Jumat, 18 Januari 2013
kebaikan bulan safar
Shafar adalah bulan baik dan mulia,
sebagaimana sebelas bulan lainnya yang
telah ditetapkan Allah SWT dalam hitungan satu tahun.
Kebaikan bulan tersebut menurut Dr Taisir Rajab Al Tamimi
terletak pada eksistensi bulan tersebut sebagai bulan Allah
yang diperbolahkan bagi manusia untuk melakukan
perbuatan apa saja dengan catatan kebaikan dan takwa.
Adapun anggapan yang memandang bulan shafar sebagai
bulan kesialan dan tidak menguntungkan yang
mengakibatkan sekelompok orang tidak berani melakukan
akad nikah dan bepergian di bulan Shafar, merupakan
pandangan tanpa dasar kuat yang tidak lain merupakan sisa-
sisa kepercayaan kaum Jahiliyah.
Mereka jika hendak bepergian memiliki kebiasaan
melemparkan burung ke udara dan mempercayainya bahwa
jika burung tersebut terbang ke arah kanan maka mereka
jadi bepergian dan jika burung tersebut terbang ke arah kiri,
maka mereka menunda rencana bepergian.
Betapa menyulitkan tradisi tersebut, jika hingga kini masih
ada yang melestarikannya. Pasalnya, bukan hanya akan
mengganggu kegiatan kemanusiaan secara menyeluruh,
melainkan juga menunda banyaknya kebajikan yang
seharusnya dapat dilakukan.
Apalagi, binatang, alam dan segala yang ada di dunia ini
diciptakan dan ditundukkan bagi manusia agar dapat
melaksanakan fungsi kepemimpinan dan memakmurkan
bumi.
Namun demikian, dewasa ini tindakan serupa masih terjadi,
walaupun obyeknya bukan lagi manusia. Penggunaan Paul Si
Gurita, Onta, Babi, Sapi, Burung, dan binatang lain untuk
memprediksi kemenangan pertandingan sepak bola
merupakan kegiatan naif yang menumpulkan akal manusia.
Kebanyakan manusia menyadari bahwa kegiatan tersebut
sekedar mencari sensasi karena keakuratannya tidak valid
sebab sumberdaya binatang hanya terletak pada instingnya.
Bagaimana mungkin akal manusia yang istimewa tunduk
pada insting binatang yang alakadarnya?
Dalam rangka mengarahkan kepercayaan yang salah
menjadi benar, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada 'adwa
(penularan penyakit tanpa seizin Allah), thiyarah
(kepercayaan pada burung yang membawa kesialan),
hammah (kepercayaan burung hantu yang hinggap di atas
rumah sebagai pertanda kematian) dan Shafar (kesialan di
bulan shafar)." (HR. Bukhari Muslim).
Maksud dari hadis tersebuat adalah peniadaan segala bentuk
kepercayaan pada makhluk baik berupa penyakit, benda
(jimat), binatang, bulan tertentu dan semacamnya yang
dipandang membawa kesialan atau mara bahaya. Hal
tersebut karena, pertama: Allah-lah yang menciptakan,
mengatur, menguasai, mengizinkan segala sesuatu terjadi
sesuai dengan takdir-Nya. (QS. Yunus: 31-33). Tanpa izin
Allah, tentu semua kepercayaan itu hanya pepesan kosong
belaka.
Kedua, Rasulullah SAW mengganti kepercayaan buruk
dengan cara berpikir positif bahwa yang bermanfaat bagi
manusia terhadap sesamanya dan Allah SWT adalah berpikir
baik dan positif dalam bentuk perkataan baik sebab
perkataan baik merupakan representasi pikiran yang baik.
Ketiga, berkeyakinan bahwa tidak ada yang dapat
membahayakan manusia selama dirinya mengingat terus
Allah dan berpegang teguh pada agama-Nya. Rasulullah
SAW bersabda, "Barang siapa yang dipalingkan dari
keperluannya oleh perasaan bernasib sial, maka sungguh dia
telah bersuat syirik."
Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apa penebus
perasaan itu." Beliau menjawab, "Salah seorang dari kalian
mengucapkan, ‘Wahai Allah, tidak ada kebaikan melainkan
kebaikan-Mu. Tidak ada kesialan kecuali kesialan yang
engkau takdirkan dan tidak ada sembahan selain-Mu’." (HR.
Ahmad).
Dari petunjuk Rasulullah SAW tersebut tampak jelas bahwa
tidak manusia, benda, binatang, hari maupun bulan yang
membuat diri kita menjadi sial, kecuali kesialan yang kita
ciptakan sendiri dalam bentuk perbuatan buruk, dosa dan
melanggar aturan agama. Wallahu a'lam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar