Jumat, 27 Januari 2012

Rabi'ah bin ka'ab, sahabat yg rendah hati

di usia muda, jiwanya sudah
cemerlang dengan cahaya iman. Hatinya
dipenuhi pengertian dan pemahaman tentang
Islam.
Pertama kali berjumpa dengan Rasulullah saw, ia
langsung jatuh cinta dan menyerahkan seluruh jiwa
raganya; menjadi pendamping beliau. Kemana pun beliau
pergi, Rabi'ah bin Ka'ab selalu berada di sampingnya.
Rabi'ah melayani segala keperluan Rasulullah sepanjang
hari hingga habis waktu Isya' yang terakhir. Bahkan lebih
dari itu, ketika Rasulullah hendak berangkat tidur, tak
jarang Rabi'ah mendekam berjaga di depan pintu rumah
beliau. Di tengah malam, ketika Nabi SAW bangun untuk
melaksanakan shalat, seringkali ia mendengar beliau
membaca Al-Fatihah dan ayat-ayat Alquran.
Sudah menjadi kebiasaan Rasulullah saw, jika seorang
berbuat baik kepadanya, maka beliau pasti membalasnya
dengan lebih baik lagi. Begitulah, beliau membalas
kebaikan Rabi'ah dengan kebaikan pula.
Pada suatu hari beliau memanggilnya seraya berkata,
"Wahai Rabi'ah bin Ka'ab, katakanlah permintaanmu,
nanti kupenuhi!"
Setelah diam sejenak, Rabi'ah menjawab, "Ya Rasulullah,
berilah saya sedikit waktu untuk memikirkan apa
sebaiknya yang akan kuminta. Setelah itu, akan
kuberitahukan kepada Anda."
"Baiklah kalau begitu," jawab Rasulullah.
Rabi'ah bin Ka'ab adalah seorang pemuda miskin, tidak
memiliki keluarga, harta dan tempat tinggal. Ia menetap
di Shuffatul Masjid (emper masjid), bersama-sama
dengan kawan senasibnya, yaitu orang-orang fakir dari
kaum Muslimin. Masyarakat menyebut mereka "dhuyuful
Islam" (tamu-tamu) Islam. Bila ada yang memberi hadiah
kepada Rasulullah, maka biasanya beliau memberikannya
kepada mereka. Rasulullah hanya mengambil sedikit saja.
Dalam hati, Rabi'ah bin Ka'ab ingin meminta kekayaan
dunia agar terbebas dari kefakiran. Ia ingin punya harta,
istri, dan anak seperti para sahabat yang lain. Namun,
hati kecilnya berkata, "Celaka engkau, wahai Rabi'ah bin
Ka'ab! Kekayaan dunia akan lenyap. Mengapa engkau tidak
meminta kepada Rasulullah agar mendoakan kepada
Allah kebajikan akhirat untukmu?"
Hatinya mantap dan merasa lega dengan permintaan
seperti itu. Kemudian ia datang kepada Rasulullah dan
berkata, "Wahai Rasulullah, saya mohon agar engkau
mendoakan kepada Allah agar menjadi temanmu di
surga."
Agak lama juga Rasulullah SAW terdiam. Sesudah itu
barulah beliau berkata, "Apakah tidak ada lagi
permintaamu yang lain?"
"Tidak, ya Rasulullah. Tidak ada lagi permintaan yang
melebihi permintaanku," jawab Rabi'ah bin Ka'ab mantap.
"Kalau begitu, bantulah aku dengan dirimu sendiri.
Perbanyaklah sujud," kata Rasulullah.
Sejak itu, Rabi'ah bersungguh-sungguh beribadah, agar
mendapatkan keuntungan menemani Rasulullah di surga,
sebagaimana keuntungannya melayani beliau di dunia.
Tidak berapa lama kemudian Rasulullah SAW
memanggilnya. "Apakah engkau tidak hendak menikah,
hai Rabi'ah?" tanya beliau.
"Saya tak ingin ada sesuatu yang menggangguku dalam
berkhidmat kepada Anda, ya Rasulullah. Di samping itu,
saya tidak mempunyai apa-apa untuk mahar kawin, dan
untuk kelangsungan hidup berumah tangga," jawab
Rabi'ah.
Rasulullah diam sejenak. Tidak lama kemudian beliau
memanggil Rabi'ah kembali seraya bertanya, "Apakah
engkau tidak hendak menikah, ya Rabi'ah?"
Dan Rabi'ah kembali menjawab seperti seperti semula.
Hingga ketiga kalinya Rasulullah memanggil dan bertanya
serupa. Rabi'ah menjawab, "Tentu, ya Rasulullah. Tetapi,
siapakah yang mau kawin denganku, keadaanku seperti
yang Anda maklumi."
"Temuilah keluarga Fulan. Katakan kepada mereka bahwa
Rasulullah menyuruhmu kalian supaya menikahkan anak
perempuan kalian, si Fulanah dengan engkau."
Dengan malu-malu Rabi'ah datang ke rumah mereka dan
menyampaikan maksud kedatangannya. Tuan rumah
menjawab, "Selamat datang ya Rasulullah, dan dan
selamat datang utusan Rasulullah. Demi Allah, utusan
Rasulullah tidak boleh pulang, kecuali setelah hajatnya
terpenuhi!"
Rabi'ah bin Ka'ab kemudian menikah dengan anak gadis
tersebut. Dan Rasulullah juga menghadiahkan sebidang
kebun kepadanya, berbatasan dengan kebun Abu Bakar
Ash-Shiddiq. Suatu ketika, Rabi'ah sempat berselisih
dengan Abu Bakar mengenai sebatang pohon kurma.
Rabi'ah mengaku pohon kurma itu miliknya, sementara
Abu Bakar juga mengakui hal yang sama.
Ketika perselisihan memanas, Abu Bakar sempat
mengucapkan kata-kata yang tak pantas didengar. Setelah
sadar atas ketelanjurannya mengucapkan kata-kata
tersebut, Abu Bakar menyesal dan berkata kepada Rabi'ah,
"Hai Rabi'ah, ucapkan pula kata-kata seperti yang
kulontarkan kepadamu, sebagai hukuman (qishash)
bagiku!"
Rabi'ah menjawab, "Tidak! Aku tidak akan
mengucapkannya!"
"Akan kuadukan kamu kepada Rasulullah, kalau engkau
tidak mau mengucapkannya!" kata Abu Bakar, lalu pergi
menemui Rasulullah SAW.
Rabi'ah mengikutinya dari belakang. Kerabat Rab'iah dari
Bani Aslam berkumpul dan mencela sikapnya. "Bukankah
dia yang memakimu terlebih dahulu? Kemudian dia pula
yang mengadukanmu kepada Rasulullah?" kata mereka.
Rabi'ah menjawab, "Celaka kalian! Tidak tahukah kalian
siapa dia? Itulah "Ash-Shiddiq", sahabat terdekat
Rasulullah dan orang tua kaum Muslimin. Pergilah kalian
segera sebelum dia melihat kalian ramai-ramai di sini.
Aku khawatir kalau-kalau dia menyangka kalian hendak
membantuku dalam masalah ini sehingga dia menjadi
marah. Lalu dalam kemarahannya dia datang mengadu
kepada Rasulullah. Rasulullah pun akan marah karena
kemarahan Abu Bakar. Kemarahan mereka berdua adalah
kemarahan Allah. Akhirnya, aku yang celaka?"
Mendengar kata-kata Rabi'ah, mereka pun pergi. Abu
Bakar bertemu dengan Rasululah SAW dan menuturkan
apa yang terjadi. Rasulullah mengangkat kepala seraya
bertanya pada Rabi'ah, "Apa yang terjadi antara kau
dengan Ash-Shiddiq?"
"Ya Rasulullah, beliau menghendakiku mengucapkan
kata-kata makian kepadanya, seperti yang diucapkannya
kepadaku. Tetapi, aku tidak mau mengatakannya," jawab
Rabi'ah.
Kata Rasulullah, "Bagus! Jangan ucapkan kata-kata itu.
Tetapi katakanlah, semoga Allah mengampuni Abu
Bakar!"
Rabi'ah pun mengucapkan kata-kata itu. Mendengar kata-
kata Rabi'ah, Abu bakar pergi dengan air mata berlinang,
sambil berucap, "Semoga Allah membalasmu dengan
kebaikan, wahai Rabi'ah." Mereka pun hidup rukun kembali. repub.online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar