Jumat, 12 April 2013
mendidik anak ala nabi yakub
Mendidik Keimanan Anak Ala Nabi Ya’qub
Bandingkan dengan kenyataan yang dialami anak-anak kita
hari ini. Mungkin anak-anak kita memiliki kecerdasan
intelektual namun nihil kecerdasan spiritual
Oleh: Ali Akbar bin Agil
DEWASA ini, tantangan dan rintangan yang harus dihadapi
oleh orangtua dalam mendidik putra-putrinya terasa berat.
Beban ujian dan godaan datang bertubi-tubi dari segala
penjuru. Jika tidak pandai mendidik anak, bisa saja mereka
masuk dalam generasi gagal. Anak kita tidak dilahirkan
selaras dengan zaman kita.
Belajar dari seorang Wali Allah, Luqman, kita bisa belajar
tentang mendidik anak. Beliau membekali anaknya dengan
iman, tauhid dan akidah yang kokoh. Luqman mengajarkan
putranya agar menjadi insan beriman, memiliki kekokohan
akidah, tidak menyekutukan Allah Subhanahu
Wata’aladengan apapun juga.
Luqman mengenalkan kepada putranya siapa yang telah
menciptakannya, menghidupkan, mematikan, dan memberi
rezeki. Iman merupakan sumber inspirasi, pembuka
wawasan, dan ide-ide cemerlang. Sebagai inspirasi, iman
dapat membuat seseorang tergerak melakukan kebaikan dan
menjauhi kejahatan. Dengan inspirasi iman, seseorang akan
memilki motivasi dalam memenuhi seruan-seruan kebajikan.
Sejarah mengukir kisah orang-orang yang terdidik dengan
pendekatan iman.
Dengan iman, Abu Bakar Ash-Shiddiq menyerahkan semua
hartanya di jalan Allah. Dengan iman pula, Umar bin Khattab
sebagai Kepala Negara siap sedia membawa gandum di
pundaknya, ia serahkan kepada seorang wanita yang papa.
Dengan inspirasi iman, Ali bin Abi Thalib rela tidur di
pembaringan Sang Nabi di waktu rumahnya dikepung
musuh.
Dengan inspirasi iman, seseorang akan mampu bangun di
waktu malam, bermunajah kepada Allah, di musim dingin
sekalipun. Dengan kekuatan iman juga, Sumayyah tetap
berkomitmen menjaga tauhidnya meski harus merelakan
nyawa satu-satunya. Semuanya karena iman kepada Allah.
Dengan iman yang kuat, seseorang akan berusaha menghiasi
diri dengan akhlak yang mulia.
Akhlak sangat penting dihadirkan dalam segala situasi dan
kondisi. Kemuliaan akhlak ada pada dorongan iman yang
kuat. Kekuatan iman membuat seorang anak selalu beretika
dalam tiap tindak tanduknya, menghindari perilaku-perilaku
tercela. Dengan iman yang mantap, seorang anak yang didik
dengan metode ini, akan memilki rasa malu. Malu dalam
melakukan kejahatan.
Rasa malu nyaris lenyap dalam kehidupan kita. Ada seorang
anak tidak malu-malu membuat malu keluarga dengan
perbuatan nistanya. Tanpa rasa malu ia berbuat keji. Tanpa
iman, seseorang akan ringan-ringan saja melangkahkan kaki
dalam perbuatan yang dimurkai Allah Subhanahu Wata’ala.
Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam
memprioritaskan pendidikan iman dalam dakwahnya. Beliau
mengajarkan cara beriman dan bertauhid kepada para
sahabatnya yang kemudian ditularkan kepada anak-anak
mereka. Sebagai salah satu contoh kesuksesan orang tua
memberi asupan iman dan akidah yang kokoh kepada
anaknya adalah Ali bin Abi Thalib.
Akkisah, dalam suatu kesempatan, Zainab duduk bersama
ayahnya di dalam kamar.
Sambil membelai-belai putrinya, sang ayah, Imam Ali,
bertanya, “Dapatkah engkau mengucapkan kata ‘satu’ ?”
“Dapat…”, jawab Zainab dengan gaya kekanak-kanakan.
“Cobalah,” lanjut Imam Ali.
“Sa-tu.”
“Coba ucapkan lagi dua…”
Zainab diam, tidak menjawab.
“Cobalah, ucapkan sayang…!”, ayahnya mengulang
pertanyaannya.
“Ayah,” kata Zainab, “aku tidak sanggup mengucapkan ‘dua’
dengan lidah yang sudah terbiasa mengucapkan “satu.”
Dalam kesempatan yang lain, pada suatu hari Zainab
bertanya kepada ayahnya, “Ayah, benarkah ayah mencintai
diriku?”
“Bagaimana tidak, bukankah engkau kesayanganku?”
Mendengar jawaban ayahnya seperti itu Zainab menyahut,
“Seharusnya cinta itu ditujukan kepada Allah, sedangkan
diriku cukuplah kasih sayang.”
Lihatlah bagaimana seorang anak di bawah umur sudah
memahami iman kepada Allah Subhanahu Wata’aladengan
begitu dalam. Bandingkan dengan kenyataan yang dialami
anak-anak kita hari ini. Mungkin anak-anak kita memiliki
kecerdasan intelektual namun nihil kecerdasan spiritual.
Pendidikan yang bersendikan iman dan tauhid kepada Allah,
akan menjadikan anak-anak tahu mana yang baik dan buruk,
mana yang diridhai oleh Allah Subhanahu Wata’ala dan
dimurkai-Nya, dan berusaha untuk melakukan tindakan-
tindakan yang baik, di mana pun ia berada, ke mana pun ia
melangkahkan kakinya.
Pada detik-detik kemangkatannya Nabi Ya`qub A`laihis
Salaam tidak bertanya tentang materi yang akan diperoleh
oleh anak-anaknya. Beliau menanyakan iman.
Allah Subhanahu Wata’ala merekam dengan sangat indah
momen dialog Nabi Ya`qub dengan anak-anaknya.
ْﻡَﺃ ْﺫِﺇ ﺀﺍَﺪَﻬُﺷ ْﻢُﺘﻨُﻛ َﺮَﻀَﺣ َﻝﺎَﻗ ْﺫِﺇ ُﺕْﻮَﻤْﻟﺍ َﺏﻮُﻘْﻌَﻳ ِﻪﻴِﻨَﺒِﻟ ﺎَﻣ َﻥﻭُﺪُﺒْﻌَﺗ ﻦِﻣ
ﻱِﺪْﻌَﺑ ْﺍﻮُﻟﺎَﻗ َﻪـَﻟِﺇَﻭ َﻚَﻬـَﻟِﺇ ُﺪُﺒْﻌَﻧ َﻚِﺋﺎَﺑﺁ َﻢﻴِﻫﺍَﺮْﺑِﺇ َﻞﻴِﻋﺎَﻤْﺳِﺇَﻭ َﻕﺎَﺤْﺳِﺇَﻭ ًﺎﻬـَﻟِﺇ
ًﺍﺪِﺣﺍَﻭ ُﻦْﺤَﻧَﻭ ُﻪَﻟ َﻥﻮُﻤِﻠْﺴُﻣ
“Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda)
maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang
kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab, “Kami
akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu,
Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan
kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (QS: Al-Baqarah :
133).
Nabi Ya`qub tidak bertanya soal apa yang akan dimakan
sepeninggalnya, beliau bertanya tentang iman. Iman tidak
bisa diwariskan kepada anak-anak kita. Kita dapat
mengajarkan iman kepada anak-anak itu sejak dini, sebagai
bekal dalam menjalani kehidupan di dunia yang belakangan
begitu menyedihkan.
Pertanyaan demi pertanyaan yang dilontarkan oleh
Mohammad Fauzil Adhim dalam bukunya “Positive
Parenting” (Cara-cara Islami Mengembangkan Karakter
Positif Pada Anak Anda) berikut ini, patut menjadi renungan
bagi kita semua.
“Seberapa gelisah kita hari ini? Apakah kita sibuk
memperbanyak tabungan agar mereka kelak tidak
kebingungan cari makan sesudah kita tiada? Ataukah kita
bekali jiwanya dengan tujuan hidup, visi besar, semangat
yang menyala-nyala, budaya belajar yang tinggi, iman yang
kuat dan kesediaan untuk berbagi karena Allah?”
Penulis adalah pengajar di Pesantren Darut Tauhid, Malang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar