PKS memandang persatuan umat adalah asset yg mahal. Sesuatu yg sudah lama diidamkan. Selain itu pimpinan meyakini jalan ini sebagai perwujudan bekerjasama dalam kebaikan dan ketaqwaan.
Kejelian membaca kebutuhan ummat muncul dalam seruan #2019gantipresiden disambut masyarakat dari berbagai lapisan masyarakat. Mengalahkan isu2 lain. Mardani alisera DPP PKS mampu menjadi faktor perekat berbagai kepentingan umat.
PKS dan FUNGSI PEREKAT
Soliditas PKS Yang "menakutkan" demikian pengamat menilai setelah perolehan PKS di PILGUB Jawa barat mematahkan angka yg disajikan lembaga survey. Pengamat menilai gerak kader dan mesin organisasi efektif bergerak di akar rumput.
Gelagat PKS bergabung ke kubu keummatan diyakini bisa menjadi tulangpunggung yang efektif. Tentu saja gelagat direspon dengan kekhawatiran banyak pihak. Karena umat islam sering ditafsirkan sebagai ancaman bisnis mereka.
PKS DAN UJIAN SOLIDITAS
Alhamdulillah "gerakan" pengundurkan diri secara mendadak sebagian BCAD (Bakal Calon Anggota Dewan) PKS tidak berhasil "menggagalkan pendaftaran PKS sebagai peserta pemilu 2019".
Gerakan pengunduran diri secara tiba2 adalah manuver melawan disiplin organisasi partai manapun. Apalagi langsung dipublish. Sebuah manuver politik yg dinilai banyak orang sebagai respon kekanak-kanakan.
Apakah ada kaitannya pelemahan PKS dengan manuver para cukong politik. Apakah dengan gencarnya postingan yang mendiskreditkam PKS di medsos sebagai bentuk progres report laporan kepada para cukong tersebut?
Biarkan analisa sebagai bentuk kewaspadaan. Asalkan ukhuwah tetap terjaga.
Selasa, 31 Juli 2018
Minggu, 22 Juli 2018
SONY AFIHANDONO,SE CAD DPRD KAB.BOGOR 2019
Songsong Kemenangan 2019, Fraksi PKS Kokohkan Barisan
Jakarta (20/07) -- Sekretaris Fraksi PKS DPR RI, Sukamta mengajak kepada seluruh Anggota Dewan Pusat dan Daerah yang berasal dari Fraksi PKS untuk semakin meningkatkan kualitas dalam menjalankan peran-perannya. Hal ini disampaikan oleh Sukamta dalam pembukaan acara rapat kerja, konsolidasi dan Halal Bi Halal yang digelar oleh Fraksi PKS DPR, Kamis 19 Juli 2019.
"Hari ini kita kokohkan kembali komitmen fraksi PKS untuk memperjuangkan tiga isu besar garis perjuangan fraksi PKS, yaitu kerakyatan, keumatan dan pengokohan nasionalisme Indonesia. Kita pastikan, fraksi PKS dari Pusat dan daerah selalu menjadi yang terdepan dalam memperjuangkan kepentingan rakyat dan umat," ungkap wakil rakyat yang berasal dari Dapil Jogjakarta ini.
Sukamta menyebutkan, kinerja baik yang ditunjukan oleh Anggota Dewan dapat menjadi salah satu faktor kemenangan PKS pada Pemilu 2019 mendatang.
"Fraksi Pusat dan daerah memiliki peran yang signifikan dalam pemenangan 2019. Penting fraksi secara nasional memiliki kesamaan arah dan strategi. Sehingga manfaat dan dampaknya benar-benar dirasakan oleh rakyat yang akan menghasilkan kekuatan yang dahsayat untuk pemenangan 2019," terang Sukamta.
Meskipun memiliki jumlah anggota dewan yang tidak terlalu besar, Sukamta percaya bahwa dengan 1200 anggota dewan yang dimiliki oleh PKS dapat memberikan kebermanfatan yang nyata kepada masyarakat dan umat.
"Jumlah aleg saat ini di pusat ada 40 orang, namun jika digabung (dengan) daerah, jumlah mencapai kurang lebih 1200 orang. Jumlah ini belum besar jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhan anggota dewan pusat dan daerah. Namun, kita menegaskan bahwa 1200 orang ini memiliki kapasitas nasional dan jama'i, sehingga kehadirannya dirasakan oleh rakyat," ungkap Sukamta.
Kegiatan yang digelar selama dua hari ini, Sukamta berharap dapat memberikan sumbangsih yang nyata kepada masyarakat dan kemenangan PKS mendatang.
Sumber : pks.id
Jakarta (20/07) -- Sekretaris Fraksi PKS DPR RI, Sukamta mengajak kepada seluruh Anggota Dewan Pusat dan Daerah yang berasal dari Fraksi PKS untuk semakin meningkatkan kualitas dalam menjalankan peran-perannya. Hal ini disampaikan oleh Sukamta dalam pembukaan acara rapat kerja, konsolidasi dan Halal Bi Halal yang digelar oleh Fraksi PKS DPR, Kamis 19 Juli 2019.
"Hari ini kita kokohkan kembali komitmen fraksi PKS untuk memperjuangkan tiga isu besar garis perjuangan fraksi PKS, yaitu kerakyatan, keumatan dan pengokohan nasionalisme Indonesia. Kita pastikan, fraksi PKS dari Pusat dan daerah selalu menjadi yang terdepan dalam memperjuangkan kepentingan rakyat dan umat," ungkap wakil rakyat yang berasal dari Dapil Jogjakarta ini.
Sukamta menyebutkan, kinerja baik yang ditunjukan oleh Anggota Dewan dapat menjadi salah satu faktor kemenangan PKS pada Pemilu 2019 mendatang.
"Fraksi Pusat dan daerah memiliki peran yang signifikan dalam pemenangan 2019. Penting fraksi secara nasional memiliki kesamaan arah dan strategi. Sehingga manfaat dan dampaknya benar-benar dirasakan oleh rakyat yang akan menghasilkan kekuatan yang dahsayat untuk pemenangan 2019," terang Sukamta.
Meskipun memiliki jumlah anggota dewan yang tidak terlalu besar, Sukamta percaya bahwa dengan 1200 anggota dewan yang dimiliki oleh PKS dapat memberikan kebermanfatan yang nyata kepada masyarakat dan umat.
"Jumlah aleg saat ini di pusat ada 40 orang, namun jika digabung (dengan) daerah, jumlah mencapai kurang lebih 1200 orang. Jumlah ini belum besar jika dibandingkan dengan jumlah keseluruhan anggota dewan pusat dan daerah. Namun, kita menegaskan bahwa 1200 orang ini memiliki kapasitas nasional dan jama'i, sehingga kehadirannya dirasakan oleh rakyat," ungkap Sukamta.
Kegiatan yang digelar selama dua hari ini, Sukamta berharap dapat memberikan sumbangsih yang nyata kepada masyarakat dan kemenangan PKS mendatang.
Sumber : pks.id
Minggu, 16 Oktober 2016
Belajar dari Kisah Salim bin Abdullah bin Umar bin Khathab
Anak Umar bin Khathab banyak, akan tetapi yang paling
mirip dengannya adalah Abdullah. Abdullah bin Umar juga mmeiliki banyak anak,
bahkan lebih banyak daripada anak ayahnya, dan yang paling mirip dengan
Abdullah adalah Salim.
Salim bertempat tinggal di kota Thaibah Madinah
Al-Munawarah. Ketika itu kota tersebut dalam kondisi makmur dan kaya raya.
Rizki dan kenikmatan melimpah ruah dan belum pernah disaksikan yang seperti itu
sebelumnya. Rezeki datang dari segala penjuru, para khalifah Bani Umayah
membanjirinya dengan kekayaan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Namun hal itu tidaklah membuat Salim terpikat dengan
harta seperti yang lain, dan tidak pula menggandrungi keindahan-keindahan yang
sementara dan fana. Sebaliknya dia senantiasa berzuhud atas apa yang ada di
tangan manusia demi mengharapkan apa yang ada di sisi Allah. Beliau berpaling
dari hal-hal yang fana untuk menggapai kenikmatan yang abadi.
Tak terhitung seringnya khalifah Bani Umayah ingin
memberikan hadiah berbagai kenikmatan bagi beliau dan bagi yang lainnya, namun
beliau tetap berpegang pada kezuhudannya, tidak tamak terhadap apa yang ada di
tangan orang lain dan memandang rendah dunia beserta isinya.
Tahun itu, khalifah Sulaiman berkunjung ke Makkah
untuk berhaji. Pada saat melakukan thawaf, beliau melihat Salim bin Abdullah
bersimpuh di hadapan Ka’bah denga khusyu’. Sementara air matanya meleleh di
kedua pipinya. Seakan ada lautan air mata di balik kedua matanya.
Usai thawaf dan shalat dua raka’at, khalifah berusaha
menghampiri Salim. Orang-orang memberinya tempat, sehingga dia bisa duduk
bersimpuh hingga menyentuh kaki Salim. Namun Salim tidak menghiraukannya karena
asyik dengan bacaan dan dzikirnya.
Diam-diam khalifah memperhatikan Salim sambil menunggu
beliau berhenti sejenak dari bacaan dan tangisnya. Ketika ada peluang, khalifah
segera menyapa,
Khalifah, “Assalamu’alaika warahmatullah wahai Abu
Umar.”
Salim, “Wa’alaikum salam warahmatullah wabarakatuh.”
Khalifah, “Katakanlah apa yang menjadi kebutuhan Anda
wahai Abu Umar, saya akan memenuhinya.”
Salim tidak mengatakan apa-apa sehingga khalifah
menyangka dia tidak mendengar kata-katanya. Sambil merapat, khalifah mengulangi
permintaannya, “Saya ingin Anda mengatakan kebutuhan Anda agar saya bisa
memenuhinya.”
Salim, “Demi Allah, aku malu mengatakannya. Bagaimana
mungkin, aku sedang berada di rumah-Nya, tetapi meminta kepada selain Dia?”
Khalifah terdiam malu, tapi dia tak beranjak dari
tempat duduknya. Ketika shalat usai, Salim bangkit hendak pulang. Orang-orang
memburunya untuk bertanya tentang hadits, dan ada yang meminta fatwa tentang
urusan agama, dan adapula yang meminta untuk dido’akan. Khalifah Sulaiman
termasuk di antara kerumunan itu. Begitu mengetahui hal tersebut, orang-orang
menepi untuk memberinya jalan. Khalifah akhirnya bisa mendekati Salim, lalu
berkata, “Sekarang kita sudah berada di luar masjid, maka katakanlah kebutuhan
Anda agar saya dapat membantu Anda.”
Salim, “Dari kebutuhan dunia atau akhirat?”
Khalifah, “Tentunya dari kebutuhan dunia.”
Salim, “Saya tidak meminta kebutuhan dunia kepada Yang
Memilikinya, bagaimana pula saya akan meminta kepada yang bukan pemiliknya?”
Khalifah malu mendengar kata-kata Salim. Dia berlalu
sambil bergumam, “Alangkah mulianya kalian dengan zuhud dan takwa wahai
keturnan Al-Khathab, alangkah kayanya kalian dengan Allah. Semoga Allah
memberkahi kalian sekeluarga.”
Tahun sebelumnya, Al-Walid bin Abdul Malik juga
menunaikan ibadah haji. Ketika orang-orang telah turun dari Arafah, khalifah
menjumpai Salim bin Abdillah di Muzdalifah. Ketika itu Ibnu Abdillah mengenakan
pakaian ihram.
Al-Walid mengucapkan salam dan do’a, khalifah
memandangi tubuh Salim yang terbuka, tampak begitu sehat dan kekar bagaikan
sebuah bangunan yang kokoh.
Al-Walid, “Bentuk tubuh Anda bagus sekali, wahai Abu
Umar, apakah makanan Anda sehari-sehari?”
Salim, “Roti dan Zaitun dan terkadang daging jika saya
mendapatkannya.”
Al-Walid, “Hanya roti dan zaitun?”
Salim, “Benar.”
Al-Walid, “Apakah kamu berselera memakan itu?”
Salim, “Jika kebetulan aku tidak berselera maka aku
tinggalkan hingga lapar hingga saya berselera terhadapnya.”
Salim tak hanya mirip dengan kakeknya, Al-Faruq Umar
bin Khathab, dalam bentuk fisik dan kezuhudan terhadap dunia yang fana, namun
juga dalam keberaniannya menyampaikan kalimat yang benar meski berat resikonya.
Beliau pernah menemu Hajjaj bin Yusuf untuk
membicarakan tentang kebutuhan kaum muslimin. Hajjaj menyambutnya dengan baik,
dipersilakan duduk di sisinya dan dihormati secara berlebihan. Beberapa saat
kemudian beberapa orang dibawa ke hadapan Hajjaj, pakaiannya compang-camping,
wajahnya pucat dan semua dalam keadaan dibelenggu. Hajjaj menoleh kepada Salim
bin Abdullah dan menjelaskan, “Mereka adalah pembuat onar di muka bumi, menghalalkan
darah yang telah Allah haramkan.”
Dia mengambil pedang dan menyerahkannya kepada Salim
sekaligus memberi isyarat kepada orang pertama, dia berkata kepada Salim,
“Bangkitlah dan tebaslah lehernya!”
Pedang itu diterima oleh Salim, beliau menghampiri orang
yang dimaksud. Seluruh mata menghadap kepadanya untuk melihat apa yang hendak
beliau lakukan. Salim berdiri di depan orang tersebut lalu bertanya,
Salim, “Apakah Anda muslim?”
Tahanan, “Benar saya muslim. Tapi apa perlunya Anda
bertanya demikian? Lakukan saja apa yang diperintahkan kepada Anda!”
Salim, “Apakah Anda shalat shubuh?”
Tahanan, “Sudah saya katakan bahwa saya muslim.
Mengapa Anda bertanya apakah saya shalat shubuh? Adakah orang muslim yang tidak
melaksanakan shalat shubuh?”
Salim, “Saya bertanya, apakah Anda shalat shubuh hari
ini?”
Tahanan, “Semoga Allah memberikan hidayah kepada Anda.
Saya katakan “Ya.” Silakah Anda melaksanaka perintah orang zhalim itu, jika
tidak tentulah dia akan marah kepada Anda.”
Salim bin Abdullah kembali ke hadapan Hajjaj. Sambil
melemparkan pedang yang digenggamnya dia berkata, “Orang ini mengaku sebagai
seorang muslim dan berkata bahwa hari ini sudah shalat shubuh. Saya mendengar
Rasulullah saw bersabda, ‘Barangsiapa shalat shubuh, dia berada dalam naungan
Allah,’ maka saya tidak akan membunuh seseorang yang berada dalam perlindungan
Allah.”
Hajjaj marah mendengarnya dan berkata, “Kami akan
membunuhnya bukan karena meninggalkan shalat, melainkan karena ia membantu
pembunuhan atas khalifah Utsman bin Affan.” Salim berkata, “Padahal ada orang
yang lebih berhak untuk menuntut darah Utsman bin Affan daripada engkau.”
Hajjaj pun diam tak mampu bicara.
Di antara yang menyaksikan kejadian itu pergi di
Madinah dan menceritakan semua yang dilihatnya tentang Salim kepada ayahnya,
Abdullah bin Umar. Ibnu Umar tak sabar ingin segera mendengar cerita orang
tersebut sehingga bertanya mendesak. “Lalu apa yang dilakukan oleh Salim” orang
ini menjelaskan, “Dia melakukan ini dan itu.”
Alangkah gembiranya Abdullah bin Umar. Beliau berkata,
“Bagus! Bagus! Cerdas…cerdas..!”
Ketika khalifah beralih ke tangan Umar bin Abdul Aziz,
khalifah baru itu segera mengirim surat kepada Salim bin Abdullah:
“Amma ba’du, Saya telah menerima ujian dari Allah
untuk mengurusi permasalahan umat tanpa diminta atau dimusyawarahkan terlebih
dahulu dengan saya. Maka dengan ini saya memohon pertolongan Allah yang telah
mengujiku agar berkenan menolongku. Jika surat ini sampai ke tangan Anda, saya
minta agar Anda mengirimkan kepadaku buku-buku tentang Umar bin Khathab,
perilaku dan keputusan-keputusannya sebagai khalifah. Saya ingin sekali
mengikuti jejak beliau dan berjalan mengikuti jalan beliau, semoga Allah
memelihara saya untuk ini. Wassalam.”
Setelah membaca surat tersebut, Salim bin Abdullah
mengirim surat balasan:
“Telah sampai kepadaku surat Anda yang menyatakan
bahwa Allah telah menguji Anda dengan kewajiban mengurus kaum muslimin tanpa
Anda minta dan tanpa dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan Anda. Dan Anda
menginginkan jalan yang telah dilalui Umar bin Khathab. Yang perlu Anda
perhatikan dan ingat selalu bahwa Anda tidak hidup pada zaman Umar bin Khathab
dan tidak didampingi seperti orang-orang yang mendampingi Umar bin Khathab.
Tetapi ketahuilah, bila Anda mempunyai niat untuk berbuat baik dan benar-benar
menginginkannya, niscaya Allah akan membantu Anda bersama para pejabat yang
mendampingi Anda. Hal itu akan datang di luar perhitungan Anda, sebab
pertolongan kepada hamba-Nya didasarkan pada niatnya. Bila berkurang niatnya
pada kebaikan, maka akan berkurang pula pertolongan-Nya. Apabila nafsu Anda
mengajak kepada sesuatu yang tak diridhai allah, maka ingatlah apa yang dialami
oleh para penguasa sebelum Anda.
Maka perhatikanlah betapa rusaknya mata mereka karena
hanya digunakan untuk melihat kenikmatan, perut mereka pecah karena terlalu
kenyang dengan syahwat. Bayangkanlah seandainya jenazah mereka diletakkan di
samping rumah dan tidak dimasukkan ke liang lahat. Tentulah kita akan sengsara
karena baunya dan terkena penyakit karena bau busuknya. Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.”
Kehidupan Salim bin Abdullah bin Umar bin Khathab
penuh dengan taqwa, akrab dengan hidayah, menjauhi kesenangan dunia dan
godaannya, memperlakukannya sesuai dengan jalan yang diridhai Allah. Beliau
makan makanan yang keras dan mengenakan pakaian dari bahan yang kasar,
bergabung dengan pasukan muslimin untuk menghadapi Romawi, dan selalu berusaha
membantu menyelesaikan permasalahan kaum muslimin.
Ketika ajal menjemputnya pada tahun 106 H, duka cita
menyelimuti kota Madinah. Semua orang datang untuk mengantar jenazah dan
menyaksikan pemakamannya. Termasuk Hisyam bin Abdul Malik yang ketika itu
berada di Madinah turun menghadiri pemakaman beliau.
Takjub dengan banyaknya lautan manusia yang mengantar
jenazah Salim bin Abdillah, timbul rasa iri di hatinya sehingga dia bergumam,
“Nanti akan terbukti berapa banyak manusia yang akan menghadiri pemakaman
tatkala khalifah muslimin wafat di negeri mereka.” Kemudian dia berkata,
“Kirimkanlah empat ribu pemuda ke perbatasan.” Maka tahun tersebut dikenal
dengan tahun empat ribu. (Diadaptasi dari Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya, Shuwaru
min Hayati at-Tabi’in, atau Mereka Adalah Para Tabi’in, terj. Abu
Umar Abdillah (Pustaka At-Tibyan, 2009), hlm. 318-326.)
Kamis, 28 April 2016
Langganan:
Postingan (Atom)