Jumat, 18 Januari 2013
mata air keluhuran
Kalau benar hati sang raja. Putera
mahkotanya ternyata seorang pemuda
pemalas. Apatis. Talenta raja-raja tidak
terlihat dalam pribadinya. Suatu saat sang
raja menemukan cara mengubah pribadi
puteranya: the power of love .
Sang raja mendatangkan gadis-gadis cantik
ke istananya. Istana pun seketika perubah jadi taman:
semua bunga mekar di sana. Dan terjadilah itu. Sesuatu
yang memang ia harapkan: puteranya jatuh cinta pada salah
seorang di antara mereka. Tapi kepada gadis itu raja
berpesan, "Kalau puteranya menyatakan cinta padamu,
bilang padanya, "Aku tidak cocok untukmu. Aku hanya cocok
untuk raja atau seseorang yang berbakat jadi raja".
Benar saja. Putera mahkota itu seketika tertantang. Maka ia
pun belajar. Ia mempelajari segala hal yang harus diketahui
seorang raja. Ia melatih dirinya untuk menjadi raja. Dan
seketika talenta raja-raja meledak dalam dirinya. Ia bisa,
ternyata! Tapi kaena cinta!
Cinta telah bekerja dalam jiwa anak muda itu secara
sempurna. Selalu begitu: menggali tanah jiwa manusia,
sampai dalam, dan terus ke dalam, sampai bertemu mata
air keluhurannya. Maka meledaklah potensi kebaikan dan
keluhuran dalam dirinya. Dan mengalirlah dari mata air
keluhuran itu sungai-sungai kebaikan kepada semua yang
ada disekelilingnya. Deras. Sederas arus sungai yang
membanjir, deras mendesak menuju muara. Cinta
menciptakan perbaikan watak dan penghalusan jiwa. Cinta
memanusiakan manusia dan mendorong kita
memperlakukan manusia dengan etika kemanusiaan yang
tinggi.
Jatuh cinta adalah peristiwa paling penting dalam sejarh
kepribadian kita. Cinta, kata Quddamah, mengubah seorang
pengecut menjadi pemberani, yang pelit jadi dermawan,
yang malas jadi rajin, yang pesimis jadi optimis, yang kasar
jadi lembut. Kalau cinta kepada Allah membuat kita mampu
memenangkan Allah dalam segala hal, maka cinta kepada
manusia atau hewan atau tumbuhan atau apa saja,
mendorong kita mempersembahkan semua kebaikan yang
diperlukan orang atau binatang atau tanaman yang kita
cintai. Jatuh cinta membuat kita mau merendah, tapi
sekaligus tertekad penuh untuk menjadi lebih terhormat.
Cobalah simak cerita cinta Letnan Jenderal Purnawirawan
Yunus Yosfiah, yang suatu saat ia tuturkan pada saya dan
beberapa kawan lain. Ketika calon istrinya menyatakan
bersedia berhijrah dari Katolik menuju Islam, ia tergetar
hebat. "Kalau cinta telah mengantar hidayah pada calon
istrinya," katanya membatin, "seharusnya atas nama cinta ia
mempersembahkan sesuatu yang istimewa padanya." Ia
sedang bertugas di Timor Timur saat itu. Maka ia berjanji,
"Besok aku akan berangkat untuk sebuah operasi. Aku
berharap bisa mempersembahkan kepada dedengkot
Fretelin untukmu." Tiga hari kemudian, janji itu ia bayar
lunas!
Gampang saja memahaminya. Keluhuran selalu lahir dari
mata air cinta. Sebab, "cinta adalah gerak jiwa sang pencinta
kepada yang dicintainya," kata Ibnul Qoyyim.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar