Sabtu, 02 Maret 2013
sebuah Pencerahan : guru dan orangtua kita
Sebuah Pencerahan, silahkan dibaca.....
Guru dan Orang Tua kita: Al Ustadz Yusuf Supendi,
Lc – Hafizhahullah
Oleh: Farid Nu’man Hasan
Dahulu ...
Beliau –Hafizhahullah- adalah salah satu pendiri
Partai Keadilan (PK) yang kemudian berganti
menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Saat ini
sudah tidak bersama lagi dengan komunitas yang
pernah dia besarkan dan dia pun ikut besar
bersamanya. Keberadaannya sebagai orang tua dan
guru sangat diakui pada komunitas tersebut,
khususnya bagi kader dan produk tarbiyah pada
masa-masa 90-an dan awal 2000-an. Bagi kami,
Beliau adalah guru dari guru-guru kami, Al Muwajih
lil muwajihin. Terasa senang dan terhormat bisa
menjadi murid dari murid-muridnya. Bagi seorang
pembelajar yang baik tidak ada kata: mantan guru
dan mantan orang tua, walaupun guru dan orang
tua tersebut tidak disukainya.
Namun, betapa cepat siang ditelan oleh gelapnya
malam. Beliau yang dahulu begitu dicintai dan
hormati ribuan kader dan murid-muridnya, hari ini
telah membuka front dengan mereka. Peristiwa
pemecatan yang dialaminya beberapa tahun lalu –
dan kami tidak akan membahas itu, membuatnya
marah kepada sebagian qiyadah, lalu bersikap
seakan mereka adalah musuhnya yang harus
dimusnahkan. Kritik demi kritik dilontarkannya
kepada qiyadah tersebut, hingga taraf menyerang
kehidupan pribadi mereka. Lalu disambut oleh
media massa yang memang sangat menyukai dan
menanti kenyataan bahwa; PKS juga bisa pecah!
Kritik itu terus terjadi sampai-sampai nampaknya
Beliau -Hafizhahullah- akan terus melakukannya
sampai benar-benar puas, yang justru itu membuat
jarak antara dirinya dengan kader yang dulunya
begitu mencintainya.
Benar, beberapa tokoh di komunitas tarbiyah ada
yang mengikuti jejaknya baik yang mengundurkan
diri (sebelum dipecat) atau dipecat karena masalah
perbedaan konsep perjuangan, atau juga karena
mereka berlisan tajam menyerang PKS membabi
buta dalam berbagai forum. Hasilnya? Ada sebagian
kecil kader yang mengikuti mereka, tapi umumnya
masih solid bersama jamaah. Lalu media
menyebutnya ini adalah perpecahan –lalu lahirlah
klaim yang beredar: Faksi Keadilan dan Faksi
Sejahtera, ini pula bacaan orang awam terhadap
PKS. Sehingga, berhasil sudah bahwa PKS juga bisa
berpecah seperti yang lainnya ......
Kini ....
Pasca itu, PKS dan kadernya kembali me-recovery
keadaan mereka dari kegaduhan dan kebisingan.
Mencoba untuk tidak mengoyak lagi luka yang
perlahan-lahan mengering, karena memang
perselisihan itu buruk kata Abdullah bin Mas’ud
Radhiallahu ‘Anhu. Kembali sibuk dengan agenda-
agenda kerja dan programnya di semua tingkatan
pengurusan, serta tak lagi ambil pusing dengan
segala komentar miring kepada mereka. Termasuk
dalam menyikapi guru mereka, Al Ustadz Yusuf
Supendi –semoga Allah ‘Azza wa Jalla memberikan
hidayah kepada Beliau dan kita semua.
Semua berjalan mulai tenang, walau ada gelombang
yang sifatnya sporadis mengganggu ketenangan
tersebut. Mulai dari kasus Misbakhun, Fahri Hamzah
dengan “Bubarkan KPK” dan “Selamat Natal”, Nasir
Jamil dengan mengutip Injil, dan sebagainya. Tetapi
ini pun bisa dilewati, baik dilewati dengan
penjelasan, atau karena dilupakan begitu saja.
Hingga akhirnya datang tsunami politik bagi PKS,
akhir Januari dan awal Februari 2013 adalah masa
paling menyesakkan bagi semua jajaran PKS dari
bawah hingga atas, yakni terseretnya Al Ustadz
Luthfi Hasan Ishaq Hafizhahullah –sebagai Presiden
PKS- dalam tuduhan menerima suap dari PT.
Indoguna untuk mendapatkan quota import sapi
bagi mereka. Yang jelas, sampai tulisan ini dibuat,
proses masih berjalan dan belum ada vonis bersalah
untuknya. Tapi, sebagian media, pengamat, dan
publik berbondong-bondong terlanjur
menghakiminya bersalah begitu pula terhadap partai
yang dipimpinnya. Tak ketinggalan Al Ustadz Yusuf
Supendi pun ikut ambil bagian, sepertinya media
menantikan bahkan memancing agar Beliau ikut
menghajar PKS. Sehingga isue tak lagi seputar
daging sapi import, tapi memori publik sengaja
disegarkan dengan kegaduhan tahun-tahun silam –
seperti tudingan penggelapan uang oleh Al Ustadz
Anis Matta dan Al Ustadz Hilmi Aminuddin
Hafizhahumallah- agar nama baik PKS tidak kunjung
pulih.
Allah Ta’ala berfirman :
ْﺫِﺇ ْﻢُﻛﻭُﺀﺎَﺟ ْﻦِﻣ ْﻢُﻜِﻗْﻮَﻓ ْﻦِﻣَﻭ َﻞَﻔْﺳَﺃ ْﻢُﻜْﻨِﻣ ْﺫِﺇَﻭ ِﺖَﻏﺍَﺯ ُﺭﺎَﺼْﺑَﺄْﻟﺍ
ِﺖَﻐَﻠَﺑَﻭ ُﺏﻮُﻠُﻘْﻟﺍ َﺮِﺟﺎَﻨَﺤْﻟﺍ َﻥﻮُّﻨُﻈَﺗَﻭ ِﻪَّﻠﻟﺎِﺑ ﺎَﻧﻮُﻨُّﻈﻟﺍ َﻚِﻟﺎَﻨُﻫ َﻲِﻠُﺘْﺑﺍ
َﻥﻮُﻨِﻣْﺆُﻤْﻟﺍ ﺍﻮُﻟِﺰْﻟُﺯَﻭ ﺎًﻟﺍَﺰْﻟِﺯ ﺍًﺪﻳِﺪَﺷ
(yaitu) ketika mereka (pasukan Ahzab) datang
kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika
tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik
menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu
menyangka terhadap Allah dengan bermacam-
macam purbasangka. Disitulah diuji orang-orang
mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan
goncangan yang sangat. (QS. Al Ahzab (33): 10-11)
Bagi kami, -Anda dan Al Ustadz boleh tidak sepakat
dengan kami –barakallahu fiikum, apa yang
dilakukan oleh Al Ustadz Yusuf Supendi
Hafizhahullah sudah pada tingkatan amarah, bukan
lagi nasihat yang qaulan layyina (perkataan yang
lembut), dan hujjah balighah (argumentasi yang
dalam). Berbagai komentar Beliau, baik dikutip
secara sepotong oleh laman berita online di
internet, atau secara utuh di televisi, begitu terasa
kebencian amarahnya terhadap qiyadah PKS, yang
tentunya tidak bisa diterima oleh kader di
bawahnya. Walau Beliau merasa yang dilakukannya
adalah nahi munkar, pencerahan, dan nasihat untuk
PKS. Namun tidak demikian menurut umumnya
kader PKS.
Petinggi PKS Nampak tidak mempedulikan berbagai
komentar Al Ustadz, tetapi komentar datangnya dari
kader di bawah dan orang lain. Komentar balasan
pun beragam, ada yang mendukungnya namun
cukup banyak yang menyerang balik dengan cap dan
sebutan yang juga tidak kalah pedasnya, dan tidak
layak dilayangkan sesama muslim. Tetapi, inilah
harga yang mesti dibayar olehnya dan oleh siapa
pun yang bersikap sepertinya. Mereka merasa
dianiaya oleh berbagai komentar dari Al Ustadz,
akhirnya api itu mengepulkan asap yang balik
menyesakkan dirinya ... Ini bisa terjadi di komunitas
mana pun, jika Anda menyerang mereka maka
bersiaplah mereka akan mempertahankan diri
bahkan menyerang balik kepada Anda.
Allah Ta’ala berfirman:
ﻻ ُّﺐِﺤُﻳ ُﻪَّﻠﻟﺍ َﺮْﻬَﺠْﻟﺍ ِﺀﻮُّﺴﻟﺎِﺑ َﻦِﻣ ِﻝْﻮَﻘْﻟﺍ ﻻِﺇ ْﻦَﻣ َﻢِﻠُﻇ َﻥﺎَﻛَﻭ ُﻪَّﻠﻟﺍ
ﺎًﻌﻴِﻤَﺳ ﺎًﻤﻴِﻠَﻋ
Allah tidak menyukai Ucapan buruk, (yang
diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang
yang dianiaya. Allah adalah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui. (QS. An Nisa (4): 148)
Dijelaskan dalam Tafsir Al Muyassar:
ﻻ ُّﺐِﺤُﻳ ﻪﻠﻟﺍ ﻥﺃ ﺮﻬﺠَﻳ ٌﺪﺣﺃ ﻝﻮﻘﺑ ،ﺀﻮﺴﻟﺍ ﻦﻜﻟ ﺡﺎﺒُﻳ ﻡﻮﻠﻈﻤﻠﻟ
ﻥﺃ ﺮُﻛﺬَﻳ ﻪﻤﻟﺎﻇ ﺎﻤﺑ ﻪﻴﻓ ﻦﻣ ;ﺀﻮﺴﻟﺍ ﻦِّﻴﺒﻴﻟ ﻪﺘﻤﻠْﻈَﻣ
Allah tidak menyukai seorang pun yang terang-
terangan mengucapkan perkataan yang buruk, tetapi
dibolehkan bagi orang yang dizalimi untuk
menyebutkan pihak yang menzaliminya dengan
perkataan yang terdapat keburukan dalam rangka
menjelaskan kezalimannya itu. (Tafsir Al Muyyasar,
2/146)
Bisa saja Al Ustadz Yusuf Supendi merasa dirinya
yang dizalimi, maka ayat ini adalah hujjah untuknya.
Sebaliknya, kader PKS –padahal mereka adalah
murid-muridnya- akan mengatakan bahwa
merekalah yang dizalimi oleh berbagai komentar Al
Ustadz –Hafizhahullah tentang PKS dan qiyadahnya,
maka ayat ini adalah hujjah bagi mereka.
Kuatkan bukti sebelum menyebutnya bersalah ...
Alangkah baiknya kita semua, termasuk kami dan Al
Ustadz Yusuf Supendi Hafizhahullah memperhatikan
nasihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berikut
ini.
ِﻦﻋ ِﻦْﺑﺍ ٍﺱﺎَّﺒَﻋ َﻲِﺿَﺭ ُﻪﻠﻟﺍ ﺎَﻤُﻬْﻨَﻋ َّﻥَﺃ َﻝﻮُﺳَﺭ ِﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻪﻠﻟﺍ
ﻪﻴﻠﻋ ﻢﻠﺳﻭ :َﻝﺎَﻗ ْﻮَﻟ" ﻰَﻄْﻌُﻳ ُﺱﺎَّﻨﻟﺍ ْﻢُﻫﺍَﻮﻋﺪِﺑ ﻰَﻋَّﺩﻻ ٌﻝﺎَﺟِﺭ
ﻝﺍَﻮْﻣَﺃ ٍﻡﻮَﻗ ،ْﻢُﻫﺀﺎَﻣِﺩَﻭ ِﻦِﻜَﻟَﻭ ُﺔَﻨﻴَﺒﻟﺍ ﻰَﻠَﻋ ،ﻲِﻋَّﺪُﻤﻟﺍ ُﻦﻴﻤَﻴﻟﺍَﻭ
ﻰَﻠَﻋ ﻦَﻣ "ﺮَﻜﻧَﺃ ﺚﻳﺪﺣ ﻦﺴﺣ ﻩﺍﻭﺭ ﻲﻘﻬﻴﺒﻟﺍ ﺍﺬﻜﻫ ﻪﻀﻌﺑ ﻲﻓ
ﻦﻴﺤﻴﺤﺼﻟﺍ.
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Seandainya semua manusia dipenuhi semua
dakwaannya, niscaya akan ada seseorang yang akan
menuntut sebuah kaum darah dan hartanya, tetapi
orang yang mendakwakan (menuduh) mesti
memberikan bukti, dan orang yang mengingkari
mesti bersumpah.” (HR. Bukhari No. 1711, Muslim
No. 4552, Al Baihaqi dalam As Sunan Ash Shaghir
No. 2412, 2413, juga As Sunan Al Kubra No. 10585,
20990, Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Kabir No.
11224, 11225, Ad Daruquthni dalam Sunannya,
4/157, Ibnu Hibban dalam Shahihnya No. 5082,
5083. Ini adalah lafaz menurut Imam Al Baihaqi)
Imam An Nawawi Rahimahullah mengatakan:
ﺍَﺬَﻫَﻭ ﺚﻳِﺪَﺤْﻟﺍ ﺓَﺪِﻋﺎَﻗ ﺓَﺮﻴِﺒَﻛ ْﻦِﻣ ﺪِﻋﺍَﻮَﻗ ﻡﺎَﻜْﺣَﺃ ﻉْﺮَّﺸﻟﺍ ، ِﻪﻴِﻔَﻓ
ُﻪَّﻧَﺃ ﺎَﻟ ﻞَﺒْﻘُﻳ ﻝْﻮَﻗ ﻥﺎَﺴْﻧِﺈْﻟﺍ ﺎَﻤﻴِﻓ ﻪﻴِﻋَّﺪَﻳ ِﺩَّﺮَﺠُﻤِﺑ ُﻩﺍَﻮْﻋَﺩ ، ْﻞَﺑ
ﺝﺎَﺘْﺤَﻳ ﻰَﻟِﺇ ﺔَﻨِّﻴَﺑ ْﻭَﺃ ﻖﻳِﺪْﺼَﺗ ﻰَﻋَّﺪُﻤْﻟﺍ ِﻪْﻴَﻠَﻋ
Hadits ini merupakan kaidah besar di antara kaidah
dalam hukum-hukum syara’, di dalamnya
menunjukkan bahwa laporan manusia tidaklah
diterima jika sekedar tuduhan semata, tetapi
hendaknya dia mendatangkan bukti atau
pembenaran dari orang yang tertuduh. (Al Minhaj
Syarh Shahih Muslim, 12/3)
Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Asy Syaikh
Hafizhahullah mengatakan:
ﺎﻬﻧﺃ ﻢﺳﺍ ﻡﺎﻋ ﻊﻣﺎﺟ ﻞﻜﻟ ﺎﻣ ُﻦﻴِﺒُﻳ ،ﻖﺤﻟﺍ ﻩﺮﻬﻈﻳﻭ
Dia (Al Bayyinah) adalah kata benda yang umum
yang menghimpun apa saja yang dapat menjelaskan
dan menampakkan kebenaran. (Syarh Matn Al
Arbain An Nawawiyah, Syarah hadits No. 33)
Beliau juga mengatakan:
ﻊﻤﺟﺃﻭ ﻞﻫﺃ ﻢﻠﻌﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﺎﻣ ﻝﺩ ﻪﻴﻠﻋ ﺍﺬﻫ :ﺚﻳﺪﺤﻟﺍ ﻦﻣ ﻥﺃ
ﺔﻨﻴﺒﻟﺍ ﻰﻠﻋ ،ﻲﻋﺪﻤﻟﺍ ﻥﺃﻭ ﻲﻋﺪﻤﻟﺍ ﻻ ﺬﺧﺆﺗ ،ﻩﺍﻮﻋﺩ ﻻﻭ
ﺖﻔﺘﻠﻳ ﺎﻬﻟ ﺚﻴﺣ ﻦﻣ ﻪُﺘﺒﻟﺎﻄﻣ ،ﺀﻲﺸﺑ ﻰﺘﺣ ﻲﺗﺄﻳ ﺔﻨﻴﺒﺑ ﺖﺒﺜﺗ
ﻪﻟ ﺍﺬﻫ ﻖﺤﻟﺍ .
Para ulama telah ijma’ atas apa yang ditunjukkan
oleh hadits ini, bahwa bukti mesti disodorkan oleh
pihak yang menuduh, dan penuduh tidak akan
diambil tuduhannya, dan tidak dianggap
tuntutannya itu, sampai dia bisa mendatangkan
bukti yang menguatkan kebenaran tuduhannya.
(Ibid)
Kenapa dibutuhkan bukti? Imam Ash Shan’ani
Rahumahullah menjelaskan hikmahnya:
ﻝﺎﻗ ﺀﺎﻤﻠﻌﻟﺍ ﺔﻤﻜﺤﻟﺍﻭ ﻲﻓ ﻥﻮﻛ ﺔﻨﻴﺒﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﻲﻋﺪﻤﻟﺍ ﻥﺃ
ﺐﻧﺎﺟ ﻲﻋﺪﻤﻟﺍ ﻒﻴﻌﺿ ﻪﻧﻷ ﻲﻋﺪﻳ ﻑﻼﺧ ﺮﻫﺎﻈﻟﺍ ﻒﻠﻜﻓ
ﺔﺠﺤﻟﺍ ﺔﻳﻮﻘﻟﺍ ﻲﻫﻭ ﺔﻨﻴﺒﻟﺍ ﻯﻮﻘﻴﻓ ﺎﻬﺑ ﻒﻌﺿ ﻲﻋﺪﻤﻟﺍ
Berkata para ulama: hikmah tentang keberadaan
bukti bagi si pendakwa (penuduh) adalah karena
posisi penuduh itu lemah, lantaran dia
mendakwakan sesuatu yang berbeda dengan
keadaan yang tampak, maka dia dibebani untuk
memiliki hujjah yang kuat, dan itu adalah bukti,
yang dengannya bisa menguatkan kelemahan si
penuduh. (Subulus Salam, 4/132)
Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan:
ﺐِﻧﺎَﺟَﻭ ﻰَﻋَّﺪُﻤْﻟﺍ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ّﻱِﻮَﻗ َّﻥَﺄِﻟ ﻞْﺻَﺄْﻟﺍ ﻍﺍَﺮَﻓ ﻲِﻓ ﻪﺘَّﻣِﺫ
َﻲِﻔُﺘْﻛﺎَﻓ ِﻦﻴِﻤَﻴْﻟﺎِﺑ ُﻪْﻨِﻣ َﻲِﻫَﻭ ﺔَّﺠُﺣ ﺔَﻔﻴِﻌَﺿ
Pada sisi pihak tertuduh adalah posisi kuat, karena
pada dasarnya dia telah terjamin keadaannya, maka
cukup baginya dengan bersumpah, dan itu
merupakan hujjah yang lemah. (Fathul Bari, 5/283)
Kemudian ….
Jika si penuduh berhasil menunjukkan bukti yang
kuat, valid, dan autentik, dan sudah diakui
kebenarannya oleh para ahli, dan diakui pula oleh
hakim, serta saksi yang adil pun menguatkannya,
sementara pihak yang tertuduh tidak bisa
mengingkari bukti itu, dan juga tidak memiliki bukti
dari sisi dirinya sendiri untuk mementahkan
tuduhan tersebut, sehingga dia hanya bisa
menggunakan sumpah saja padahal sumpah itu
merupakan hujjah yang lemah, maka dia bisa
dihukumi terbukti bersalah atas perbuatannya itu.
Nah, apakah semua ini sudah terlihat pada berbagai
tuduhan Al Ustadz kepada sebagian qiyadah PKS?
Kita tunggu prosesnya ….
Namun, terlanjur berbagai tuduhan itu sudah
menimpa PKS, bahkan dalam kasus sapi import ini,
Al Ustadz Luthfi telah menjadi tersangka (bukan
terdakwa apalagi terpidana) …. Dan bukankah sudah
cukup menjadikannya tersangka untuk menjatuhkan
PKS? Kalau pun Beliau bebas, dan tidak terbukti, toh
publik sudah terlanjur menghakiminya … cukuplah
itu membahgiakan mereka walau dia akhirnya
bebas, dan bergembiralah para pembenci PKS.
Beginilah Ali bin Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu
mengajarkan
Sebuah kisah tenar tentangnya. Beliau pernah
kehilangan baju perang. Belakangan diketahui
bahwa bajunya dicuri oleh seorang Yahudi. Ali
Radhiallahu ‘Anhu menuntut untuk dikembalikan
tapi si Yahudi menolaknya karena dia mengklaim
sebagai miliknya. Akhirnya Ali Radhiallahu ‘Anhu
mengadukan hal ini kepada hakim, dalam
persidangan Ali Radhiallahu ‘Anhu tidak mampu
memberikan bukti yang menguatkan dan
meyakinkan hakim bahwa baju itu adalah miliknya,
dan si Yahudi telah mencuri darinya. Akhirnya,
Hakim memenangkan si Yahudi dan
membebaskannya dari semua tuduhan Ali bin Abi
Thalib Radhiallahu ‘Anhu.
Selesai peristiwa itu, justru si Yahudi mengaku dia
mencuri dari Ali, dan dia masuk Islam karena
terkagum dengan proses ini, dan betapa pentingnya
bukti walau Ali adalah Khalifah dia tetap tidak
dimenangkan karena tidak cukup bukti.
Apakah Ali marah? Apakah Ali dendam? Apakah Ali
mengatakan yang tidak-tidak kepada Hakim atau
kepada si Yahudi setelah itu? Tidak! Dia meridhai
keputusan itu dan bisa menahan lisannya, betapa
pun dia sangat meyakini kebenaran ada pada pihak
dirinya dan kesalahan pada pihak si Yahudi, dan
begitulah kenyataannya!
Belajar dari Ali Radhiallahu ‘Anhu, seandainya
semua tudingan kepada qiyadah PKS yang
dilaporkan Al Ustadz Yusuf Supendi dianggap lemah
dan tidak cukup bukti, maka terimalah kenyataan
itu, jika pun tidak mau terima, maka carilah bukti
lain yang menguatkan kebenaran tuduhannya bukan
mengulang-ulang character assassination
(pembunuhan karakter) terhadap sebagian qiyadah
itu di Media.
Belajar dari Al Ustadz Asy Syaikh Umar At Tilmisani
Rahimahullah
Ketika Beliau ke London, para wartawan
mencecarnya dengan berbagai pertanyaan tentang
pemimpin Mesir. Beliau menolak menjawab, karena
bukan akhlak Islam menceritakan keburukan
pemimpin sendiri di negara lain. (Lihat 100 Nasihat
Pemimpin Ikhwanul Muslimin)
Ya, inilah Syaikh Umar At Tilmisani, mursyid ‘am
ke-3 gerakan Al Ikhwan. Begitu besar permusuhan
pemimpin Mesir kepadanya dan kepada Al Ikhwan.
Tetapi, dia tidak mau membalasnya dengan
menggunjing pemimpin Mesir di tempat yang bukan
seharusnya.
Belajar dari Asy Syaikh Muhammad Al Ghazali
Rahimahullah
Beliau salah satu Syaikhul Ikhwan generasi awal.
Menyatakan mundur dari Al Ikhwan, karena
perselisihannya dengan Mursyid ‘Am ke-2, Asy
Syaikh Hasan Al Hudaibi Rahimahullah. Menurutnya
Asy Syaikh Hasan adalah seorang yang lemah yang
tidak cocok memimpin organisasi sebesar Al Ikhwan.
Namun, hubungan Beliau dengan Mursyid ‘Am baik-
baik saja. Tidak menyerang dan menggunjingnya
baik di depan atau di belakangnya. Bahkan, Beliau
pernah melindungi dan menjaga sepatu Asy Syaikh
Hasan Al Hudaibi ketika sedang menghadiri acara
yang digagas oleh Al Ikhwan. Perbedaan cara
pandang dalam masalah keorganisasian tidak
merusak hubungan pribadi di antara keduanya,
tidak pula dendam.
Semoga Al Ustadz Yusuf Supendi Hafizhahullah,
kami, dan pembaca sekalian, mendapatkan pelajaran
dari sikap-sikap orang shalih ini. Dan, semoga Allah
Ta’ala memberikan kasih sayang dan ampunanNya
kepada guru dan orang tua kita, Al Ustadz Yusuf
Supendi Hafizhahullah, dan juga kepada kita semua,
serta menyatukan hati-hati kaum mu’minin dalam
naungan cinta dan da’wahNya.
Wallahu A’lam
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar