Jumat, 18 Januari 2013
sikap khusnudzon alias berbaik sangka
Rasulullah SAW selalu mencontohkan
kepada para sahabatnya untuk berbaik
sangka terhadap semua orang.
Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa suatu ketika
Rasulullah mengutus Umar untuk menarik zakat, tetapi Ibnu
Jamil, Khalid bin Walid, dan Abbas paman Rasulullah tidak
menyerahkan (zakat).
Sehingga beliau bersabda, "Tidak ada sesuatu yang membuat
Ibnu Jamil enggan untuk menyerahkan zakat, kecuali karena
dia fakir, kemudian Allah menjadikannya kaya."
"Adapun Khalid, sesungguhnya kalian telah berbuat zalim
terhadapnya (karena) ia menginfakkan baju besi dan
peralatan perangnya di jalan Allah. Adapun Abbas, aku telah
mengambil zakatnya dua tahun yang lalu." (HR Bukhari dan
Muslim).
Rasul SAW senantiasa memperingatkan umat Islam agar
menjauhi prasangka buruk. "Jauhilah prasangka karena
sesungguhnya prasangka itu pembicaraan yang paling dusta.
Janganlah kalian menyadap (pembicaraan kaum), memata-
matai mereka, berlomba-lomba (dalam hal yang tidak baik),
saling mendengki, saling membenci, dan saling
membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang
bersaudara." (HR Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah).
Al-Hafidz mengatakan bahwa Khaththabi berpendapat
bahwa yang dimaksud prasangka dalam hadis tersebut
adalah benar-benar prasangka, bukan sesuatu yang terlintas
dalam benak pikiran, sebab hal itu di luar kemampuan
seseorang.
Prasangka yang dimaksud oleh Khaththabi adalah prasangka
yang menetap dalam hati. Lintasan hati adalah sesuatu yang
tidak dapat dihindari manusia. "Allah mengampuni
prasangka yang terlintas dalam hati manusia selama mereka
tidak membicarakan atau melakukannya." (HR Bukhari dan
Muslim).
Qurthubi mengatakan, yang dimaksud dengan prasangka
(yang terlarang) adalah tuduhan tanpa alasan. Misalnya
menuduh seseorang melakukan zina tanpa ada bukti nyata.
Karena itu, kata azh-zhann dalam redaksi hadis ini,
dihubungkan dengan larangan untuk memata-matai orang
lain.
Jika seseorang memiliki sedikit prasangka yang mengarah
pada tuduhan di dalam hatinya, ia akan berupaya untuk
mewujudkan tuduhan itu. Dia akan mencari-cari kesalahan
orang yang dituduh dengan memata-matainya. Karena,
langkah-langkah itu dilarang agama.
"Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya prasangka
itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang
lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing
sebagian yang lain..." (QS al-Hujarat: 12).
Dalam kehidupan masyarakat kita akhir-akhir ini banyak
kejadian yang bersifat prasangka dan tuduhan di antara
sesama warga (su'uzhon). Padahal, berbagai persoalan
tersebut memerlukan penelitian, klarifikasi (tabayyuni)
sehingga duduk persoalan jelas dan kita dapat menyikapinya
dengan bijaksana agar tidak menyalahkan orang lain.
Karena itu, kearifan dari berbagai pihak khususnya para
tokoh dan pemimpin masyarakat merupakan sikap Nabi
yang selalu husnuzhan dalam menyikapi berbagai persoalan
sehingga masalah menjadi cair, jernih, dan sejuk dan
akhirnya persoalan dapat diselesaikan dengan damai dan
adil. Wallahu 'alam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar