Kamis, 20 Juni 2013
Menghadapi Para Pendengki
Menghadapi Para Pendengki
Oleh: Farid Nu’man Hasan
Menyeru manusia kepada jalan Allah Subhanahu
wa Ta’ala, ibarat perdagangan. Seorang yang
berdagang pasti memiliki pesaing. Ada pesaing
yang sehat dan ada pula yang hasud (dengki). Si
pendengki akan melakukan upaya apa saja untuk
menggembosi pedagang lain yang lebih laku. Ia
katakan kepada manusia: hati-hati dengan
pedagang itu, barang dagangannya syubhat, tidak
berkualitas, tidak orisinil, dan lain-lain, dengan
tujuan pelanggan beralih kepadanya.
Begitu pula segala macam bentuk fitnah, tuhmah
(tuduhan), tha’nah (tikaman), yang dialami
jamaah da’wah dan tokoh-tokohnya. Sayangnya
semua itu bukan hanya datang dari kaum
sekuler yang anti agama, tetapi juga sesama
pejuang Islam yang memiliki bendera dan seruan
yang sama. Lalu bagaimana para da’i
menyikapinya?
Berikut akan kami kutip nasihat Syaikh Dr. ’Aidh
Abdullah Al Qarny hafizhahullah dari buku
Silakan Terpesona, hal. 187. Cet.3, Penerbit
Sahara Publishers. Jakarta, Juni 2005. Beliau
menulis:
Bagaimanapun Anda berbuat baik kepada orang
yang hasud, misalnya membawakan makanan
dan minuman kepadanya, memakaikan
pakaiannya, membawakan air wudhunya,
menyikatkan permadaninya, membersihkan
rumahnya, dan lain-lain, Anda akan tetap
dianggapnya sebagai musuh. Mengapa
demikian? Sebab, hal-hal yang menjadi pemicu
permusuhan dengannya itu masih melekat pada
diri Anda, yaitu keutamaan, ilmu pengetahuan,
tata krama, harta, atau jabatan Anda. Bagaimana
pun Anda tidak akan dapat berdamai dengannya
selama Anda belum menanggalkan karunia-
karunia tersebut dari diri Anda. Orang yang iri
hati akan selalu menunggu-nunggu saat Anda
terpeleset, menanti-nanti kapan Anda terjatuh,
dan berangan-angan suatu saat Anda tergelincir.
Hari terbaik baginya adalah hari Anda jatuh
sakit, malam terindah baginya adalah malam
Anda jatuh miskin, dan saat-saat paling
membahagiakan baginya adalah hari Anda
tertimpa bencana, dan waktu yang paling
disukainya adalah hari Dia melihat Anda gelisah,
resah, sedih, dan rapuh.
Momen yang paling menyiksanya adalah ketika
ia melihat Anda menjadi kaya raya. Berita paling
menyedihkannya adalah ketika Anda meraih
keberuntungan dan menjadi orang terhormat.
Dan bencana paling besar baginya adalah ketika
Anda mendapat promosi.
Tawa Anda adalah tangisnya, pesta Anda adalah
upacara kematiannya, dan keberhasilan Anda
adalah kegagalannya.
Dia akan melupakan segala-galanya tentang diri
Anda, kecuali kesalahan-kesalahan Anda. Dia
tidak memandang apa pun kepada diri Anda,
kecuali pada kekurangan-kekurangan Anda.
Kesalahan Anda yang kecil, baginya lebih besar
daripada gunung Uhud. Dosa Anda yang sepele,
menurutnya lebih berat daripada gunung
Tsahlan. Meskipun Anda lebih fasih daripada
Sahban, baginya Anda lebih gagap daripada
Baqil. Meskipun Anda lebih dermawan daripada
Hatim, baginya Anda lebih kikir darpada Madir.
Meskipun Anda lebih cerdas daripada Asy Syafi’i,
dia memandang Anda lebih bodoh dari pada
Habnaqah.
Orang yang memuji Anda di hadapannya
dianggapnya pendusta. Orang yang menyanjung
Anda di dekatnya dianggapnya orang munafik.
Orang yang memuji Anda di majelisnya
dianggapnya orang rendah yang tak tahu etika.
Sebaliknya, dia mempercayai orang yang
mencela Anda, menyukai orang yang membenci
Anda, mendekati orang yang memusuhi Anda,
menolong orang yang tidak menyukai dan tidak
akrab dengan Anda.
Warna putih menurut pandangan mata Anda,
terlihat hitam baginya. Siang dalam penglihatan
Anda, malam dalam pandangannya.
Maka dari itu, janganlah Anda menjadikannya
sebagai hakim dalam perkara Anda dengan
orang lain, karena dia telah memvonis Anda
bersalah sebelum mendengar tuntutan dan
melihat bukti-bukti. Janganlah Anda
membocorkan rahasia kepadanya, karena dia
sangat bersemangat menyebarkan dan
menyiarkannya. Ia menyimpan kekeliruan Anda
sampai hari ia membutuhkannya dan mencatat
kesalahan Anda sampai hari ia memerlukannya.
Cara menghadapinya hanyalah menghindari dan
meninggalkannya, menghilang dari
pandangannya, menjauhi rumahnya, dan
menyingkir dari tempatnya. Sebab, dia
sebenarnya adalah sang penindas yang
berpenampilan orang yang tertindas. Tak usah
Anda membalasnya, sudah cukup baginya
kepahitan di kerongkongannya, duka nestapa
yang dialaminya, kesedihan yang
merundungnya, dan kecelakaan yang
dirasakannya.
Andalah yang membuatnya sakit dan menderita;
andalah yang membuatnya tidak bisa tidur dan
gundah gulana; andalah yang mendatangkan
kegelisahan, kesedihan, kelelahan, dan keletihan
padanya.
Aku berhasil, maka sujudlah orang yang dulu
mencela diriku
Dia tidak kucela, itulah pemaafan dan
penghinaanku baginya
Itu juga yang kualami di antara keluarga dan
orang sebangsaku
Sebab, barang yang berharga memang aneh di
mana saja berada
Orang yang iri pada kebaikanku, berdusta di
belakangku
Berghibah sembunyi-sembunyi, memuji-muji di
depan mata
Demikian nasihat dari Syaikh Dr. ’Aidh al Qarny
hafizhahullah
Sungguh, kedengkian adalah penyakit mematikan
bagi pengidapnya. Hatinya sempit, jiwanya
bergoncang, pikiran pun buram, karena semua
telah diliputi rasa khawatir terhadap kemuliaan
dan kemajuan orang lain, lalu sedih terhadap
kebahagian orang lain, dan marah terhadap
pujian yang diterima mereka.
Ia menolak dan membantah ketika ada ulama
atau tokoh yang memberi kesaksian positif
terhadap aktivis da’wah lain. Ia cari-cari alasan
agar kesaksian itu menjadi mentah dan tidak
berharga. Sungguh betapa lelah dan payahnya
orang seperti itu. Orang-orang yang disebutnya
ahli bid’ah, ternyata disebut Ahlus Sunnah oleh
para ulama, tokoh yang disebutnya sebagai
teroris dan khawarij, ternyata disebut mujahid
yang syahid oleh para ulama. Akhirnya, ia hidup
hingga matinya diliputi kebencian, angkara
murka, dan tanpa kasih sayang sesama muslim,
kecuali yang dirahmati oleh Allah ’Azza wa Jalla
untuk berubah.
Di mana saja berada, orang-orang seperti ini
menjadi kerikil dalam sepatu bagi saudaranya
sesama muslim. Kecil tetapi mengganggu, atau
seperti kutil, kecil tetapi merusak pemandangan.
Kritik yang dilakukan bukan didasari cinta dan
ilmu, tetapi amarah, dendam, dan pelampiasan
hawa nafsu. Semua akan dilakukan, semua
menjadi sarana, semua yang menjadi musuh
pada masa lalu menjadi kawan masa kini, ....
karena satu tujuan, satu target dan sasaran,
kehancuran da’wah dan tokoh-tokohnya.
Dengki tidaklah memandang usia dan tempat, ia
bisa diidap siapa saja dan hidup di mana saja.
Orang yang menjadi korban juga tidak
memandang usia dan posisi, siapa saja pernah
menjadi sasaran kedengkian. Baik itu jamaah,
ulama, da’i, politisi, tokoh negara, guru,
pedagang, dan sebagainya. Maka carilah ridha
Allah ’Azza wa Jalla dalam berda’wah, jangan
hiraukan ucapan yang melemahkan, tuduhan
yang menggoncangkan, dan fitnah yang
membingungkan, karena ketika Anda
menjadikan Allah ’Azza wa Jalla sebagai satu-
satunya tujuan dan tempat bersandar, maka
musuh-musuhmu akan tidak bisa berbuat apa-
apa kecuali celaka bagi dirinya sendiri.
Wallahu A’lam wa Lillahil ’Izzah
(Farid Nu’man, April 2007, dengan beberapa
editan. Pernah dimuat majalah Tatsqif 2007)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar