Jumat, 18 Januari 2013
engkau dan hartamu milik orangtuamu
Dalam hadis riwayat Thabrani dari Jarir RA,
ada seorang anak muda mengadu kepada
Rasulullah SAW.
Ia berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku ingin
mengambil hartaku.”
Mendengar pengaduan anak muda itu, Rasul berkata,
“Pergilah kamu dan bawa ayahmu kesini!”
Setelah anak muda itu berlalu, Malaikat Jibril turun
menyampaikan salam dan pesan Allah kepada beliau. Jibril
berkata; “Ya, Muhammad, Allah 'Azza wa Jalla
menyampaikan salam untukmu, dan berpesan, kalau orang
tuanya datang, engkau harus menanyakan apa-apa yang
dikatakan dalam hatinya dan tidak didengarkan oleh
telinganya.”
Tak lama, anak muda itu datang bersama ayahnya.
Rasulullah kemudian bertanya orang tua itu. “Mengapa
anakmu mengadukanmu? Apakah benar engkau ingin
mengambil uangnya?”
Sang ayah yang sudah tua itu menjawab, “Tanyakan saja
kepadanya, ya Rasulullah. Bukankah saya menafkahkan uang
itu untuk beberapa orang ammati (saudara ayahnya) atau
khalati (saudara ibu)-nya, dan untuk keperluan saya sendiri?”
Rasulullah bersabda lagi, “Lupakanlah hal itu. Sekarang
ceritakanlah kepadaku apa yang engkau katakan di dalam
hatimu dan tak pernah didengar oleh telingamu.”
Maka wajah keriput lelaki tua itu pun menjadi cerah dan
tampak bahagia. Dia berkata, “Demi Allah, ya Rasulullah,
dengan ini Allah SWT berkenan menambah kuat keimananku
dengan kerasulanmu. Memang saya pernah menangisi nasib
malangku dan kedua telingaku tak pernah mendengarnya.”
Rasulullah mendesak, “Katakanlah, aku ingin
mendengarnya.”
Orang tua itu berkata dengan air mata yang berlinang. “Saya
mengatakan kepadanya kata-kata ini, 'Aku mengasuhmu
sejak bayi dan memeliharamu waktu muda. Semua hasil
jerih-payahku kau minum dan kau reguk puas. Bila kau sakit
di malam hari, hatiku gundah dan gelisah. Lantaran sakit dan
deritamu, aku tak bisa tidur dan resah, bagai akulah yang
sakit, bukan kau yang menderita.”
“Lalu air mataku berlinang-linang dan mengucur deras.
Hatiku takut engkau disambar maut, padahal aku tahu ajal
pasti datang. Setelah engkau dewasa, dan mencapai apa
yang kau cita-citakan, kau balas aku dengan kekerasan,
kekasaran dan kekejaman, seolah kaulah pemberi
kenikmatan dan keutamaan.”
“Sayang, kau tak mampu penuhi hak ayahmu, kau
perlakukan aku seperti tetangga jauhmu. Engkau selalu
menyalahkan dan membentakku, seolah-olah kebenaran
selalu menempel di dirimu. Seakan-akan kesejukan bagi
orang-orang yang benar sudah dipasrahkan.”
Selanjutnya Jabir berkata, “Pada saat itu Nabi langsung
memegangi ujung baju pada leher anak itu, seraya berkata,
‘Engkau dan hartamu milik ayahmu!”
Dari kisah ini, kita bisa mengambil pelajaran bahwa ketika
sudah besar, sebagai anak kadang kita lupa kepada orang tua
yang telah berjuang mencari nafkah untuk kita. Ayah kita
memberikan segala apa yang dimilikinya tanpa pernah
meminta kembali.
Sedangkan kita, ketika akan memberikan sesuatu untuk ayah
dan ibu, begitu banyak pertimbangan. Tak jarang, kita
mencari dan membuat berbagai alasan agar kepunyaan yang
dimiliki tidak berpindah kepada orang tua kita.
Dalam kesempatan ini, marilah kita terus mencintai dan
menyayangi keduanya, sebelum mereka pergi meninggalkan
kita untuk selamanya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar