Jumat, 18 Januari 2013
memuliakan orangtua
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia,” (Qs Al-Isra: 23).
Surah Al-Isra mengisyaratkan keharmonisan dua hubungan
yakni hubungan baik dengan Allah, juga dengan manusia
yang dalam hal ini ialah sosok yang semestinya kita
muliakan, orang tua.
Para mufassir sepakat bahwa perkataan yang mulia menurut
firman Allah di atas ialah mengucapkan kata “ah” kepada
orang tua tidak dibolehkan oleh agama apalagi
mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka
dengan lebih kasar daripada itu.
Penghormatan terhadap orang tua sangat diatur oleh Islam
agar terciptanya hubungan baik antara orang tua dan anak.
Lebih spesifik lagi, penghormatan kepada salah satunya
sungguh telah Rasulullah yang menyatakan seorang laki-laki
datang menghampiri Rasulullah dan bertanya siapakah yang
layak untuk dipatuhi? Rasul pun menjawab, “Ibumu,” hingga
tiga kali berturut-turut, kemudian, “ayahmu”. (HR Bukhari-
Muslim).
Penyebutan lebih dari satu kali dalam hadis Rasul bukan
tanpa makna. Pemaknaan yang luas terhadap apa yang
pernah beliau sampaikan lebih khusus kepada urusan
kepatuhan anak kepada ibu, menjadi kewajiban tersendiri
mengingat ibu adalah sosok yang sangat berperan dalam
kehidupan si anak dari masa kehamilan, kanak-kanak, hingga
dewasa.
Adalah Umar bin Khattab seorang anak yang sangat hormat
kepada ibunya, sampai dalam masalah yang sekecil-kecilnya.
Dalam hal makan, misalnya, ia tidak pernah makan
mendahului ibunya.
Ia bahkan tak berani makan bersama-sama dengan ibunya,
sebab ia khawatir akan mengambil dan memakan hidangan
yang tersedia di meja, sementara ibunya menginginkan
makanan tersebut. Baginya, seorang ibu telah
mendahulukan anaknya selama bertahun-tahun ketika sang
anak masih kecil dan lemah.
Kasih ibu tak pernah terbalas oleh apa pun juga. Yang bisa
dilakukan anak hanyalah memberi penghormatan dan
pelayanan, terutama ketika mereka sudah tua dan dalam
keadaan lemah. Dalam hal ini Rasulullah mengingatkan
kaum Muslimin, "Hidungnya harus direndahkan ke tanah,
hidungnya harus direndahkan ke tanah, hidungnya harus
direndahkan ke tanah."
Beliau ditanya, "Ya Rasulullah, siapa?" Jawabnya, "Orang
yang mendapatkan kesempatan baik untuk membantu
kedua orang tuanya di masa tuanya, baik salah satunya
maupun kedua-duanya, tetapi ia gagal mendapatkan dirinya
masuk surga."
Gagalnya seseorang untuk masuk surga lantaran pengabaian
terhadap hak-hak orang tua, dapat kita simak dalam kisah
Juraij. Juraij adalah remaja yang taat beribadah. Saat ia ingin
melakukan shalat sunah, ibunya memanggilnya.
Kala itu, Juraij bimbang—dahulukan shalat, atau memenuhi
panggilan ibunya? Maka, Juraij pun memilih shalat dan
mengabaikan panggilan Ibunya yang sudah berkali-kali
menggema di telinganya.
Sang ibu pun kecewa, dalam hati, ia berdoa, “Ya Allah,
janganlah Engkau mematikan anakku sebelum ia mendapat
fitnah dari wanita pelacur.” Singkat cerita, Juraij
mendapatkan fitnah dari seorang pelacur karena ia
mengabaikan seruan ibunya.
Menghormati dan memuliakan orang tua bukan saja saat
mereka masih hidup. Ketika beliau wafat, maka sebagai
seorang anak, kita berkewajiban untuk melaksanakan lima
hal, seperti hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud,
kewajiban itu di antaranya ialah menyalatkan keduanya,
membacakan istighfar, melaksanakan wasiatnya,
bersilaturahim kepada kerabatnya, juga menghormati
sahabat-sahabatnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar