Senin, 04 Juni 2012

Alquran di dadaku

Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami
hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang
terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di
tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan
orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang
sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah
kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa
yang telah mereka kerjakan.[al an'am:122]
Ibnu Hisyam dalam tahdzibnya[1] menjelaskan bahwa
al-walid bin al- Mughirah yang di tokohkan oleh
kaumnya suatu ketika di datangi oleh kaumnya dan
diminta memberikan penilaian tentang Muhammad
untuk di jadikan kesepakatan bersama tatkala
menjawab pertanyaan kaum Arab yang sebentar lagi
akan datang untuk menunaikan ibadah haji, kemudian
terjadilah diskusi yang di awali dengan permintaan
pandangan al-walid, mereka berakata,’kita sepakati saja
sebagai sastrawan, atau tukang sihir, al-walid
menapikan usulan mereka itu karena karakteristik
sastrawan dan tukang sihir sangat jauh dari kepribadian
Muhammad, al-walid malah bersumpah bahwa apa
yang dibacakan Muhammad dari alqur'an itu bahasanya
sangat indah dan menawan, dahannya ibarat pohon
kurma yang segalanya bermanfaat, dan rantingnya
mempesona setiap orang yang mendengarkannya.[2]
Masih dalam kitab yang sama, ibnu Hisyam kembali
menukil sebuah kisah tentang Utbah bin Rabiah
dengan kaumnya, dimana dia menawarkan diri untuk
mendatangi Muhammad dan bernegosiasi dengannya,
mudah-mudahan-membuahkan kesepakatan yang
berarti; setelah terjadi komunikasi dimana Nabi
memperdengarkan beberapa ayat al-qur'an kepadanya,
setelah itu, Utbah kembali dan menemui kaumnya,
mereka bertanya dengan penasaran dan nada
menyelidiki karena ternyata mimic wajahnya sangat
berbeda dengan sewaktu berangkat, ketika di desak dia
berkata,’demi Allah saya telah mendengarkan perkataan
yang sangat agung dan mempesona, dia bukanlah
perkataan sastrawan, dia bukanlah permainan supra
natural, wahai segenap Quraisy, ikutilah anjuran saya!,
biarkan Muhammad melanjutkan misinya, karena
dibalik itu pasti akan terdapat kejadian yang bersejarah
pada lembaran-lembaran sejarah kehidupan kita, kalau
dia dan pengikutnya berhadapan dengan kaum Arab,
maka kalian tinggal menanti hasil dan tidak perlu repot
menghadapi mereka, dan kalau Muhammad dan
pengikutnya berhasil menaklukkan kaum Arab, maka
ketahuilah bahwasanya kerajaan Muhammad adalah
kerajaan kaum Qurais juga, wibawa Muhammad adalah
wibawa kalian juga, dan pada saat itulah kalian akan
menjadi manusia paling bahagia dan terhormat di
dunia.[3]
Fenomena inilah yang kemudian menyebabkan
beberapa petinggi tokoh Quraisy pada waktu malam
dengan melakukan gerakan rahasia dan sendiri-sendiri,
datang kerumah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
tanpa sepengetahuan beliau, dengan maksud untuk
menghibur hati mereka [baca:menenteramkan] dengan
keindahan lantunan kata-kata yang di bacakan oleh
Beliau pada malam hari. [4]
Takjub, terpesona, simpati, kagum, semua itu adalah
respon spontanitas terhadap sebuah fenomena, namun
urusan hidayah adalah hak perogratif dari sang
Penguasa manusia, pada jari- jari-Nyalah letak hati
setiap makhluk, Dia bolak-balikkan sesuai kehendak-
Nya.Mereka kaum kafir Quraisy, tidak mengingkari
kebenaran al-qur'an, mereka hanya di kelilingi oleh
lingkaran keserakahan materi, popularitas, status social
di tengah masyarakat, itulah yang menyebabkan
mereka membuat opini dengan mulut dan pernyataan
mereka yang sangat berlawanan dengan kenyataan dan
kata hati mereka yang sesungguhnya.[5] T
ermasuk disinilah letak perbedaan seorang muslim
dengan seorang yang berstatus kafir dari kalangan
Quraisy pada waktu itu. Sangatlah aneh bila ada
kelompok muslim yang melakukan tindakan yang sama
dengan mereka, mereka tahu namun memunculkan
opini yang berlawanan karena target materi atau
popularitas, yang lebih aneh lagi bila opini yang
terlontar dari mulut seorang yang mengaku muslim
berangkat dari sebuah keyakinan hati dan format
pemikiran yang baku. Ibnu Hayyan al-Anshary
meriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa sebab turunnya
ayat ini adalah karena kasus Umar dan Abu Jahal. Ibnu
Jarir al Tabary dari al-Dakhak juga menguatkan riwayat
itu. Abu Bakar al-Haritsy dari zaid bin Aslam
memberikan penjelasan dengan berkata,'apakah orang
yang tadinya bagaikan mayat berjalan yaitu; Umar,
sama halnya dengan yang masih dalam gemerlapnya
kejahiliaan seperti Abu Jahal?[6]
Al-wahidy al-Naisabury dari Ibn Abas meriwayatkan
bahwa sebab turunnya ayat diatas adalah pada kasus
Hamzah bin Abd Mutthalib dan Abu Jahal, dimana Abu
Jahal suatu ketika melempari Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam dengan kotoran, Hamzah pada waktu
itu belum beriman dan baru kembali dari perburuannya
membawa perlengkapan panahnya. Mengetahui
keponakannya dijahilin, dia langsung memukulkan
panahnya itu ke kepala Abu jahal, Abu jahal
berkilah,’mengapa kamu membela orang yang
menghina akal kita, mencomooh Tuhan kita, dan
menyalahi budaya nenek moyang kita? Hamzah
berkata:'lalu siapa yang lebih bodoh dari orang yang
menyembah batu, aku bersaksi bahwa tiada Ilah selain
Allah dan Muhamad adalah utusan Allah, kemudian
turunlah ayat diatas.[7]Ibn katsir dan al-Qurthuby
berkata,’ayat diatas mencakup setiap mukmin dan
setiap orang kafir.[8]Dr wahbah al-zuhaily memberikan
penjelasan ayat ini dengan berkata,'inilah perumpaan
antara orang beriman yang tadinya mati karena
kesesatan, binasa dan terombang-ambing dengan
kondisi zamannya, kemudian Allah menghidupkannya
dengan keimanan, dan memberikannya hidayah,
dengan perumpamaan orang yang kafir, yang larut
dalam kegelapan, kejahiliaan, mereka menjadi budak
nafsu aneka ragam kesesatan.
Masih kata al-Zuhaily,’Inilah jurang pemisah antara
pemilik iman dengan pemilik kekafiran, sangatlah beda
orang yang menjadi mayat karena kekafiran dan
kebodohannya, kemudian menjadi hidup karena cahaya
iman, iman itu membawa cahaya yang benderang
menerangi kehidupan manusia, dan cahaya itu adalah
cahaya al-qur'an yang diliputi dengan bukti-bukti dan
penguat, dialah cahaya iman dan sumber hidayah
itu.Tentunya sangatlah jauh perpautannya dengan
mereka yang di kelilingi dengan gemerlapnya malam,
gemerlapnya awan, gemerlapnya hujan, sementara
mereka tidak bisa menjauh dan menyelamatkan diri
dari semua bentuk kegemerlapan itu.[9]
Sangat menyeramkan perumpamaan orang yang jauh
dari sentuhan al-quran, selain diumpakan dengan
mayat yang berjalan, terkadang juga diumpamakan
dengan orang yang berjalan terjungkel diatas mukanya,
[10] orang yang buta dan tuli,[11] orang mati yang
terkubur dalam tanah,[12]seperti anjing yang selalu
menjulurkan lidahnya baik dihalau ataupun dibiarkan
dengan kesendiriannya.[13]Agar hati bisa hidup dengan
lestari membutuhkan kiat-kiat yang baik dalam
berinteraksi dengan al-quran. DR. Anas Ahmad Karzun
dalam kitabnya yang berjudul;shahabat Rasulullah dan
kesungguhan mereka dalam berinteraksi dengan al-
quran, memberikan penjelasan bagiamana mereka para
shahabat menghidupkan hati mereka dengan al-qur'an
diantaranya sebagai berikut;
1. membaca al-quran setiap hari.
2. bangga dan gembira dengan al-quran.
3. senantiasa mentadabburi al-quran sebagai
bagian dari kewajiban yang konsekwensinya
membuahkan kemuliaan.
4. mengaflikasikan amanah dan pesan al-quran
dalam kehidupan sehari-hari pada setiap lini
kehidupan, yang memberikan jaminan
kebahagiaan, ketenangan hati dan kebeningan jiwa.
5. berlomba-lomba dalam mempelajari al-quran.
6. menanamkan rasa kencintaan dengan al-quran.
7. segala permasalahan dan problematika hidup
selalu di kembalikan kepada al-quran.Begitulah cara
mereka menghidupkan hati dengan al- quran.
[14]
Perhatikanlah bagaimana gersangnya hati Umar
dengan kejahiliaannya, tatkala bermaksud untuk
membunuh Nabi, namun luluh dengan untaian ayat al-
quran, serta bagaimana karakternya yang keras yang
masih selalu membayanginya setelah islam, termasuk
kasusnya dengan Hathib bin Abi Balta'ah, menyikafi
berita kematian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,
yang menjinakkan hatinya dan yang melelehkan air
matanya adalah tarbiyah al-quran.[15]
Pada penghujung tulisan ini menarik untuk direnungi
sebuah perumpamaan dalam al-quran yang
mengibaratkan wahyu al-quran yang di turunkan dari
langit dengan air yang di turunkan untuk
menghidupkan bumi yang gersang, sementara hati-hati
manusia di ibaratkan dengan lembah yang menampung
air hujan tersebut, atau ibarat leburan logam dalam api
untuk membuat perhiasan, arus air atau leburan logam
itu memunculkan buih, logam murni pada perhiasan
itu dan air dari arus hujan itu akan abadi sebagai
sebuah kebenaran dan buihnya akan lenyap tanpa
bekas.[16]
Dalam sebuah riwayat di tegaskan bahwa air hujan
yang diserap dengan baik oleh tanah, itulah
perumpamaan al-qur'an dengan orang yang beriman,
sementara tanah yang tidak menyerap air hujan itu,
dan juga tidak mengambil manfaat darinya karena
terdiri dari batu cadas, itulah perumpamaan al-qur'an
dengan orang kafir.[17]
Termasuk yang menarik dari tadabbur kita pada ayat ini
adalah; perumpamaan dengan mayat yang berjalan
pada ayat ini di sandingkan dengan sebuah negri yang
dipimpin oleh penguasa yang maksiat dan zhalim,
penguasa yang gemar melakukan kerusakan, penguasa
yang bermain mata dalam mengexploitasi kekayaan
negara dengan penjahat dalam lingkup negrinya, atau
dengan penguasa dan penjahat dalam lintas
negara.Pertanyaannya adalah;sampai kapan kita
membiarkan negri ini seperti negri mati yang di huni
oleh bangkai-bangkai mayat yang berjalan? Manusia-
manusia yang kehilangan identitas agamanya dan jauh
dari jati diri bangsanya? Sampai kapan kita hanya
menjadi lembah yang menampung derasnya air hujan
hanya untuk sekedar numpang lewat tanpa pernah
mengambil manfaat dari anugerah itu? Jawabannya ada
pada kehendak kita dan kehendak para penguasa dalam
menghidupkan hati dan sanubari dengan norma-norma
al-qur'an.Ada pada keseriuasan penguasa[political will]
dalam memberantas segala bentuk kejahiliaan,
kezaliman, dan kemungkaran, khalwat dan aneka
bentuk perzinahan yang telah meratulela dimana-mana
baik pada kalangan muda-mudi kampus dan lainnya,
termasuk bagi kalangan lanjut usia, mabuk narkoba dan
zat adaiktif, termasuk upaya pendangkalan moral
melalui tayangan pornograpi dan porno aksi yang
nyata-nyata sangat jauh dari pesan pesan al-quran.
August 25, 2011 at 10:35am · 2 · Like
2 people like this.
Uqt Pencerah Hati
Sayyidina Ali K.W. menasehati manusia : Tidak akan
hidup manusia dan tidak di sinari cahaya (Nur) bila
mereka setelah kelahirannya tidak mengalami
kematiannya (hanya menjadi mayat hidup) dan
kemudian mereka lahir dan kemudian terbang, seperti
terbangnya burung (hidup dengan Nur), maka layaknya
seekor burung, setelah kelahirannya ( dari perut keluar
menjadi telur) dia mati dan setelah itu dia menetas
(hidup dari kematiannya) untuk menggapai An-Nur
(terbang menuju Allah swt). Bukankah sama saja bagi
mereka yang telah mengetahui Allah swt sbg Tuhannya
kemudian dia hidup dengan Hati yang mati (mayat
Hidup), sebab hidup ini akan berarti bila di dihidupkan
Qolbunya untuk semata-mata (laa ilaha) dalam
kesadaran Allah saja (ila Allah). Jadi mengetahui Allah
sebagai Tuhan saja sama dengan Kafir (bukankah Iblis
Kafir walaupun sdh berdialog dengan Allah), oleh sebab
itu Matilah (mati majazi) kamu sebelum engkau Mati
(Mati Haqiqi). Mikraj adalah SUNNATURASUL sebagai
mana rasul2 terdahulu Mikraj, barang siapa yang
mengaku Islam tapi belum merasakan MIKRAJ dia
belum bisa dikatakan Beriman. Dia masih Mayat Hidup,
sebab NUR-ALLAH hanya ada didalam QOLBU yang
HIDUP (Baitullah). Kami berikan kepadanya cahaya
yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan
di tengah-tengah masyarakat manusia, Cahaya itu
adalah AN-NUR (Allahu nurusamaa wati wal Ard), siapa
saja yang qolbunya belum diliputi AN-NUR, maka
imannya bisa naik (Yazid) dan bisa turun (Qus), itulah
Mayat Hidup, bila kita lihat mana yang lebih banyak
sekarang? Mayat Hidup atau Manusi dengan QOLBU
yang HIDUP?? Apakah saya termasuk Mayat Hidup???
jawablah dengan penuh kejujuran dan kesadaran. Atau
apakah kita sudah pernah mengalami MIKRAJ??k

Tidak ada komentar:

Posting Komentar