Senin, 05 Maret 2012

keberkahan "Bismillah"


Bismillâh adalah awal segala kebaikan. Karena itu,
kita memulai dengannya. Wahai jiwa, ketahuilah
bahwa di samping sebagai syiar Islam, kalimat yang
baik dan penuh berkah ini merupakan zikir seluruh
entitas lewat lisanul hal (keadaan) mereka. Jika
engkau ingin mengetahui sejauh mana kekuatan luar
biasa yang tak pernah habis yang terkandung dalam
bismillâh serta sejauh mana keberkahan yang
terdapat padanya, perhatikan perumpamaan singkat
berikut ini.

Seorang Badui yang hidup nomaden dan
mengembara di padang pasir harus memiliki
afiliasi dengan pemimpin kabilah dan harus
berada dalam perlindungannya agar selamat dari
gangguan orang-orang jahat, agar bisa
menunaikan pekerjaannya, dan agar bisa
mendapatkan berbagai kebutuhannya. Jika tidak,
ia akan merana sendirian dalam kondisi cemas
dan gelisah menghadapi banyak musuh dan
kebutuhan yang tak terhingga.

Pengembaraan yang sama dilakukan oleh dua
orang; yang satu rendah hati dan yang kedua
sombong. Orang yang rendah hati menisbatkan
diri (berafiliasi) kepada penguasa, sementara
yang sombong menolak untuk menisbatkan diri
padanya. Keduanya berjalan di padang pasir
tersebut. Ketika orang yang menisbatkan diri
kepada penguasa itu berkelana dengan aman di
setiap tempat. Jika bertemu perompak jalanan,
ia berkata, “Aku berjalan atas nama penguasa.”
Mendengar hal itu perompak tadi
membiarkannya pergi. Jika dia masuk ke dalam
kemah, ia disambut dengan penuh hormat
berkat nama penguasa yang disandangnya.
Adapun orang yang sombong, ia menjumpai
berbagai cobaan dan musibah yang tak terkira.
Pasalnya, sepanjang perjalanan ia terus berada
dalam ketakutan dan kecemasan. Ia selalu
meminta dikasihani hingga membuat dirinya
terhina.

Karena itu, wahai diri yang sombong, ketahuilah!
Engkau laksana pengembara Badui di atas. Dunia
yang luas ini adalah padang pasir tersebut. Kefakiran
dan ketidakberdayaanmu tak terhingga serta musuh
dan kebutuhanmu tak pernah habis. Jika demikian
keadaannya, sandanglah nama Pemilik Hakiki dan
Penguasa Abadi dari padang pasir ini agar engkau
selamat dari meminta-minta pada makhluk serta dari
rasa cemas dalam menghadapi berbagai peristiwa.
Ya, kalimat ini, bismillâh, merupakan kekayaan besar
yang penuh berkah bahwa dengannya kefakiranmu
terpaut dengan sebuah rahmat yang luas dan mutlak
lebih luas dari seluruh entitas. Ketidakberdayaanmu
juga terpaut dengan sebuah kekuatan besar dan
mutlak yang memegang kendali seluruh wujud, mulai
dari atom hingga galaksi. Bahkan semua kefakiran
dan ketidakberdayaanmu menjadi sarana yang
diterima oleh Sang Mahakuasa Yang Maha
Penyayang, Pemilik Keagungan.

Orang yang bergerak dengan kalimat tersebut
bagaikan orang yang bergabung dalam sebuah
pasukan. Ia beraktivitas atas nama negara tanpa
takut kepada siapa pun. Sebab, ia berbicara atas
nama undang-undang dan negara sehingga ia
dapat menyelesaikan tugas dan tegar dalam
menghadapi apa pun.
Di awal kami telah menyatakan bahwa semua entitas
lewat lisanul hal (keadaannya) mengucap bismillâh.
Benarkah demikian?

Ya, kalau engkau melihat seseorang mampu
menggiring manusia ke satu tempat serta memaksa
mereka melakukan berbagai kewajiban, tentu engkau
berkeyakinan bahwa orang itu tidak sedang mewakili
dirinya dan tidak menggiring manusia atas nama dan
kekuatannya. Akan tetapi, ia seorang prajurit yang
bertindak atas nama negara dan bersandar kepada
kekuatan pemimpin.

Nah, seluruh entitas juga melakukan tugasnya atas
nama Allah. Dengan nama Allah, benih-benih yang
sangat kecil memikul sejumlah pohon yang sangat
besar dan berat. Artinya, setiap pohon mengucap
bismillâh dan mengisi kedua tangannya dengan
buah-buahan yang berasal dari kekayaan rahmat
Ilahi guna dipersembahkan kepada kita. Setiap kebun
mengucap bismillâh. Ia menjadi dapur bagi kodrat
Ilahi sebagai tempat untuk mematangkan berbagai
makanan yang nikmat. Setiap hewan yang penuh
berkah—seperti unta, kambing, dan sapi—Kalimat
Pertama mengucap bismillâh. Mereka menjadi
sumber yang memancarkan susu berlimpah. Atas
nama Dzat Pemberi Rezeki ia berikan kepada kita
nutrisi yang paling lembut dan paling bersih. Akar-
akar setiap tumbuhan dan rumput mengucap
bismillâh serta membelah batu karang yang keras
dengan nama Allah. Dia berucap/bergerak atas nama
Allah dan ar-Rahman, sehingga segala sesuatu
tunduk kepadanya.

Ya, tersebarnya ranting di udara dan diiringi banyak
buah, bercabangnya sejumlah akar di dalam batu
karang yang keras dan ia menyimpan nutrisi di
bawah tanah, lalu dedaunan yang hijau menahan
cuaca panas sementara ia tetap segar, semua itu
merupakan tamparan keras yang membungkam
mulut kaum materialis, para penyembah sebab,
sekaligus sebagai seruan keras yang menggema di
wajah mereka di mana ia berbunyi, “Kondisi keras
dan panas yang kalian sandar melaksanakan tugas
sesuai perintah Tuhan di mana akar yang halus dan
lembut melaksanakan perintah, “Kami berfirman,
‘Pukullah batu itu dengan tongkatmu!’”1 seperti
tongkat Musa, sehingga ia memecahkan batu karang.
Dedaunan yang segar laksana anggota tubuh Ibrahim
as. yang ketika menerima kobaran panas membaca
ayat, “Wahai api, jadilah engkau dingin dan
selamat...” (QS. al-Anbiyâ: 69)

Jadi, selama segala sesuatu di alam ini mengucap
bismillâh secara maknawi, mendatangkan serta
mempersembahkan nikmat Allah kepada kita dengan
bismillâh, maka kita juga harus memulai dengan
bismillah. Kita memberi dengan nama Allah dan
mengambil dengan nama Allah. Demikian pula kita
tidak boleh menerima dari kaum yang lalai yang tidak
memberi dengan nama Allah.
Pertanyaan: Kita memperlihatkan penghormatan
kepada orang yang menjadi sebab datangnya
nikmat pada kita. Lalu apa yang dituntut dari
kita oleh Allah sebagai Dzat Pemilik seluruh
nikmat?
Jawaban: Allah Pemberi Nikmat hakiki menuntut
tiga hal dari kita sebagai harga dari nikmat yang
berharga tersebut.
Pertama zikir, kedua syukur, dan ketiga adalah
pikir.
Dalam hal ini, bismillâh sebagai pembuka merupakan
zikir, alhamdulillâh sebagai penutup adalah syukur,
sementara apa yang berada diantara keduanya adalah
pikir, yaitu merenungi dan menyadari bahwa nikmat-
nikmat yang berharga tersebut merupakan mukjizat
kodrat Tuhan Yang Maha Esa serta hadiah rahmat-
Nya yang luas.
Nah, sebagaimana orang yang mencium kaki
pembantu yang telah mengantarkan hadiah raja
sungguh sangat bodoh dan tolol, begitu pula memuja
dan mencintai sebab-sebab materi yang menjadi
pengantar rezeki, dan melupakan Pemberi Nikmat
hakiki. Bukankah ini ribuan kali jauh lebih bodoh
darinya?
Wahai jiwa, jika engkau tidak mau seperti orang
bodoh di atas, maka:
Berilah dengan nama Allah. Ambillah dengan
nama Allah. Mulailah dengan nama Allah.
Bekerjalah dengan nama Allah.
Wassalam.
*dari kitab Risalah Nur "Al-Kalimat" B.Said Nursi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar