Kamis, 11 April 2013
beljar dari hasan albana sb seorang suami
Dakwah tidak membuat Hasan Al-Banna menjadi sibuk
atau berpaling dari kewajiban-kewajibannya sebagai
seorang suami Muslim yang meneladani Rasulullah saw:
“ Sebaik-baik kalian, sebaik-baik kalian adalah kepada
keluarganya .” Ustadz Saiful Islam bercerita: Ayahku adalah
seorang yang sangat menjaga penerapan sunnah
Rasulullah saw. Ketika beliau menikah, beliau berusaha
mengenali kerabat istrinya satu-persatu. Setiap orang
yang berhubungan dengan istrinya, beliau sambung.
Beliau hitung jumlah mereka, didatangi rumahnya
meskipun jaraknya jauh karena kondisi kekeluargaan yang
turun-menurun. Akan tetapi ayah—rahimahullah—suatu
ketika mengagetkan ibuku bahwa ia telah mengunjungi
seorang laki-laki. Dan ini beliau lakukan melalui hubungan
kerabat melalui si fulan, karena ia adalah anaknya fulan.
Ini kembali kepada kelembutannya yang kuat dalam
memegang teguh dengan sunnah Rasulullah saw.
Demikianlah perhatian Hasan al-Banna terhadap urusan
rumah tangganya secara sempurna tanpa kurang
sedikitpun. Beliau mencatat sendiri berbagai kebutuhan
dan semua jenis urusan rumah tangga selama sebulan dan
memperlihatkannya di awal bulan kepada salah seorang
ikhwan, yaitu haji Sayyid Syihabuddin, pemilik toko yang
terkenal untuk menyediakan bahan makanan setiap
bulannya.
Imam Syahid Hasan Al-Bana merasakan cobaan hidup
yang dijumpai istrinya dan berusaha mencarikan seorang
pembantu untuk selalu menyertainya agar bisa menangani
tugas-tugas rumah tangga.
Ustadz Saiful Islam menceritakan tentang kelembutan dan
kepekaan perasaannya. Ia berkata: Beliau pulang ke
rumah selalu pada larut malam setelah berkumpul
bersama Ikhwan. Saya sebutkan bahwa kunci rumahnya
berbentuk panjang. Pada beberapa malam saya sengaja
begadang dengan membaca buku. Tiba-tiba ayah
membuka pintu dengan kunci yang beliau pegang dengan
sangat pelan-pelan dan tenang sekali agar tidak
mengganggu semua yang sedang tidur. Dan saat itu saya
mengagetkan kedatangannya.
Anak putrinya, Tsana bercerita: Ayah adalah orang yang
tenang, lapang dada dan lemah-lembut. Di rumah,
suaranya tidak pernah keras karena sebab apapun. Beliau
membantu ibu dalam sebagian tugas rumah tangga,
meskipun beliau sibuk dengan tugas dakwah. Ayah saya
adalah sosok yang rendah hati terhadap seluruh anggota
keluarga, baik yang besar ataupun yang kecil. Setiap hari
beliau menulis di sebuah notes kecil tentang semua
kebutuhan rumah sampai mengabsennya sendiri atau
menyuruh salah satu di antara kami untuk mengabsennya.
Beliau mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan
rumah sampai pada jadwal mengurus banyak hal seperti
mentega, bawang, mentimun dan lain sebagainya.
Ustad Saiful Islam bercerita: Ketika masuk rumah, beliau
menutup selimut anak-anak dengan sangat pelan-pelan.
Terkadang beliau makan malam dengan hidangan yang
ada di atas meja tanpa membangunkan ibu atau seorang
pun di antara penghuni rumah karena kedatangannya di
tengah malam itu. (Dikutip dari Majalah Liwa Islam). []
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar