Jumat, 18 Januari 2013
sepenggal firdaus . . untuk kita
Bumi tidak cukup untuk dibagi bersama.
Manusia sudah terlalu banyak untuk
sumberdaya yang terlalu sedikit. itu doktrin
Robert Malthus kepada Barat. Maka dunia
pun berubah jadi rimba raya: mari kita adu
kuat untuk merebut sumberdaya bumi.
Sejak itu kompetisi lantas jadi bahasa sosial,
ekonomi dan politik. Watak kita adalah keserakahan. Tidak
ada cinta yang memungkinkan kita saling berbagi. Dua puluh
lima persen penghuni bumi yang bermukim di belahan utara
menguasai tujuh puluh lima persen kekayaan bumi.
Sementara tujuh puluh lima persen penduduk bumi yang
ada dipojok selatan dunia harus berbagi atas dua puluh lima
persen kekayaan yang tersisa. Padahal sebagian besar
sumber daya alam justru dititip Tuhan di belahan selatan.
Inilah imerialisme: mereka menciptakan kesejahteraan
diatas penderiataan bangsa lain.
Itu yang terjadi ketika cinta lenyap dari kehidupan kita. Tidak
ada kedermawanan kolektif yang membuat kita mau
berbagi. Inilah penyakit eksistensial Barat saat ini, kata Erich
Fromm. Cinta sudah habis pupus dari jiwa Barat. Mereka tak
lagi punya cinta. Mereka tak lagi sanggup mencintai. Bumi
pun jadi sempit dan sumpek. Bahkan terasa seperti neraka:
setiap jengkal tanahnya, setiap jenak suasananya adalah
panas. Tak ada ruang yang membuat kita merasa nyaman
menghuninya.
Cintalah yang memungkinkan kita mengubah dunia kita jadi
sepenggal firdaus. Bumi akan terasa nyaman dihuni sumber
kehidupan, kalau kita mau berbagi atas nama cinta.
Keserakahanlah yang membuat bumi jadi sempit. Kalau
sedekah tidak mengurangi kekayaan, seperti sabda
Rosulullah saw, maka berbagi tidak akan membuat kita
kekurangan. Apalagi miskin.
Serakah mendorong orang jadi pelit dan angkuh. Sebab
serakah adalah cara merebut kekayaan, sementara pelit dan
angkuh adalah cara mempertahankannya. Maka kemiskinan
pun mengubah orang jadi pendendam. Sebab
ketidakberdayaan mendorong mereka mencari kambing
hitam. Mereka itulah kambing hitamnya: orang-orang kaya
yang telah mengalahkan mereka dalam pergulatan sosial
ekonomi.
Konflik sosial kita sesungguhnya selalu tercipta di garis batas
itu: antara orang kaya yang pelit dan angkuh dengan orang
miskin yang apatis dan pendendam. Bukan kesenjangan
menciptakan menciptakan konflik. Tapi serakah dan pelitlah
yang membuat orang-orang miskin merasakan pahitnya
mesenjangan itu. Maka mereka bereaksi: jarah, hancurkan
kekayaan mereka! Mereka tidak jadi kaya dengan menjarah.
Tapi mereka puas. Dendam mereka lepas tuntas.
Hanya cinta yang dapat merekatkan mereka. Bersedekahlah,
kata Rasulullah saw, sebab itu akan menghilangkan dendam
orang-orang miskin. ~
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar