Senin, 04 Juni 2012

Pandangan jadul tentang Rangking

Rangking Berapa Kamu?
"Ranking 29," Hani menjawab sambil lalu ketika Anto,
kawan sekelasnya yang juga juara kelas, kawan
sekelasnya yang diam-diam Hani menaruh hati
padanya, bertanya rangking berapa kepada Hani. Ya,
ranking 29 dari 42 anak termasuk sedang saja, tidak
terlalu buruk tidak juga terlalu bagus.
Di situasi yang lain, "Ranking ke-3," jawab Andy acuh
tak acuh, sambil mengunyah sepotong keripik kentang
di meja, ketika ibu bertanya tentang rankingnya Andy. "
Haa?? Pandainya anak ibu, ranking 3 nak..?" ibu dengan
tangan masih bau bawang ingin mencium pipi Andy,
namun Andy malu, sudah besar, sudah kelas enam.
"Aku juga ranking tiga, sama kayak kamu, Ndy, tapi…
dari belakang…" teriak Bondan, kawan sekelas Andy
yang terkenal sakit-sakitan terus, sakit hati, sakit gigi,
sakit malas, sakit ngilu, sakit perut, pokoknya dalam
seminggu pasti ada paling kurang dua kali sakit.
"Ranking berapa..?" pertanyaan yang begitu marak
terdengar ketika musim pembagian raport. Dan
biasanya semua orang tua sibuk menutupi, berjalan
cepat-cepat, pura-pura ada kesibukan lain diluar ketika
jam pengambilan raport, segera berlalu dari sekolah
bila ranking anaknya menduduki peringkat paling
bawah. Malu jika ada yang bertanya dan malu juga
punya anak seperti yang menduduki peringkat terakhir.
Siap-siap menahan amarah dan pikiran melayang,
menyalahkan si anak, menyalahkan handphone yang
keburu diberikan, menyalahkan laptop yang dimainkan
si anak siang dan malam. Selain itu juga menyalahkan
pemerintah yang membolehkan facebook dan twitter
masuk Indonesia, menyalahkan suami yang tidak mau
membantu mendidik anak, menyalahkan si anak yang
keras kepala, malas belajar dan maunya main melulu.
Setelah itu, terakhir menyalahkan gurunya karena
dianggap tidak bisa mengajar.
Ketika sampai di rumah, sang anak mengelak dengan
mengatakan, "aku sudah belajar sungguh-sungguh,
soalnya saja yang terlalu susah, aku gak nyontek,
kawan-kawanku dapat nilai bagus karena mereka
menyontek.
Oh, mengapa ranking menjadi begitu bermasalah buat
para orang tua. Sekedar kepuasan untuk mengetahui
anaknya ada di peringkat yang mana atau untuk
mengetahui anaknya dibandingkan dengan kawan-
kawannya ada disebelah mana. Sungguh, ranking
begitu menentukan harga diri seseorang bila terlalu
dipikirkan. Padahal setiap anak memiliki kelebihan dan
kehebatan masing-masing, bisa jadi dia buruk dari sisi
pelajaran akademik namun menonjol dari sisi lain.
Lihat Bill Gates, kabarnya sekolah saja tidak selesai,
namun sekarang menjadi orang yang termasuk terkaya
di dunia. Tentulah dia memiliki kelebihan lain yang
membuatnya bisa menjadi 'orang'. Namun tidak lulus
sekolah dan menjadikan Bill Gates sebagai panutan juga
tidak betul, karena sekolah adalah bagian dari learning
process, menyelesaikan sekolah adalah bagian dari
menyelesaikan sebuah masalah, belajar menghadapi
masalah sampai akhir, sampai tuntas, suka maupun
terpaksa.
Kita harus mengerti bahwa setiap anak berbeda.
Ranking dalam pelajaran akademik tidaklah
menentukan berhasil atau tidaknya si anak ketika
sudah dewasa nanti. Marilah kita lihat sisi positif lain
dari si anak, apakah kelebihannya betul-betul tidak
ada..? pikirkan dan renungkanlah sebelum mengecam
dengan kalimat, "apa yang bisa ibu banggakan
darimu..?" Mungkin si anak tidak pandai matematika,
namun coba lihat baik-baik isi raportnya, siapa tahu
pelajaran art si anak dapat nilai paling tinggi, maka sisi
itulah yang bisa dibanggakan atau pelajaran agama
islam dapat nilai paling bagus karena si anak interest
terhadap cerita-cerita nabi dan hanyut dalam cerita-
cerita tersebut, sementara nilai yang lain maksimal 6
atau 7, oleh karena itu ada baiknya orang tua
berbangga bahwa anaknya memiliki kemampuan dalam
menghayati sebuah kisah. Baiknya kita lihat pelajaran
yang nilainya lumayan bagus yang didapat si anak,
olahraga kah ataukah IPS? maka hal itulah yang
sebetulnya sesuatu yang dapat dibanggakan.
Bila pada akhirnya orang tua tidak menemukan nilai
yang bagus sekalipun dalam raport sia anak, maka
ingatlah bahwa mungkin si anak termasuk anak yang
penurut. Jika si anak disuruh jangan main diluar ketika
hujan, maka dia segera masuk rumah atau ketika
kawannya ada yang merokok maka dia tidak merokok
atau ketika kita sakit, dia bergegas memijat kaki kita
atau ketika kita pulang kerja lelah, dia satu-satunya
anak yang bergegas mengambil minuman.
Maka, hati-hatilah dengan kata-kata, "apa yang bisa ibu
banggakan darimu..???," karena hal tersebut dapat
membuat sang anak akan menjadi sedih dan merasa
sebagai pribadi yang tidak berharga..
Sumber : Republika

Tidak ada komentar:

Posting Komentar