Jumat, 12 April 2013
Selamatkan perempuan
Oleh : Dr. Dinar Dewi Kania*
Saat ini, kita disungguhkan kembali kepada sebuah
drama tragis pemerkosaan terhadap mahasiswi India
berusia 23 tahun yang dilakukan sekelompok laki-laki
dan berujung kepada tewasnya mahasiswi tersebut.
Sebelumnya, kita juga mendengar para aktivis
feminisme di Perancis berdiri di depan Patung Venus
de Milo, memprotes tindak pemerkosaan yang terjadi di
Tunisia dengan melakukan aksi telanjang dada,
mempertontonkan aurat mereka sambil mengangkat
tangan dan meneriakkan “Kami di sini untuk
menghentikan pemerkosaan”. (lihat
www.islampos.com )
Sudah sepantasnya kita berempati kepada para korban
pemerkosaan dan keluarganya. Namun yang kini
menjadi pertanyaan besar adalah bagaimana mengatasi
tindak kejahatan seksual terhadap diri perempuan yang
secara alamiah memang rentan terhadap bahaya
kekerasan tersebut ? Apakah para aktivis feminis, yang
selalu berteriak lantang apabila terjadi kekerasan
terhadap perempuan yang menyita perhatian publik,
menawarkan sebuah solusi yang dapat meminimalisir
potensi bahaya tersebut dari diri perempuan?
Jawabannya adalah tidak. Feminisme tidak pernah
datang dengan solusi, namun ia justru menambah
problem sosial di tengah masyarakat. Hanya Islam satu-
satunya agama yang mampu menjamin keselamatan
dan keamanan diri perempuan. Mengapa ?
Feminisme dan liberalisme memiliki akar yang sama
yaitu relativisme, paham yang menganggap bahwa
benar atau salah, baik atau buruk, senantiasa berubah-
ubah dan tidak bersifat mutlak, tergantung pada
individu, lingkungan maupun kondisi sosial. Maka tak
heran jika gerakan feminis menyatakan dirinya sebagai
”gerakan pembebasan perempuan“. Di negara-negara
Barat, kebebasan tersebut kemudian diterjemahkan
sebagai hak untuk melepaskan segala ikatan yang
membelenggu aktivitas perempuan dalam
mengaktualisasikan dirinya di ranah publik, baik ikatan
agama maupun moralitas. Bangsa Perancis mulai
memandang hubungan di luar nikah sebagai sesuatu
yang biasa menjelang akhir abad ke 19, begitu juga
negara Eropa lainnya dan Amerika. Isu kebebasan telah
membuat perzinahan diakui sebagai hak individu dan
bukan merupakan tindakan melanggar hukum. Laki-laki
dan perempuan hidup bersama tanpa ikatan perlahan-
lahan memperoleh status legal sehingga banyak
perempuan di Barat memilih untuk tidak menikah dan
menganggap pernikahan sebagai bentuk pengekangan
terhadap kebebasan. Isu kebebasan telah membuat
kaum perempuan tidak malu-malu lagi mengeksploitasi
tubuh mereka dengan alasan perempuan memiliki
kontrol penuh atas tubuh mereka sendiri.
Logika feminis adalah, “tubuh kami adalah milik kami,
kami berhak memperlakukan tubuh ini sesuai kehendak
kami. Bahkan jika kami ingin mempertontonkan bagian
yang paling pribadi di depan umum, itu adalah hak
asasi kami. Tidak boleh ada yang mengatur cara kami
berpakaian, baik negara atau agama sekalipun.”
Begitulah kira-kira cara pandang kaum feminis. Dan itu
telah mereka buktikan dengan aksi telanjang dada para
feminis Perancis. Para feminis merasa aksi
pemerkosaan dan kekerasan yang terjadi terhadap
perempuan adalah murni kesalahan laki-laki yang tidak
bisa mengekang hawa nafsunya. Mereka tidak pernah
mau dipersalahkan bahwa prilaku dan kebebasan
mereka dalam mengeskpresikan diri telah berkontribusi
pada maraknya aksi kekerasan seksual terhadap kaum
perempuan. Sehingga tidak heran apabila Islam yang
berusaha melindungi keselamatan dan keamanan
perempuan dengan mewajibkan pemeluknya untuk
menggunakan hijab dan mengatur perilaku perempuan
di ranah publik justru dianggap telah melakukan
deskriminasi dan pengekangan terhadap hak-hak
perempuan.
Kita semua sepakat, bahwa kejahatan terjadi bukan
hanya karena ada sekumpulan manusia yang
berperilaku jahat, namun kejahatan timbul karena
adanya kesempatan yang memudahkan para pelaku
kejahatan itu melakukan aksi mereka. Bahkan dalam
teori pengendalian terhadap resiko atau potensi bahaya
( hazard ) yang dikeluarkan ILO disebutkan bahwa
kecelakaan dapat dihindari dengan melakukan sejumlah
langkah pencegahan, diantaranya adalah pengaturan
administratif berupa penerapan prosedur dan aturan
yang jelas serta penggunaan alat pelindung diri.
Seorang pekerja dianjurkan untuk berperilaku aman
( safety behavior) dan akan dikenakan sangsi apabila
membiarkan dirinya terekspose dalam kondisi bahaya
atau melakukan tindakan yang mengancam
keselamatan dirinya atau orang lain ( unsafe behavior) ,
contohnya adalah tidak bekerja sesuai SOP ( standard
operating prochedure) atau tidak menggunakan alat
pelindung diri (APD) pada saat bekerja.
Hal yang sama sebenarnya dapat diterapkan dalam
menjaga keselamatan dan keamanan perempuan dari
bahaya tindak kekerasan seksual. Kita tidak bisa
menuntut pemerintah dan masyarakat untuk menjamin
keselamatan dan keamanan perempuan, apabila kaum
perempuan sendiri membiarkan dirinya terekspos
dalam kondisi bahaya dan melakukan tindakan yang
dapat mengancam keselamatan mereka. Contoh
tindakan yang dapat dikategorikan sebagai unsafe
behavior bagi perempuan diantaranya adalah
bepergian ketika malam telah larut tanpa pendamping,
menggunakan perhiasan berlebihan ketika berada di
tempat umum seperti di pasar atau angkutan umum,
menggunakan pakaian yang mempertontonkan aurat
dan berprilaku di luar batas kesopanan sehingga
mengundang pria untuk menyalurkan hasrat
seksualnya kepada kaum perempuan melalui tindak
kejahatan.
Bahaya memang tidak bisa dihilangkan 100 persen,
bahkan dalam teori keselamatan, zero accident bukan
berarti tidak terjadi kecelakaan sama sekali, namun ia
adalah kondisi dimana semua upaya pencegahan telah
dilakukan semaksimal mungkin. Jadi masuk akal,
apabila syariat Islam memberikan aturan yang jelas
terhadap perilaku perempuan di ranah publik. Hal
tersebut bukanlah bentuk deskriminasi, namun
merupakan sebuah proteksi bagi perempuan dari tindak
kekerasan yang mengancam keselamatan dirinya.
Dalam al-Quran surat an-Nur ayat 30, keharusan
untuk menjaga pandangan dan memelihara kemaluan
juga diperintahkan kepada para laki-laki mukmin.
Artinya, Islam tidak hanya mengatur perilaku
perempuan namun juga mengatur perilaku laki-laki
agar kemashlahatan dapat tercipta dalam masyarakat
dan negara.
Proteksi yang bersifat individual terntunya harus
ditunjang dengan kebijakan negara/ pemerintah yaitu
dengan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk
menjamin keselamatan dan keamanan perempuan dari
tindak kejahatan seksual. Diantaranya adalah dengan
memberikan sangsi hukum yang tegas kepada para
oknum yang menyemarakkan bisnis pornografi di
tengah masyarakat, mencegah dan menindak kaum
laki-laki yang hendak mengeksploitasi perempuan dan
juga mencegah serta menindak kaum perempuan yang
mengeksploitasi diri mereka sendiri.
Islam adalah satu-satunya agama dan padangan hidup
yang terbukti dapat memberikan keselamatan dan
keamanan bagi perempuan melalui aturan yang jelas
dan universal, baik di ranah domestik maupun publik,
dalam lingkup individu maupun lingkup masyarakat
atau negara. Oleh karena itu, umat Islam hendaknya
tidak terjebak oleh provokasi kaum feminis yang seolah-
olah berjuang untuk kaum perempuan padahal
feminisme adalah paham yang konsepnya sangat
absurd dan saling kontradiksi satu sama lain. Bahkan
para aktivis feminis tersebut tidak pernah sepakat
mengenai konsep kebebasan yang mereka perjuangkan,
walaupun lisan mereka berucap dengan penuh
keyakinan meneriakkan jargon “bebaskan kaum
perempuan”.
Sumber http://thisisgender.com/keselamatan-dan-
keamanan-bagi-perempuan/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar