Rabu, 28 Oktober 2009

Al-Ikhwan al-Muslimun dan Masalah Kekerasan dan Teror

Jama‘ah al-Ikhwan al-Muslimun mengecam dan menentang kekerasan, serta menolak setiap bentuk kekerasan, apapun sumber dan pemicunya. Sikap ini didasarkan pada pemahaman mereka terhadap nilai-nilai Islam, prinsip-prinsipnya, dan ajaran-ajarannya. Al-Ikhwan al-Muslimun mengesampingkan kekerasaan dalam aksinya, kecuali saat menghadapi musuh penjajah dimana jihad menjadi kewajiban syar‘i dan negara. Adapun di bidang dakwah atau politik, al-Ikhwan al-Muslimun berpegang pada prinsip mengajak dengan hikmah dan nasihat yang baik, demi mengikuti firman Allah Ta‘ala, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (an-Nahl [16]: 125) Jama‘ah juga berpegang pada cara dialog yang tenang sebagai upaya untuk mempersuasi dengan pemikirannya dan langkah politiknya.
Kita menolak secara mutlak pemberontakan bersenjata terahdap masyarakat dan negara. Kita menyerukan untuk menghindari kekerasan dalam segala bentuknya; meyakini bahwa upaya menghilangkan kemungkaran dan memperbaiki masyarakat itu harus dilakukan dengan hikmah dan nasihat yang baik; dan meyakini bahwa dialog merupakan jalan untuk mengokohkan stabilits nasional dan kehidupan bersama. Kita juga menyerukan sikap, ucapan, dan orientasi yang moderat. “Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia.” (al-Baqarah [2]: 143) Kita juga menyerukan penolakan terhadap berbagai bentuk radikalisme.
Al-Ikhwan al-Muslimun, 30 Dzulqa‘dah 1415 H. / 30 April 1995.
Al-Ikhwan al-Muslimun menentang terorisme, baik terorisme negara, atau terorisme individu dan kelompok. Al-Ikhwan al-Muslimun menyerukan definisi yang jelas tentang terorisme agar ia tidak menjadi sarana untuk memerangi kaum tertindas. Al-Ikhwan al-Muslimun memandang jihad melawan penjajah sebagai hak legal yang diakui Islam, sebagaimana ia diakui oleh hukum-hukum agama samawi lainnya dan piagam internasional. Berbagai bangsa di dunia telah melakukannya untuk memerdekakan negerinya di berbagai tempat dan waktu.
Terorisme
Terorisme merupakan istilah baru yang menimbulkan perselisihan besar dalam mendefinisikannya di setiap negara di dunia. Tetapi, definisi yang disepakati adalah: melakukan serangan terhadap orang-orang yang tidak berdosa dengan cara penculikan, teror, gangguan, atau dengan membunuh mereka untuk merealisasikan tujuan-tujuan politik yang tidak ada kaitannya dengan mereka.
Sesuai definisi ini, kita katakan bahwa Islam menolak terorisme dan tidak menerima tindakan menyakiti individu, bangsa, dan bahkan binatang. Hadits tentang seorang wanita yang masuk neraka karena mengurung kucing tanpa memberi makanan merupakan hadits yang populer. Islam memerintahkan kelembutan, bahkan terhadap musuh, serta melarang menyakiti mereka tanpa sebab. Allah Ta‘ala berfirman:
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (al-Baqarah [2]: 190)
Pada saat membolehkan perang, Allah menyebutnya jihad di jalan Allah, agar setiap tujuan yang tidak diridhai Allah itu tersingkir dari daftar alasan-alasannya. Tetapi bila hak, kehormatan, agama, dan tanah air suatu masyarakat dilanggar, dan dalam pelanggaran ini digunakan setiap sarana yang bisa disebut teror, maka mereka berhak melakukan serangan serupa. Allah berfirman:
“Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu.” (al-Baqarah [2]: 194)
Tetapi bila serangan ini bisa dibendung, maka sikap sabar dan tidak melakukan serangan serupa merupakan sikap yang terbaik, demi untuk menebar suasana maaf, toleransi, dan perbaikan hubungan di antara manusia. Allah Ta‘ala berfirman:
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” (asy-Syura [42]: 40)
Ketika terjadi peperangan, seorang mujahid muslim harus tetap berpegang pada hukum-hukum Islam. Ia tidak boleh membunuh anak-anak, wanita dan orang tua yang tidak ikut berperang, para rahib di tempat-tempat peribadatan, para pelayan dan buruh, dan para pedagang. Pesan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu kepada pasukan pertama yang dikirimnya ke semenanjung jazirah Arabia untuk memerangi Romawi merangkum pesan-pesan ini dan menjelaskannya dalam kalimat yang paling gamblang:
“Janganlah kalian melakukan mutilasi, jangan membunuh anak kecil, orang tua, dan perempuan. Jangan menebang dan membakar pohon kurma, jangan menebang pohon yang berbuah, jangan menyembelih kambing, sapi, dan unta kecuali untuk dimakan. Kalian akan menjumpai kaum yang mengabdikan dirinya di tempat-tempat peibadatan. Biarkanlah mereka melakukan apa yang mereka lakukan..” Al-Mudawwanah, jld. II, hlm. 7, dan Tarikh ath-Thabari.
Referensi :
Kharithah Masyru‘ ur-Ru’yah asy-Syamilah li Jama‘ah Al-Ikhwan al-Muslimun 1426 H / 2005 M (Peta Proyek Visi Komprehensif Jama’ah IM).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar