Minggu, 03 Juni 2012

Indahnya kebersamaan

Masih ingat lagu anak singkong..? sepertinya waktu itu
masih ada dikotomis yang sangat dalam, bahwa antara
singkong dan keju tidak bisa bertemu, lain kasta/kelas,
harus dipisahkan, diberi dinding yang tebal agar tidak
bisa bertemu. Ini sebagaian kutipan lirik tersebut : “aku
suka singkong, kau suka keju oi oi …. Manalah
mungkin….”. Singkong seolah lambang makanan orang
miskin, sementara keju untuk orang kaya. Singkong
makanan orang desa, atau setidaknya walau di kota tapi
makanan trotoar yang dijual memakai pikulan di pinggir
jalan atau di terminal, sementara keju makanan orang
kota yang adannya di tempat-tempat makan berkelas.
Kini zaman sudah berubah, ternyata singkong dan keju
bisa bertemu. Sudah banyak penjual makanan yang
judulnya “Singkong Keju”. Ternyata rasanya tak terduga,
uueeenak.. luar biasa, subhanallaah…
Ini kreatifitas yang harus diapresiasi, apalagi harga
beras sudah mahal. Pelajaran yang paling berharga,
buat kita manusia, bahwa kalau kita mau duduk
bersama tanpa banyak mempersoalkan latar belakang,
ternyata bisa memiliki citra rasa yang enak. Bersinergi
membangun kebersamaan, saling memahami, saling
menolong, saling memberi, saling melindungi, saling
melengkapi… ooh alangkah indahnya dunia… kalau ini
benar-benar terjadi…
Ternyata mempertemukan manusia tidak semudah
mempertemukan antara singkong dan keju. Karena
manusia makhluk hidup, punya hati dan fikiran,
sementara singkong dan keju hanya benda mati, tentu
tidak punya hati dan fikiran.
Ada banyak factor yang menyebabkan sulitnya manusia
bisa duduk bersama. Perbedaan latar belakang,
kepentingan, tujuan, fikiran, perasaan, situasi kondisi
dan lain-lain, itulah yang menyebabkan manusia sulit
untuk selalu bersama. Tidak jarang pasangan suami
istri yang sudah usia senja, berumah tangga sudah
berpuluh tahun ternyata harus berpisah. Gejolak
perasaan kadang berfluktuasi begitu cepat dan
ekstreem. Lalu apakah mungkin kebersamaan ini bisa
upayakan..?
Jawabannhya sangat, sangat mungkin. Bagaimana
resepnya,,,?
Kebersamaan bisa terwujud jika ada ikatan bersama,
tujuan dan sasaran bersama, visi misi bersama, agenda
bersama serta kepentingan bersama. Sementara
kepentingan pribadi memang ada, tetapi harus dibawah
kepentingan bersama. Kepentingan bersama harus
diatas kepentingan-kepentingan pribadi.
Rusaknya sebuah lembaga atau tatanan social jika tidak
memiliki system dan mekanisme untuk meredam
ambisi-ambisi pribadi. Apabla ada kepentingan pribadi
maka sebisa mungkin kita redam, kemudia selaraskan
agar tidak merugikan kepentingan bersama, sehingga
tidak ada agenda-agenda hidden yang merusak
tatanan.
Untuk menjamin bahwa kita tidak memiliki agenda-
agenda hidden maka harus berani terbuka. Tidak ada
alasan apapun yang membenarkan kita untuk menutup
diri, kecuali memang itu wilayah privasi. Ketertutupan
membuka pintu prasangka buruk untuk orang lain,
bahkan dalam Islam ada yang harus diumumkan dan
disebarluaskan, seperti pernikahan.
Semakin banyak yang dirahasiakan semakin lebar pula
prasangka atau tuduhan. Sulit ditafsirkan lain jika
wilayah public juga harus ditutupi, kecuali tuduhan ada
tunggangan kepentingan pribadi. Kalau masing masing
fihak punya kepentingan dan agenda sendiri yang
mendompleng sebuah lembaga dan institusi, maka
layakanya sebuah pohon yang dihuni oleh berbagai
tumbuhan parasit. Satu parasit saja membuat pohon
itu mati, palagi parasitnya banyak. Maka yang akan
rimbun lebat dan hijau tanaman parasitnya bukan
pohon aslinya.
Orang-orang yang terbuka adalah orang-orang yang
siap menerima fakta apapun yang berada
dihadapannya. Ia tidak akan takut dilihat oleh orang
lain. Sementara perbuatan dosa ciri-cirinya menurut
hadits nabi adalah sebuah perbuatan yang apabila
terlihat oleh orang lain maka si pelaku akan merasa
malu.
Orang yang siap menerima fakta adalah orang yang
punya jiwa besar serta lapang dada. Ia mempunyai
harga diri untuk melakukan perbuatan hina, apalagi
menjadi parasit bagi orang lain atau penghisap bagi
sebuah lembaga atau institusi. Belum lagi bicara
maksiat, dosa atau neraka baru bicara gengsi dan harga
diri saja ia akan sangat malu untuk sebuah perbuatan
yang akan membuat dirinya merasa terhina seperti
menjadi parasit.
Jika kita ingin terbuka siap menerima fakta, kita juga
harus berlapang dada, maka harus pula siap menerima
masukan apapun dan dari siapun. Kritik dan saran
merupakan gizi yang sangat baik untuk kita terus
berkembang. Musuh adalah patner tebaik untuk lebih
sensitif melihat kekurangan kita. Kalau perlu kita
siapkan bonus-bonus untuk orang yang sering melihat
kekurangan dan mengkritik kita. Semakin banyak
masukan semakin cepat orang itu berkembang. Maka
tidak ada alasan lagi , takut duduk bersama-sama
dengan siapapun, karena kita sudah mempunyai sikap
lapang dada.
Tujuan, agenda, kepentingan bersama, akan bisa kokoh
terwujud kalau kita sering duduk bersama. Tidak perlu
ada yang ditakuti lagi jika kita siap terbuka, lapang
dada, dan siap menerima masukan. Kita juga tidak
takut buka-bukaan karena kita tidak punya agenda
hidden. Tidak juga takut bertemu siapapun karena kita
tidak merasa punya konflik dengan siapapun.
Maka kita senantiasa merasa nyaman, dalam situasi
kondisi bagaimanapun, dimanapun dan dengan
siapapun. Kalau semua fihak sudah punya perasaan
seperti ini maka tidak ada masalah yang tidak
terselesaikan. Perasaan seperti inilah yang kita sebut
kompak, semua masalah pasti akan bisa kita selesaikan.
Jadi kata kuncinya “sering duduk bareng”
Sering duduk bareng saja tidak cukup, kalau tidak
disertai kebersihan hati dan jiwa. Para politikus sering
duduk bareng di gedung pareleman, bahkan sampai
larut malam. Tetapi ketika masing-masing punya
agenda, ambisi, tujuan yang berbeda-beda yang terjadi
hanyalah perkelahian. Mungkin saja pada awalnya
seseorang yang terjun dalam sebuah medan
perjuangan masih punya kebersihan hati, orientasi yang
lurus, pandangan yang idealis. Tetapi ketika ada
kesempatan dan peluang materi dihadapannya, terus-
menerus, bisa saja mengubah jalan fikiran, orientasi
dan idealisme seseorang seseorang. Oleh karena itu
menjaga kebersihan hati dan jiwa tidak boleh berhenti,
atau dibatasi oleh tempat dan waktu tertentu saja.
Kebersihan jiwa dan kesucian hati sangat diperlukan
untuk meredam dan mengendalikan ambisi-ambisi
pribadi. Pandangan seseorang terhadap materi sangat
tergantung kondisi hatinya. Hidup manusia
dikendalikan oleh fikiran dan perasaannya yang
bermuara di hati. Rasulullah bersabda : “ Ingatlah
didalam tubuhmua ada segumpal daging, jika ia baik
maka baik seluruh jasadmu, ada apabila ia buruk, maka
buruklah seluruh jasadmu, ingalah segumpal daging itu
adalah hati.
Sehingga pengendalian hati juga menjadi kunci adanya
kebersamaan. Kalau setiap kita mau berupaya keras
untuk mengendalikan hati, inysaAllah akan sangat
mudah tercapainya kebersamaan. Cara yang paling
ampuh mengendalikan hati adalah adanya kesiapan
agar menerima Zat yang Maha Kuasa yang mampu
mengendalikan hati. Dalam surah Al-Anfaal (8) ayat 63
Allah berfirman :
“Dan Allah lah yang menyatukan hati kalian, seandainya
kaliang anggarkan belanja semua yang ada di bumi,
tidak mungkin kalian bisa mempersatukan hati, karena
Allah lah yang menyatakan hati mereka”
Sebagai implementasinya adalah kita buat tujuan,
sasaran, agenda dan kepentingan bersama harus sejajar
dengan orientasi yang telah Allah tetapkan. Karena
disitu ada jaminan bahwa Allah SWT sebagai Zat yang
Maha Adil, tidak punya kepentingan dengan siapapun,
maka segala ketentuanya akan senantiasa akan berfihak
kepada kemaslahatan dan keadilan. Karena ukurannya
jelas, maka kita tidak butuh rethorika seseorang, yang
kita butuhkan adalah bukti.
Seribu kali seseorang mengatakan untuk kepentingan
rakyat, untuk kepentingan bangsa dan Negara dan
sebagainya , tapi lihat saja bukti hari-harinya, gaya
hidupnya, keluarganya dan lain-lain. Ribuan kali
hormat bendera tetapi kalau ternyata korupsinya paling
besar, untuk apa..? Ribuan kali mengatakan terbuka
tetapi banyak sekali agenda-agenda hidden yang tidak
boleh diketahui orang..? Ribuan kali mengatakan
kebersamaan tetapi sulit sekali duduk bareng…? Dan
seterusnya…
Berdiri di dua kaki seperti “Abdullah bin Ubay bin Salul”
tokoh munafiq legendaris pada zaman Rasulullah SAW,
adalah sangat berbahaya. Karena disamping dia punya
ambisi pribadi ingin menjadi penguasa di Madina, juga
ingin menghancurkan kekuatan Kaum Muslimin
Madinah. Kedudukannya seperti para penjilat di zaman
belanda yang dengan teganya menjadi mata-mata
untuk kepentingan belanda. Tetapi dalam konteks
merangkul, menyatukan langkah untuk bersinergi
maka, akan sangat berbeda kondisinya, tidak cukup
hanya berdiri di dua kaki, kita pun harus mampu berdiri
di seribu atau sejuta kaki.
Orang yang hatinya berpenyakit dan punya agenda
pribadi seperti Abdullah bin Ubay akan terasa sesak
dadanya ketika melihat orang mampu berdiri di seribu
kaki, seperti Rasulullah SWT yang berhasil merangkul
Kaum Aus dan Khazraj. Karena bagi Abdullah bin Ubay
ini merupakan ancaman yang bisa menggeser
kedudukannya. Tidak ada pilihan bagi dia kecuali
bermain di dua kaki, untuk meminta batuan orang-
orang kafir quraiys untuk menggolkan ambisinya.
Akhirnya kembali lagi kepada kebersihan hati. Orientasi,
tujuan, sasaran, target, agenda, kepentingan bersama
akan bisa kokoh permanen kalau masing-masing fihak
senantiasa menjaga kebersihan hatinya.
Alangkah indahnya dunia ini jika kebersamaan diikat
oleh hati yang bersih, jiwa yang tulus, fikiran yang
jernih, orientasi yang lurus, tujuan yang jelas, agenda
yang transparan serta kepentingan yang tidak berfihak.
Tidak ada lagi kawan dan lawan karena semua sudah
bersinergi, tidak ada kelompok ini dan itu, karena
sudah disatukan dalam langkah yang sama. Tidak ada
lagi kasak kusuk, lobby-lobby sembunyi, sikut menyikut,
jegal menjegal dan sebagainya. Semua merasakan
kepemilikan dan terakomodasi kepentingan pribadinya
yang telah lebur menjadi kepentingan bersama. Mudah-
mudahan ini bukan mimpi atau khayalan tetapi sebuah
obsesi yang harus menjadi kenyataan.
AM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar