Senin, 05 Maret 2012

Gejolak dibalik bilik

Bahkan ketika kamu memiliki semua pesona fisik,
jiwa, akal dan ruh, cintamu bukan saja mungkin
tertolak dan kamu terluka di bawah hukum
keserasaan dan keserasian. Lebih dari itu, kamu juga
tidak bebas dari problematika kehidupan cinta dan
asmara seperti yang dialami orang-orang biasa.
Dalam terminologi batin kehidupan, sebenarnya kita
semua hanya orang-orang biasa, memiliki rasa
orang-orang biasa, dan menghadapi persoalan cinta
yang juga dialami orang-orang biasa.
Bahkan ketika sang kekasih setara dengan kamu pada
pesona fisik, jiwa, akal dan ruhnya, itu juga bukan
sebuah sertifikat bebas perkara kehidupan, yang
dapat kamu tempel pada dinding kesadaranmu.
Tidak!!! Persoalan hidup adalah jatah setiap manusia,
tidak peduli apakah ia orang baik atau bukan. Bahkan
sumber persoalan hidup kita seringkali datang dari
kebaikan hati kita. Seperti unta yang sabar; orang-
orang hanya tahu memikulkan beban ke
punggungnya tanpa pernah mendengar keluhannya.
Kesabarannya adalah sumber masalahnya.
Yang membedakan mereka adalah bahwa mereka
selalu “berada di atas” masalah-masalah mereka.
Karena itu mereka selalu mampu “mengatasi”
masalah-masalah mereka. Mereka selalu sanggup
melampaui lorong gelap pada suatu potongan waktu
kehidupan mereka.
Mereka selalu menang. Cerita mereka selalu berakhir
bagus; tidak selalu karena endingnya penuh bunga
dan senyum, kadang-kadang justru karena keputusan
pahit yang mengharu-biru sebab ia lahir dari cinta
yang ksatria.
Seperti ketika istri-istri Rasuiullah saw meminta
tambahan perhiasan dunia. Apa yang salah dengan
tuntutan itu? Itu datang dari istri-istri yang shalihah
kepada seorang suami yang shalih. Itu bukan barang
haram.
Tapi tuntutan itu berat bagi sang Rasul; bagaimana
mungkin ia kembali kepada persoalan kecil seperti ini
ketika ia sedang dalam perjalanan untuk melakukan
sentuhan akhir dalam penyelesaian misi
kenabiannya? Itu mengganggu dan menyedot
perhatiannya justru ketika ia sedang membutuhkan
konsentrasi penuh untuk menyelesaikan tugas
akhirnya. Itu menyebabkan beliau “mendiamkan”
mereka selama sebulan. Bahkan beliau menyendiri
dan tidak ingin ditemui oleh sahabat-sahabat beliau.
Contoh itu mungkin terasa terlalu sophisticated. Mari
kita ambil contoh lain. Suatu saat beliau berada di
rumah Aisyah. Kemudian Saudah datang menemui
beliau. Aisyah pun menawarkan kue yang baru saja
dibuatnya. Tapi Saudah mengatakan, kue itu tidak
enak. Aisyah tentu saja tersinggung. la pun
menimpuk Saudah dengan kue itu. Dan Saudah
membalasnya. Timpuk-menimpuk itu berlangsung
sementara sang suami menyaksikannya sembari
tertawa terbahak-bahak.
Oh, persoalan memang datang. Tapi selalu berlalu.
Di balik bilik sederhana itu ada banyak gejolak. Tapi
keteduhan selalu mengakhirinya.[] anismatta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar