Kamis, 07 Juni 2012

Tujuh Langit, Tujuh Malaikat Penjaga, dan Tujuh Amal Sang Hamba

Allah menciptakan tujuh malaikat sebelum Dia
menciptakan langit dan bumi. Di setiap langit ada
satu malaikat yang menjaga pintu.
Dari Ibnu Mubarak dan Khalid bin Ma'dan, mereka
berkata kepada Mu'adz bin Jabal, "Mohon
ceritakan kepada kami sebuah hadits yang telah
Rasulullah ajarkan kepadamu, yang telah dihafal
olehmu dan selalu diingat-ingatnya karena sangat
kerasnya hadits tersebut dan sangat halus serta
dalamnya makna ungkapannya. Hadits manakah
yang engkau anggap sebagai hadits terpenting?"
Mu'adz menjawab, "Baiklah, akan aku ceritakan..."
Tiba-tiba Mu'adz menangis tersedu-sedu. Lama
sekali tangisannya itu, hingga beberapa saat
kemudian baru terdiam. Beliau kemudian berkata,
"Emh, sungguh aku rindu sekali kepada
Rasulullah. Ingin sekali aku bersua kembali
dengan beliau...". Kemudian Mu'adz melanjutkan:
Suatu hari ketika aku menghadap Rasulullah Saw.
yang suci, saat itu beliau tengah menunggangi
untanya. Nabi kemudian menyuruhku untuk turut
naik bersama beliau di belakangnya. Aku pun
menaiki unta tersebut di belakang beliau.
Kemudian aku melihat Rasulullah menengadah ke
langit dan bersabda, "Segala kesyukuran hanyalah
diperuntukkan bagi Allah yang telah menetapkan
kepada setiap ciptaan-Nya apa-apa yang Dia
kehendaki. Wahai Mu'adz....!
Labbaik, wahai penghulu para rasul....!
Akan aku ceritakan kepadamu sebuah kisah, yang
apabila engkau menjaganya baik-baik, maka hal
itu akan memberikan manfaat bagimu. Namun
sebaliknya, apabila engkau mengabaikannya, maka
terputuslah hujjahmu di sisi Allah Azza wa Jalla....!
Wahai Mu'adz...
Sesungguhnya Allah Yang Maha Memberkati dan
Mahatinggi telah menciptakan tujuh malaikat
sebelum Dia menciptakan petala langit dan bumi.
Pada setiap langit terdapat satu malaikat penjaga
pintunya, dan menjadikan penjaga dari tiap pintu
tersebut satu malaikat yang kadarnya disesuaikan
dengan keagungan dari tiap tingkatan langitnya.
Suatu hari naiklah malaikat Hafadzah dengan
amalan seorang hamba yang amalan tersebut
memancarkan cahaya dan bersinar bagaikan
matahari. Hingga sampailah amalan tersebut ke
langit dunia (as-samaa'I d-dunya) yaitu sampai ke
dalam jiwanya. Malaikat Hafadzah kemudian
memperbanyak amal tersebut dan
mensucikannya.
Namun tatkala sampai pada pintu langit pertama,
tiba-tiba malaikat penjaga pintu tersebut berkata,
"Tamparlah wajah pemilik amal ini dengan
amalannya tersebut!! Aku adalah pemilik ghibah...
Rabb Pemeliharaku memerintahkan kepadaku
untuk mencegah setiap hamba yang telah berbuat
ghibah di antara manusia -membicarakan hal-hal
yang berkaitan dengan orang lain yang apabila
orang itu mengetahuinya, dia tidak suka
mendengarnya- untuk dapat melewati pintu langit
pertama ini....!!"
Kemudian keesokan harinya malaikat Hafadzah
naik ke langit beserta amal shalih seorang hamba
lainnya. Amal tersebut bercahaya yang cahayanya
terus diperbanyak oleh Hafadzah dan
disucikannya, hingga akhirnya dapat menembus
ke langit kedua. Namun malaikat penjaga pintu
langit kedua tiba-tiba berkata, "Berhenti kalian...!
Tamparlah wajah pemilik amal tersebut dengan
amalannya itu! Sesungguhnya dia beramal namun
dibalik amalannya itu dia menginginkan
penampilan duniawi belaka ('aradla d-
dunya).Rabb Pemeliharaku memerintahkan
kepadaku untuk tidak membiarkan amalan si
hamba yang berbuat itu melewati langit dua ini
menuju langit berikutnya!" Mendengar itu semua,
para malaikat pun melaknati si hamba tersebut
hingga petang harinya.
Malaikat Hafadzah lainnya naik bersama amalan
sang hamba yang nampak indah, yang di
dalamnya terdapat shadaqah, shaum-shaumnya
serta perbuatan baiknya yang melimpah. Malaikat
Hafadzah pun memperbanyak amal tersebut dan
mensucikannya hingga akhirnya dapat menembus
langit pertama dan kedua. Namun ketika sampai
di pintu langit ketiga, tiba-tiba malaikat penjaga
pintu langit tersebut berkata, "Berhentilah
kalian...! Tamparkanlah wajah pemilik amalan
tersebut dengan amalan-amalannya itu! Aku
adalah penjaga al-Kibr (sifat takabur). Rabb
Pemeliharaku memerintahkan kepadaku untuk
tidak membiarkan amalannya melewatiku, karena
selama ini dia selalu bertakabur di hadapan
manusia ketika berkumpul dalam setiap majelis
pertemuan mereka...."
Malaikat Hafadzah lainnya naik ke langit demi
langit dengan membawa amalan seorang hamba
yang tampak berkilauan bagaikan kerlip bintang
gemintang dan planet. Suaranya tampak bergema
dan tasbihnya bergaung disebabkan oleh ibadah
shaum, shalat, haji dan umrah, hingga tampak
menembus tiga langit
pertama dan sampai ke pintu langit keempat.
Namun malaikat penjaga pintu tersebut berkata,
"Berhentilah kalian...! Dan tamparkan dengan
amalan-amalan tersebut ke wajah pemiliknya..!
Aku adalah malaikat penjaga sifat 'ujub (takjub
akan keadaan jiwanya sendiri). Rabb Pemeliharaku
memerintahkan kepadaku agar ridak membiarkan
amalannya melewatiku hingga menembus langit
sesudahku. Dia selalu memasukkan unsur 'ujub di
dalam jiwanya ketika melakukan suatu
perbuatan...!"
Malaikat Hafadzah lainnya naik bersama amalan
seorang hamba yang diiring bagaikan iringan
pengantin wanita menuju suaminya. Hingga
sampailah amalan tersebut menembus langit
kelima dengan amalannya yang baik berupa jihad,
haji dan umrah. Amalan tersebut memiliki cahaya
bagaikan sinar matahari.
Namun sesampainya di pintu langit kelima
tersebut, berkatalah sang malaikat penjaga pintu,
"Saya adalah pemilik sifat hasad (dengki). Dia
telah berbuat dengki kepada manusia ketika
mereka diberi karunia oleh Allah. Dia marah
terhadap apa-apa yang telah Allah ridlai dalam
ketetapan-Nya. Rabb Pemeliharaku
memerintahkan aku untuk tidak membiarkan
amal tersebut melewatiku menunju langit
berikutnya...!"
Malaikat Hafadzah lainnya naik dengan amalan
seorang hamba berupa wudlu yang sempurna,
shalat yang banyak, shaum-shaumnya, haji dan
umrah, hingga sampailah ke langit yang keenam.
Namun malaikat penjaga pintu langit keenam
berkata, 'Saya adalah pemilik ar-rahmat (kasih
sayang). Tamparkanlah amalan
si hamba tersebut ke wajah pemilikinya. Dia tidak
memilki sifat rahmaniah sama sekali di hadapan
manusia. Dia malah merasa senang ketika melihat
musibah menimpa hamba lainnya. Rabb
Pemeliharaku memerintahkanku untuk tidak
membiarkan amalannya melewatiku menuju
langit berikutnya...!'
Naiklah malaikat Hafadzah lainnya bersama
amalan seorang hamba berupa nafkah yang
berlimpah, shaum, shalat, jihad dan sifat
wara' (berhati-hati dalam bermal). Amalan
tersebut bergemuruh bagaikan guntur dan
bersinar bagaikan bagaikan kilatan petir. Namun
ketika sampai pada langit yang ketujuh,
berhentilah amalan tersebut di hadapan malaikat
penjaga pintunya. Malaikat itu berkata, 'Saya
adalah pemilik sebutan (adz-dzikru) atau sum'ah
(mencintai kemasyhuran) di antara manusia.
Sesungguhnya pemilik amal ini
berbuat sesuatu karena menginginkan sebutan
kebaikan amal perbuatannya di dalam setiap
pertemuan. Ingin disanjung di antara kawan-
kawannya dan mendapatkan kehormatan di
antara para pembesar. Rabb Pemeliharaku
memerintahkan aku untuk tidak membiarkan
amalannya menembus melewati pintu langit ini
menuju langit sesudahnya. Dan setiap amal yang
tidak diperuntukkan bagi Allah ta'ala secara ikhlas,
maka dia telah berbuat riya', dan Allah Azza wa
Jalla tidak menerima amalan seseorang yang
diiringi dengan riya' tersebut....!'
Dan malaikat Hafadzah lainnya naik beserta
amalan seorang hamba berupa shalat, zakat,
shaum demi shaum, haji, umrah, akhlak yang
berbuahkan hasanah, berdiam diri, berdzikir
kepada Allah Ta'ala, maka seluruh malaikat di
tujuh langit tersebut beriringan menyertainya
hingga terputuslah seluruh hijab dalam menuju
Allah Subhanahu. Mereka berhenti di hadapan ar-
Rabb yang Keagungan-Nya (sifat Jalal-Nya)
bertajalli. Dan para malaikat tersebut menyaksikan
amal sang hamba itu merupakan amal shalih yang
diikhlaskannya hanya bagi Allah Ta'ala.
Namun tanpa disangka Allah berfirman, 'Kalian
adalah malaikat Hafadzah yang menjaga amal-
amal hamba-Ku, dan Aku adalah Sang Pengawas,
yang memiliki kemampuan dalam mengamati
apa-apa yang ada di dalam jiwanya. Sesungguhnya
dengan amalannya itu, sebenarnya dia tidak
menginginkan Aku. Dia menginginkan selain
Aku...! Dia tidak mengikhlaskan amalannya bagi-
Ku. Dan Aku Maha Mengetahui terhadap apa yang
dia inginkan dari amalannya tersebut. Laknatku
bagi dia yang telah menipu makhluk lainnya dan
kalian semua, namun Aku sama sekali tidak
tertipu olehnya. Dan Aku adalah Yang Maha
Mengetahui segala yang ghaib, Yang
memunculkan apa-apa yang tersimpan di dalam
kalbu-kalbu. Tidak ada satu pun di hadapan-Ku
yang tersembunyi, dan tidak ada yang samar di
hadapan-Ku terhadap segala yang tersamar.....
Pengetahuan-Ku terhadap apa-apa yang telah
terjadi sama dengan pengetahuan-Ku terhadap
apa-apa yang belum terjadi. Pengetahuan-Ku
terhadap apa-apa yang telah berlalu sama dengan
pengetahuan-Ku terhadap yang akan datang. Dan
pengetahuan-Ku terhadap segala sesuatu yang
awal sebagaimana pengetahuan-Ku terhadap
segala yang akhir. Aku lebih mengetahui sesuatu
yang rahasia dan tersembunyi. Bagaimana
mungkin hamba-Ku menipu-Ku dengan ilmunya.
Sesungguhnya dia hanyalah menipu para makhluk
yang tidak memiliki pengetahuan, dan Aku Maha
Mengetahui segala yang ghaib. Baginya laknat-
Ku....!!
Mendengar itu semua maka berkatalah para
malaikat penjaga tujuh langit beserta tiga ribu
pengiringnya, 'Wahai Rabb Pemelihara kami,
baginya laknat-Mu dan laknat kami. Dan
berkatalah seluruh petala langit, 'Laknat Allah
baginya dan laknat mereka yang melaknat buat
sang hamba itu..!
Mendengar penuturan Rasulullah Saw. sedemikian
rupa, tiba-tiba menangislah Mu'adz Rahimahullah,
dengan isak tangisnya yang cukup keras...Lama
baru terdiam kemudian dia berkata dengan
lirihnya, "Wahai Rasulullah......Bagaimana bisa aku
selamat dari apa-apa yang telah engkau ceritakan
tadi...??"
Rasulullah bersabda, "Oleh karena itu wahai
Mu'adz.....Ikutilah Nabimu di dalam sebuah
keyakinan...".
Dengan suara yang bergetar Mu'adz berkata,
"Engkau adalah Rasul Allah, dan aku hanyalah
seorang Mu'adz bin Jabal....Bagaimana aku bisa
selamat dan lolos dari itu semua...??"
Nabi yang suci bersabda, "Baiklah wahai Mu'adz,
apabila engkau merasa kurang sempurna dalam
melakukan semua amalanmu itu, maka cegahlah
lidahmu dari ucapan ghibah dan fitnah terhadap
sesama manusia, khususnya terhadap saudara-
saudaramu yang sama-sama memegang Alquran.
Apabila engkau hendak berbuat ghibah atau
memfitnah orang lain, haruslah ingat kepada
pertanggungjawaban jiwamu sendiri, sebagaimana
engkau telah mengetahui bahwa dalam jiwamu
pun penuh dengan aib-aib. Janganlah engkau
mensucikan jiwamu dengan cara menjelek-
jelekkan orang lain. Jangan angkat derajat jiwamu
dengan cara menekan orang lain. Janganlah
tenggelam di dalam memasuki urusan dunia
sehingga hal itu dapat melupakan urusan
akhiratmu. Dan janganlah engkau berbisik-bisik
dengan seseorang, padahal di sebelahmu terdapat
orang lain yang tidak diikutsertakan. Jangan
merasa dirimu agung dan terhormat di hadapan
manusia, karena hal itu akan membuat habis
terputus nilai kebaikan-kebaikanmu di dunia dan
akhirat. Janganlah berbuat keji di dalam majelis
pertemuanmu sehingga akibatnya mereka akan
menjauhimu karena buruknya akhlakmu.
Janganlah engkau ungkit-ungkit kebaikanmu di
hadapan orang lain. Janganlah engkau robek
orang-orang dengan lidahmu yang akibatnya
engkau pun akan dirobek-robek oleh anjing-anjing
Jahannam, sebagaimana firman-Nya Ta'ala, "Demi
yang merobek-robek dengan merobek yang
sebenar-benarnya..." (QS An-Naaziyat [79]: 2) Di
neraka itu, daging akan dirobek hingga mencapat
tulang........
Mendengar penuturan Nabi sedemikian itu,
Mu'adz kembali bertanya dengan suaranya yang
semakin lirih, "Wahai Rasulullah, Siapa
sebenarnya yang akan mampu melakukan itu
semua....??"
"Wahai Mu'adz...! Sebenarnya apa-apa yang telah
aku paparkan tadi dengan segala penjelasannya
serta cara-cara menghindari bahayanya itu semua
akan sangat mudah bagi dia yang dimudahkan
oleh Allah Ta'ala.... Oleh karena itu cukuplah
bagimu mencintai sesama manusia, sebagaimana
engkau mencintai jiwamu sendiri, dan engkau
membenci mereka sebagaimana jiwamu
membencinya. Dengan itu semua niscaya engkau
akan mampu dan selamat dalam
menempuhnya.....!!"
Khalid bin Ma'dan kemudian berkata bahwa
Mu'adz bin Jabal sangat sering membaca hadits
tersebut sebagaimana seringnya beliau membaca
Alquran, dan sering mempelajarinya serta
menjaganya sebagaimana beliau mempelajari dan
menjaga Alquran di dalam majelis pertemuannya.
Al-Ghazali Rahimahullah kemudian berkata,
"Setelah kalian mendengar hadits yang sedemikian
luhur beritanya, sedemikian besar bahayanya,
atsarnya yang sungguh menggetarkan, serasa
akan terbang bila hati mendengarnya serta
meresahkan akal dan menyempitkan dada yang
kini penuh dengan huru-hara yang mencekam.
Kalian harus berlindung kepada Rabb-mu,
Pemelihara Seru Sekalian Alam. Berdiam diri di
ujung sebuah pintu taubat, mudah-mudahan
kalbumu akan dibuka oleh Allah dengan lemah
lembut, merendahkan diri dan berdoa, menjerit
dan menangis semalaman. Juga di siang hari
bersama orang-orang yang merendahkan diri,
yang menjerit dan selalu berdoa kepada Allah
Ta'ala. Sebab itu semua adalah sebuah persoalan
bersar dalam hidupmu yang kalian tidak akan
selamat darinya melainkan disebabkan atas
pertolongan dan rahmat Allah Ta'ala semata.
Dan tidak akan bisa selamat dari tenggelamnya di
lautan ini kecuali dengan hadirnya hidayah, taufiq
serta inayah-Nya semata. Bangunlah kalian dari
lengahnya orang-orang yang lengah. Urusan ini
harus benar-benar diperhatikan oleh kalian.
Lawanlah hawa nafsumu dalam tanjakan yang
menakutkan ini. Mudah-mudahan kalian tidak
akan celaka bersama orang-orang yang celaka.
Dan mohonlah pertolongan hanya kepada Allah
Ta'ala, kapan saja dan dalam kadaan
bagaimanapun. Dialah yang Maha Menolong
dengan sebaik-baiknya...
Wa laa haula wa laa quwwata illa billaah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar