Kamis, 11 April 2013

antara Agnes n kiyai matre

Oleh : Miarti, A.Ma (Direktur ZAIDAN Tutorial Preschool and Kindergarten) “Apabila datang laki-laki (untuk meminang) yang kamu ridhoi agamanya dan akhlaknya maka kawinkanlah dia. Bila tidak kamu lakukan, akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas,” (HR. Attirmidzi dan Ahmad) Seorang Agness Monica dengan segala keberanian dan “kenyelenehannya”, dalam sebuah wawancara yang dilakukan oleh seorang kru infoteinment pernah mengungkapkan tentang kriteria calon suami. Artis cantik yang sangat optimis untuk bisa sehebat Madonna itu menuturkan bahwa syarat pertama calon suaminya adalah harus seagama. Baginya, agama adalah nomor satu. Agama adalah segala-galanya. Intinya, ia tidak akan bisa menerima lelaki yang bukan Kristen untuk menjadi pasangan hidupnya. Lain halnya dengan seorang kiyai di sebuah desa yang dikenal oleh masyarakat setempat sebagai seorang tokoh terkemuka yang cukup berpengaruh dan berwibawa. Suatu saat, kiyai berpenampilan enerjik itu dengan tegas melarang salah seorang putrinya untuk menerima lamaran seorang pemuda. Alasannya sangat klasik. Sang pemuda tersebut belum memiliki pekerjaan yang tetap. Bahkan, ada satu hal yang sangat memperkuat kiyai tersebut menolak lamaran pemuda tersebut adalah karena sang pemuda yang gagah dan tampan itu bukan berasal dari turunan kiyai maupun santri. Atau paling tidak, berketurunan birokrat. Di mata kiyai yang pandai mengatur strategi itu, sang pemuda bernasib naas itu hanya dipandang sebelah mata. Tidak ada apa-apanya. Bahkan tidak berbanding dengan keadaan dirinya yang selalu dihormati oleh berbagai lapisan masyarakat. Padahal, penilaian objektif dari anak kecil hingga orang tua, pemuda yang cool, calm and confident itu adalah pemuda yang rajin ke masjid, sopan, ramah, tidak terlibat dalam kenakalan remaja apalagi narkoba. Hari terus berganti. Jumlah pekan terus bertambah. Dan bulan pun terus berubah. Namun sang puteri kiyai yang “manut” pada ayahnya itu tak kunjung ketemu dengan jodohnya. Bahkan akibat penolakan ayahnya itu, ia harus rela menelan kekecawan yang cukup mendalam hingga ia banyak mengurung diri di dalam kamar. Suatu malam, ada serombongan keluarga berkunjung ke rumah kiyai. Mereka adalah keluarga kaya raya yang memiliki banyak sawah, ladang, pabrik, bahkan kendaraan. Maksud mereka tiada lain adalah untuk melamar puteri kiyai yang satu lagi, yaitu adik dari sang puteri yang tengah menelen kekecewaan. Tanpa berpikir panjang, sang kiyai yang “cukup cerdas” itu langsung menerima lamaran sang pemuda kaya raya. Dan tidak tanggung-tanggung, sang kiyai langsung berdiskusi tentang penentuan hari pernikahan. Singkat cerita, lamaran itu disambut dengan hangat oleh sang kiyai hingga ia merelakan sang putri yang tengah jatuh karena dirundung malang itu harus tertimpa tangga. Ia dilangkahi oleh adiknya. Sungguh sangat senjang. Antara Agness Monica yang selalu tampil berbusana “dajjal” dengan kiyai yang dikenal sebagai penebar nilai-nilai kebenaran. Namun ada sesuatu yang sangat ironis di balik kesenjangan yang cukup membuat otak kita terkuras dan terperas. Mengapa Agness yang begitu menikmati hingar bingarnya budaya jahiliyah masih memposisikan agama sebagai prioritas andalan. Sementara sang kiyai yang sudah mentransformasikan ilmu agama kepada puluhan generasi masih memposisikan harta sebagai sesuatu yang pertama dan utama. Adakah semua ini sebagai buah dari ketidakpahaman. Ataukah sebagai indikasi kiamat akan segera menjelang dimana keadaan manusia sudah sangat tidak menentu. Agness Monicca hanyalah sebuah ikon dunia selebritis yang tenggelam dalam dunia hingar bingar. Hingga ketika berkata tentang posisi agama sebagai sesuatu yang dianggap pertama dan utama, namun penampilan tidak sedikitpun mencerminkan kalimat yang mengalir dari mulutnya itu. Pun dengan “kiyai matre”. Ia hanya merupakan wakil dari sebuah realita. Karena pada kenyataannya, masih banyak orang yang mengklaim dirinya sebagi kiyai maupun non kiyai yang belum bisa bertindak layaknya seorang figur yang kaya akan ilmu. Ada sesuatu yang benar-benar membuat “keder”. Adakah kalimat yang mengalir dengan sangat mulus dan lancar dari mulut Agness itu benar-benar prinsip ataukah hanya sekadar retorika yang secara tidak langsung akan membuat dirinya dipandang selebriti yang mumpuni, berbobot, tidak kosong, dan qualifield. Apapun adanya, baik kiyai yang telah mengecewakan salah satu putrinya maupun Agness dengan segala kelincahannya, keduanya merupakan potret kehidupan. Keduanya merupakan contoh nyata dari sebuah ketimpangan. Keduanya telah membuat diri kita “berkerut kening”. Dan apapun adanya, tidak semua orang mampu mengalahkan ego dan komitmen. Sehingga siapapun, kapanpun dan dimanapun, sangatlah potensial untuk tidak menyadari akan siapa dirinya, apa yang telah diucapkannya dan apa yang telah dilakukannya. Namun setidaknya, petuah Maha Indah Allah SWT dalam dalam surat An-Nahl cukup menempa jiwa-jiwa kita yang sangat mudah untuk tersilaukan oleh gemerlapnya dunia. Apa yang ada di isimu akan lenyap, dan ada yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan kami pasti akan memberi balasan kepada orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang merek kerjakan. Harta dan tahta memang masih menjadi standar kelayakan untuk menjadi seorang suami maupun istri. Harta dan tahta memang masih menampati posisi terkuat. Begitupun dengan gemerlapnya bintang kehidupan. Terkadang telah membuat manusia bertolakbelakang dengan segala prinsip. Namun, apakah “ketidaksinkronan” seperti itu harus tetap membudaya dan tetap hidup dalam dunia kita yang semakin carut marut. Wallohu a’lam bish showab. Semoga Kemahabesaran Allah senantiasa menyelamatkan diri-diri kita dari maha panasnya api neraka. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar