Sabtu, 09 Juni 2012

Hikmah Isra mi'raj

Beberapa hari lagi kita akan melewati sebuah peristiwa
sejarah yang sangat monumental. Momentum sejarah tersebut adalah
peristiwa yang terjadi sekitar 14 abad Hijriyah yang lalu, yaitu peristiwa
Isra’ Mi’raj. Pada saat itu Nabi Muhammad SAW diperjalankan oleh Allah
dari Masjidil Haram di Mekah ke Masjidil Aqsha di Al-Quds, lalu
dilanjutkan dengan menembus lapisan langit tertinggi sampai batas yang
tidak dapat dijangkau oleh ilmu semua makhluk, malaikat, manusia, dan
jin. Semua itu ditempuh dalam sehari semalam. Peristiwa itu sekaligus
sebagai mukjizat mengagumkan yang diterima Rasulullah SAW.
Permintaan kaum kafir Quraisy kepada Nabi SAW
Sebenarnya, sebelum peristiwa itu terjadi, orang-orang kafir Quraisy
pernah meminta kepada Rasulullah untuk menunjukkan hal-hal yang
aneh, karena mereka tidak percaya kalau Muhammad SAW itu adalah
nabi. Permintaan-permintaan itu mereka lontarkan untuk membuktikan
bahwa dirinya benar-benar seorang Nabi. Hal ini direkam oleh Allah SWT
dalam Al Qur’an sebagai berikut:
“Dan mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak percaya kepadamu hingga
kamu memancarkan mata air dari bumi untuk kami, atau kamu
mempunyai sebuah kebun korma dan anggur, lalu kamu alirkan sungai-
sungai di celah kebun yang deras alirannya, atau kamu jatuhkan langit
berkeping-keping atas kami, sebagaimana kamu katakan atau kamu
datangkan Allah dan malaikat-malaikat berhadapan muka dengan kami.
Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke
langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu
hingga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang kami baca”. (QS. Bani
Israil : 90 – 93)
Kalau kita jabarkan dari ayat di atas, mereka meminta hal-hal di bawah ini
kepada Rasulullah:
1. Mereka meminta untuk memancarkan mata air dari bumi.
2. Mereka juga meminta sebuah kebun kurma dan anggur,
dengan air mengalir di bawahnya. Padahal di sekitar situ
sebagian besar padang pasir.
3. Mereka meminta untuk menjatuhkan langit.
4. Mereka juga meminta menghadirkan Allah beserta malaikat-
malaikat-Nya untuk dihadapkan kepada mereka. Sungguh
suatu permintaan yang lancang.
5. Mereka juga meminta sebuah rumah dari emas.
6. Yang terakhir, mereka meminta Nabi untuk naik ke langit
tanpa membawa buku, lalu harus kembali dengan membawa
sebuah buku (kitab) untuk mereka baca.
Permintaan mereka itu betul-betul “kebangetan”. Tetapi Rasulullah SAW
menjawabnya dengan bijaksana, “Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini
hanya seorang manusia yang menjadi rasul?” (QS. Bani Israil: 93). Allah
Yang Maha Suci tentu Maha Kuasa untuk melakukan semua itu, tetapi
Rasulullah mengatakan bahwa dirinya hanyalah seorang manusia biasa
yang diangkat menjadi seorang Rasul, sehingga tidak mungkin melakukan
semua itu.
Kita bisa ambil pelajaran dari hal di atas. Mungkin sampai zaman kapan
pun, kebenaran (baca: Islam) akan menghadapi hal-hal seperti itu. Orang
yang membawa kebenaran akan selalu menghadapi permintaan-
permintaan yang di luar kemampuan. Dan permintaan tersebut
kebanyakan hanya sebagai “olok-olok”. Karena, kalaupun kita bisa
memenuhi permintaan itu, mereka kebanyakan tetap tidak akan
mendengar Islam ini. Hanya sedikit yang mau mendengarnya.
Sebagaimana halnya Rasulullah setelah mengalami peristiwa Isra’ Mi’raj,
tidak banyak yang mempercayai perjalanannya tersebut, bahkan ada yang
mengatakan Nabi gila walaupun Nabi sudah memberikan bukti-bukti atas
apa yang telah dia alami (Isra’ Mi’raj).
Peringatan Isra’ Mi’raj sebagai motivasi
Kalau kita baca sejarah kehidupan Rasulullah SAW (Sirah Nabawiyah),
sebelum peristiwa itu terjadi, Rasulullah mengalami keadaan duka cita
yang sangat mendalam. Beliau ditinggal oleh istrinya tercinta, Khadijah,
yang setia menemani dan menghiburnya di kala orang lain masih
mencemoohnya. Lalu beliau juga ditinggal oleh pamannya sendiri, Abu
Thalib, yang (walaupun kafir) tetapi dia sangat melindungi aktivitas Nabi.
Sehingga orang-orang kafir Quraisy semakin leluasa untuk melancarkan
penyiksaannya kepada Nabi, sampai-sampai orang awam Quraisy pun
berani melemparkan kotoran ke atas kepala Rasulullah SAW.
Dalam keadaan yang duka cita dan penuh dengan rintangan yang sangat
berat itu, menambah perasaan Rasulullah semakin berat dalam
mengemban risalah Ilahi. Lalu Allah “menghibur” Nabi dengan
memperjalankan beliau, sampai kepada langit dan menemui Allah. Hingga
kini, peristiwa ini seringkali diperingati oleh sebagian besar kaum
muslimin dalam peringatan Isra’ Mi’raj. Pada dasarnya peringatan tersebut
hanyalah untuk memotivasi dan penyemangat, bukan dalam rangka
beribadah (ibadah dalam artian ibadah ritual khusus). Namun peringatan
tersebut juga terdapat beberapa catatan. Apa saja itu? Mari kita ikuti
beberapa hal di bawah ini.
Dalam Al Qur’an, dari sekian ribu ayat di dalamnya, hanya ada 4 ayat
yang menjelaskan tentang Isra’ Mi’raj, yaitu QS. Bani Israil ayat 1, dan QS.
An Najm ayat 13 sampai 15. Maksudnya, kebesaran Islam itu bukan
terletak pada peristiwa Isra’ Mi’raj ini, tapi pada konsepnya, sistemnya,
dan muatannya. Pada surat An Najm ayat 13-15 itu, menggambarkan
bahwa Rasulullah menemui Jibril dalam bentuk aslinya di Sidratil Muntaha
ketika Isra Mi’raj. Sebelumnya Rasulullah juga pernah menjumpai malaikat
Jibril dalam bentuk asli ketika menerima ayat pertama (QS. Al Alaq: 1-5)
dari Allah SWT, yaitu ketika di gua Hira.
Dan di antara 25 nabi, hanya 2 Nabi yang pernah berbicara langsung
kepada Allah, yaitu Nabi Musa AS dan Nabi Muhammad SAW. Bagaimana
dengan Nabi Adam AS, bukankah beliau juga pernah berdialog dengan
Allah? Ya, tapi Nabi Adam ketika itu masih di Surga. Setelah diturunkan ke
bumi, tidak lagi berdialog secara langsung. Nabi Musa berdialog dengan
Allah secara langsung yaitu ketika di bukit Tursina (di bumi), sedangkan
Nabi Muhammad di Sidratil Muntaha (di langit). Tetapi (sekali lagi),
kebesaran Islam bukan di situ letaknya, namun di konsepnya, di
muatannya. Oleh karena itulah, peristiwa Isra’ Mi’raj sendiri tidak perlu
secara berlebihan diangkat-angkat. Peristiwa itu sendiri merupakan
mukjizat imani, maksudnya adalah mukjizat yang hanya bisa diterima
apabila kita beriman.
Meskipun hanya Nabi Muhammad yang telah diperjalankan pada malam
harinya (Isra’ Mi’raj), tapi dia tetaplah manusia biasa, hamba Allah. Hal ini
perlu ditegaskan, karena dua umat sebelum Islam (Yahudi dan Kristen),
telah terjebak men-Tuhankan nabinya.
Mengapa Masjidil Aqsha?
Ada beberapa pertanyaan mengenai peristiwa Isra’ Mi’raj. Salah satunya,
mengapa dalam peristiwa itu Rasul diperjalankan ke Masjidil Aqsha?
Kenapa tidak langsung saja ke langit? Paling tidak ada beberapa hal
hikmahnya, antara lain:
1. Bahwa Nabi Muhammad adalah satu-satunya Nabi dari golongan
Ibrahim AS yang berasal dari Ismail AS, sedangkan Nabi lainnya adalah
berasal dari Ishaq AS. Inilah yang menyebabkan Yahudi dan Kristen
menolak Nabi Muhammad, karena mereka melihat asal usul
keturunannya (nasab). Alasan mereka itu sangat tidak ilmiah, dan kalau
memang benar, mereka berarti rasialis, karena melihat orang itu dari
keturunannya. Hikmah lainnya adalah, bahwa Nabi Muhammad
berdakwah di Mekah, sedangkan Nabi yang lain berdakwah di sekitar
Palestina. Kalau dibiarkan saja, orang lain akan menuduh Muhammad
SAW sebagai orang yang tidak ada hubungannya dengan “golongan”
Ibrahim dan merupakan sempalan. Bagi kita sebagai muslim, tidaklah
melihat orang itu dari asal usulnya, tapi dari ajarannya.
2. Hikmah berikutnya adalah, Allah dengan segala ilmu-Nya mengetahui
bahwa Masjidil Aqsha adalah akan menjadi sumber sengketa sepanjang
zaman setelah itu. Mungkin Allah ingin menjadikan tempat ini sebagai
“pembangkit” ruhul jihad kaum muslimin. Kadangkala, kalau tiada lawan
itu semangat jihad kaum muslimin “melemah” karena terlena, dan dengan
adanya sengketa tersebut, semangat jihad kaum muslimin terus terjaga
dan terbina.
3. Berikutnya, Allah ingin memperlihatkan sebagian tanda-tanda
kebesaran-Nya kepada Nabi SAW. Pada Al Qur’an surat An Najm ayat 12,
terdapat kata “Yaro” dalam bahasa Arab yang artinya “menyaksikan
langsung”. Berbeda dengan kata “Syahida”, yang berarti menyaksikan tapi
tidak musti secara langsung. Allah memperlihatkan sebagian tanda-tanda
kebesaran-Nya itu secara langsung, karena pada saat itu dakwah Nabi
sedang pada masa sulit, penuh duka cita. Oleh karena itulah pada
peristiwa tersebut Nabi Muhammad juga dipertemukan dengan Nabi-nabi
sebelumnya, agar Muhammad SAW juga bisa melihat bahwa Nabi yang
sebelumnya pun mengalami masa-masa sulit, sehingga Nabi SAW
bertambah motivasi dan semangatnya. Hal ini juga merupakan pelajaran
bagi kita yang mengaku sebagai da’i, bahwa dalam kesulitan dakwah itu
bukan berarti Allah tidak mendengar.
Perintah Shalat
Pada Isra’ Mi’raj, Allah SWT memberikan perintah shalat wajib. Dan shalat
Subuh adalah shalat yang pertama kali diperintahkan. Karena peristiwa
Isra’ Mi’raj sendiri terjadi pada saat malam hari. Subuhnya Rasulullah
sudah tiba kembali di tempat semula. Mungkin ini juga hikmah bagi kita
semua, karena shalat Subuh adalah shalat yang sulit untuk di laksanakan,
di mana pada saat itu banyak manusia yang masih terlelap dalam
tidurnya. Sebelum diperintahkannya shalat wajib 5 waktu ini, Rasulullah
melaksanakan shalat sebagaimana Nabi Ibrahim.
Kita tidak hanya diperintahkan untuk mengerjakan shalat, tetapi juga
menegakkan shalat. Shalat bukan segala-galanya, tapi segala-galanya
berawal dari shalat, demikian kata seorang ustadz.
Demikianlah beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari peristiwa Isra’
Mi’raj. Semoga semakin menambah keimanan kita kepada Allah, kitab-
Nya, Nabi-nabi-Nya, para malaikat-Nya, Hari Akhir, serta Qadha dan
Qadar-Nya. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar