Jumat, 02 Maret 2012

Perjalanan ke 5benua

“ Bila engkau mampu berjalan terus kebarat, melewati ujung paling barat dari negeri barat,
maka engkau akan menemukan ujung paling timur dari negeri timur…”. Kalimat nasihat ini
benar secara geografis dan benar pula secara folosofis. Secara geografis karena bumi ini
bulat, bila kita berjalan terus kebarat, kita sampai juga ke belahan bumi bagian timur. Secara
filosofis benar karena segala sesuatunya telah diciptakan oleh Sang Pencipta secara
berpasang-pasangan, bersama kesulitan ada kemudahan. Maka Sang Pemimpin memulai
pekerjaannya dengan secara harfiah melakukan perjalanan panjang menemui rakyatnya di
lima benua, dimulai dengan perjalanan ke barat.
Benua pertama yang dikunjungi adalah benua Amerika, dia prioritaskan benua ini karena dari
sinilah asal muasal kebangkrutan negeri-negeri sebelumnya. Di belahan utara benua ini dia
temui negeri yang di abad sebelumnya memimpin dunia dengan teknologi, ekonomi dan
militernya. Tetapi justru karena inilah mereka sombong, mereka bertindak seolah-olah polisi
dunia yang bisa menyatakan siapa yang salah dan siapa yang benar, menghukum yang dia
pandangnya salah meskipun tanpa mereka bisa buktikan, mendukung yang mereka anggap
benar – sekalipun seluruh dunia menyatakannya bersalah.
Negeri adikuasa yang adigung adiguna ini rupanya keropos di dalam, negeri ini hancur oleh
kebangkrutan ekonominya yang merupakan komplikasi dari hutang-hutang yang menumpuk ,
ekonomi yang ribawi yang juga penuh maisir dan gharar. Pusat bisnis kebanggaan mereka
yang dikenal sebagai Jalan Tembok, tidak lebihnya seperti casino raksasa.
Kepada rakyatnya yang berdomisili di benua ini, Sang Pemimpin menasihatkan untuk
meninggalkan perilaku sombong, meninggalkan riba , maisir (perjudian) dan gharar
(spekulatif) dan mulai menggunakan keunggulannya di masa lalu dalam hal inovasi teknologi
dan kreativitasnya untuk menggerakkan sektor riil.
Selanjutnya Sang Pemimpin menyeberangi laut ke barat, dikunjunginya benua kecil di antara
timur dan barat – orang menyebutnya benua ini Australia. Dia jumpai masyarakatnya yag
pandai bertani dan berternak di tanah-tanah yang luas karena penduduknya sedikit.
Sayangnya di benua ini kehidupan sosial masyarakatnya rusak karena tidak dibimbing dengan
panduan hidup dari Sang Maha Kuasa.
Kepada rakyat yang bermukim di negeri ini, Sang Pemimpin menasihatkan agar mempelajari
agama dengan benar – pelajari sampai akar-akar nya – sampai mereka bisa memperoleh
petunjuk akan jalan hidup yang bisa membawa kebahagiaan yang sesungguhnya.
Sang Pemimpin-pun melanjutkan perjalanannya kearah barat laut menuju ujung timur dari
negeri timur, negeri-negeri ini berada di benua yang namanya Asia, benua yang ditinggali
oleh bangsa-bangsa yang sangat beragam. Beberapa di antara mereka adalah pemain
ekonomi yang sangat kuat di masa lampau, tetapi mereka ini hidup materialistis – nyaris tidak
mengenal Sang Penciptanya. Di negeri-negeri Asia ini masih banyak penduduk yang
menyembah dewa-dewa, menyembah patung dan bahkan salah satu negeri yang
masyarakatnya sangat rasional dan maju di bidang ekonomi dan teknologi-pun, ternyata
malah masih menyembah matahari.
Di sebagian benua Asia ini Sang Pemimpin juga menemukan bangsa di negeri kepulauan yang
nampaknya sudah mengenal Sang Penciptanya dengan lumayan baik, namun amalan
mereka nampaknya belum banyak. Ini terlihat dari negeri mereka yang kaya raya dengan
sumber alamnya, tetapi rakyatnya miskin – bahkan wanita-wanitanya yang seharusnya
dilindungi di rumah-rumah mereka, malah sebagian mereka harus pergi ke negeri lain
meninggalkan anak dan keluarganya hanya untuk mencari pekerjaan.
Ditemuinya pula bangsa yang hidup di padang pasir yang gersang, tetapi mereka memiliki
sumber daya alam melimpah yang sangat di butuhkan bangsa-bangsa lain di dunia yaitu
energi. Namun justru karena kekayaan ini mereka pada lalai, para pemimpin mereka hidup
bergelimpangan dengan harta, rakyatnya-pun dimanja sehingga etos kerja dan daya saing
mereka rendah. Bahkan sebagian mereka punya kebiasaan buruk tidur dari pagi hari sampai
siang menjelang tengah hari, mereka paham agamanya tetapi tidak pula melaksanakannya.
Agama mereka mengajarkan berpagi-pagi mencari rizki, kitab mereka secara eksplisit
menyebutkan bahwa malam untuk istirahat dan siang untuk bekerja – tetapi mereka abaikan
petunjuk ini semua. Hasilnya mereka kaya dari mengeruk isi bumi, bukan karena karya
produktif dari kerja keras mereka sendiri.
Kepada rakyat yang hidup di Asia ini Sang Pemimpin menyerukan agar yang masih
menyembah dewa-dewa, patung-patung dan bahkan matahari untuk belajar mengenal tuhan
Sang Pencipta yang sesungguhnya, melalui jalan yang paling masuk akal untuk mereka –
bukan sekedar mengikuti para pendahulu mereka. Kepada yang sudah mengenal tuhannya
dengan benar, Sang Pemimpin sangat menganjurkan untuk memahami petujuk-petunjukNya
sebaik mungkin, kemudian bekerja sesuai petunjuk itu – agar mereka bisa menjadi umat
unggulan di muka bumi.
Sang Pemimpin melanjutkan perjalanannya ke barat, dia jumpai benua yang dihuni oleh
bangsa-bangsa yang sangat maju dalam bidang teknologi dan terbuka dalam hal pemikiran.
Dijumpai pula pemimpin tertinggi dari agama yang banyak dianut di muka bumi ini. Kepada
pemimpin agama ini Sang Pemimpin menyampaikan agar memberi kesempatan kepada para
pengikutnya untuk mendalami dan meneliti asal usul agama mereka, semakin mereka diberi
kebebasan untuk mencari yang sedalam-dalamnya – maka mereka akan lebih dekat kepada
kebenaran yang sesungguhnya.
Perjalanan dilanjutkan Sang Pemimpin ke arah barat daya, dijumpainya benua yang sangat
besar namun gersang yang disebut Afrika. Karena kegersangannya pula benua ini menjadi
pusat-pusat kemiskinan dan kelaparan nyaris sepanjang masa. Tetapi benua ini pernah
makmur, belasan abad silam di benua ini pernah terjadi suatu masa dimana mencari orang
miskin-pun sulit. Sang Pemimpin tahu dari sejarah bahwa masa kemakmuran tersebut
adalah ketika benua ini berada dalam naungan pemerintahan yang adil – pemerintahan yang
menggunakan undang-undang dan system hukum yang sama dengan yang digunakan di
negeri baru.
Maka untuk rakyat di benua ini Sang Pemimpin kehilangan kata-katanya karena merasa
kesedihan yang luar biasa, dia takut tidak bisa berbuat adil, dia takut kalau tidak bisa berbuat
adil maka kemakmuran tidak akan kunjung datang ke benua yang satu ini, dia takut karena
ketidak adilannya bisa membuat satu saja jiwa meninggal karena kelaparan – dia tidak bisa
mempertanggung jawabkan amanah yang diembankan ke pundaknya.
Setelah perjalanan ke lima benua ini dia lalui, Sang Pemimpin kini mengenal rakyatnya seperti
mengenal anak-anaknya sendiri. Dia bisa merasakan betapa berat penderitaan yang diderita
oleh sebagian rakyatnya, dan betapa berat tanggung jawabnya sebagai pemimpin mereka. geraidinar
(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar