Senin, 04 Juni 2012

Belajar arti krisis versi ust.muazd

” Begitu Jelas kerusakan yang terjadi didaratan dan
dilautan, yang smua itu disebabkan oleh ulah tangan
manusia, maka sengaja Kami timpakan siksa dari
sebagian akibat perbutan mereka, agar mereka mau
kembali kepada Allah SWT.” ( Surah Ar-Ruum (30)
ayat : 41 )
Menjelang kejatuhan Soeharto hingga hari ini kata
”Krisis” terus dikumandangkan. Berbagai seminar
diskusi dan workshop telah digelar. Sampai kepada
Presiden pun membentuk team penanggulangan krisis.
Tetapi ternyata kita makin terpuruk, makin mundur
kebelakang. Jangankan untuk bisa menyelesaikannya,
mengerti arti krisis saja masih harus dipertanyakan.
Apakah Mereka yang sering bicara krisis, sampai
berbusa itu mulut, sudah mengeri apa arti krisis?.
Apakah sudah terinternalisasi dalam jiwa dan hatinya.
Apakah kita siap membangun negara ini dengan
paradigma krisis. Apakah kita siap menyusus APBN dan
APBD dengan asumsi bahwa negara kita sedang Kere.
Ternyata semua masih dipertanyakan. Kalo kita
lihat gaya hidup dan prilaku masyarakat sehari-hari
tidak mencerminkan sedikitpun bahwa kita sedang
krisis. Yang antri beras bisa pegang HP, yang di Tenda
pengungsian masih bisa joged. Begitu juga acara-acara
di Televisi kita lihat sama persis dengan negara-negara
maju, bahkan lebih glamour dan lebih norak dari
negara yang sudah maju.
Jadi yang perlu kita sepakati lebih dahulu adalah
benar atau tidak sih kita sedang krisis...? Kok yang beli
BMW bisa Indent, Real Estate laku keras, villa mewah
kaya kacang goreng, jual motor di tenda pinggir jalan
sama dengan jual pecel lele, apalagi yang jual HP cukup
dengan lapak-lapak. Mall-mall, ITC tumbuh subur kaya
jamur dimusim hujan. Sekali lagi apanya yang krisis…?
Melihat pemandangan itu sepertinya negara kita
sudah sangat makmur dan sudah sangat maju..??? apa
sebenarnya terjadi pada bangsa ini. Disisi lain orang
sedang banyak yang teriak-teriak krisis. Jadi apa yang
krisis..? diamana krisis itu ada...? kaya apa sih
sebenarnya kalo kita sedang krisis.. dan pertanyaan
lainnya.
Aneh tapi nyata kita sering mendengar berita
orang yang antri beras miskin, bahkan sampai ada yang
mati terjepit, ada antri minyak tanah, ada sudah biasa
makan tiwul dan gaplek, ada yang sudah sering makan
nasi aking, seorang petani bisa makan dengan lauk
pauk hanya tiga gari setelah panen. Setelah itu biasa
makan dengan sambal dan lalapan. Bahkan baru-baru
ini kita mendengar seorang ibu dan seorang anak
meninggal karena kelapran di Sulawesi Selatan,
lumbungnya padi. Angka kelaparan, busung lapar,
kurang gizi terus bertambah. Bellum lagi pengemis,
pengamen, copet, pencurian, perampokan dan
sebagainya ada dimana mana. Dalam kondisi kere
seperti ini kita melihat pola tingkah laku anak bangsa
dengan gaya hidupnya yang tidak sama sekali
mencerminkan bahwa negara ini sedang krisis.
Lebih jelas lagi bisa kita lihat dalam penyusunan
APBD dan APBN, sama sekali tidak mencerminkan
negara kita sedang krisis. Inefisiensi masih terus ada.
Anggaran untuk simbol kemewahan, ceremonial,
gagah-gagahan, pamer gengsi, atribut upacara, sampai
kepada proyek fiktif masih terus berlangsung. Bisa kita
banyangkan jika anggaran sepak bola berpuluh kali lipat
dari pada anggaran Kesra. Ada daerah anggaran sepak
bola 17 miliyar sementara anggaran Kesra 100 Juta. Ada
juga sepak bola 7 miliyar anggaran pembinaan UKM
(Usaha Kecil Menengah) Cuma 25 juta..???
Alhamdulillah sekarang sudah ada Keputusan Mendagri
tetang penggunaan APBD.
Rupanya banyak pejabat yang nyaman, kerena
sudah merasakan nikmatnya berpuluh-puluh tahun
kebobrokan negara ini. Sebaliknya mereka merasa
terancam jika terjadi reformasi yang sesungguhnya,
mareka takut terhenti kenikmatannya kalau negara ini
menjadi lebih baik. Sehingga bagaikan narkoba, dipakai
terus makin membayakan, ditinggalkan susah karena
sudah kecanduan. Atau pepatah mengatakan
"Mengambil kesempatan dalam kesempitan".
Perlunya Diagnosa Tuntas
Berbagai upaya telah dilakukan untuk
menanggulangi krisis ini, mulai dari wacana sampai
pada tindakan nyata. Tapi sangat disayangkan masih
bersifat Arifisial, Belum sampai kepada yang lebih
subtsansial. Seringkali kesalahan dimulai dari diagnosa
yang tidak tuntas, baru menemukan gejala sudah
disebut penyakit. Misal seseorang batuk, itu gejala
penyakit, bukan nama penyakit, penyakitnya mungkin
saja atsma, radang tenggorakan, TBC dan lain lain.
Begitu juga panas dingin itu bukan penyakit.
Penyakitnya mungkin demam, flu, typus dan
sebagainya.
Kalau sudah ditemukan penyakit dengan tepat
baru bisa dicari obat yang pas buat penyakit tersebut.
Begitu juga nasib bangsa yang sedang sakit seperti
sekarang ini butuh diagnosa yang mendalam, sampai
ketemu pangkal persoalannya, atau akar masalahnya.
Baru nanti di tentukan kebijakan dan tindakan apa yang
tepat untuk menanggulanginya.
Sebagai contoh kemacetan lalu-lintas yang sering
terjadi terutama di Jabodetabek, sebagian besar
kesalahan ada pada perencanaan dan tatakota, tapi
yang sering disorot biasanya polisi atau kedisiplinan
masyarakat. Ambil kasus Depok, jalan Margonda yang
cuma 4 Kilometer didirikan 6 buah pusat keramayan
dan perbelanjaan setingkat Mall atau ITC. Belum lagi
yang menengah dan toko kecil memenuhi kiri kanan
margonda raya. Polisi mana yang sanggup mengatasi
dampak kemacetannya. Tetapi mengapa tidak ada yang
mempersoalkan tatakota.
Begitu juga kalau kita bicara korupsi, selalu saja
yang jadi sorotan penegakan hukum. Siapa pejabat
penegak hukum yang belum pernah mencicipi Kue
Korupsi Negara..?. Kalau ada berapa jumlahnya...?
Berapa perbandingan antara aparat penegak hukum
yang dianggap masih bersih dengan jumlah kasus yang
antri untuk diselesaikan. Ada yang berpendapat kita
mulai dari menyeret koruptor kelas kakap dulu. Kalau
begitu kita butuh penegak hukum berkelas Paus atau
Hiu setidak-tidaknya. Harus disiapkan aparat yang
bermental baja, berhati malaikat, berkacamata yang
sanggup menyensor deretan angka nol dalam gepokan
uang, sehingga tidak gemetar ketika mlihatnya.
Akhirnya belunder lagi.
Jarang sekali dibahas mulai dari akar budayanya.
Sampai acara ruatanpun masih dipertahankan bahkan
dilestarikan, padahal jelas-jelas ritual sogok dan KKN,
Irrasional, karena kita disuruh takut dengan tokoh fiktif
dalam dongeng yaitu Batarakala. Kita diancam kalau
punya anak tunggal laki-laki, anak kembar, di
tengahnya laki-laki dan sebagainya. Supaya selamat dari
ancaman kita harus mempersembahkan sesuatu
dengan acara ritual ruatan.
Sekarang kita tidak hanya sedang berhadapan
sistem yang bobrok, tetapi juga kita behadapan dengan
sebuah budaya peradaban serta peradigma yang sangat
buobrok. Maka seharusnya tindakan dan kebijakan yang
dibuat mengarah bagaimana merubah kultur dan
budaya. Harus memikirkan perangkat apa yang harus
dipersiapkan merubah budaya yang sudah seperti ini.
Bukan kebijakan yang tambal sulam, jangka pendek
apalagi kebijakan prgamatis untuk modal bertarung
pada pemilu yang akan datang.
Belum terlihat figur-figur yang betul-betul serius
memperjuangkan nasib rakyat dan bangsa. Yang paling
menonjol sekarang ini adalah perlomba’an untuk
mempersiapkan pemilu demi pemilu. Persaingan untuk
mendapatkan kursi-kursi empuk dan basah. Perebutan
sarana-sarana penunjang untuk mendokrak suara.
Sampai pada melirik bokong-bokong bahenol untuk
diajak ngebor dipanggung kampanye agar bisa
menyedot massa yang lebih banyak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar