Senin, 05 Maret 2012

Kontribusikan semua Potensi untuk dakwah n jamaah


Oleh: Cahyadi Takariawan
“Semua yang dimiliki kader harus bisa
dikontribusikan untuk dakwah dan jama’ah. Jika kita
punya rumah, harus ada kontribusi rumah untuk
kegiatan dakwah dan jama’ah. Jika punya mobil,
harus ada kontribusinya untuk dakwah dan jama’ah.
Jika punya motor, harus ada kontribusinya untuk
dakwah dan jama’ah. Dengan cara itulah kegiatan
dakwah akan terus berjalan dengan lancar dan
berkesinambungan”, demikian tausiyah dari ustadz
Subaryanto, dalam acara Forum Silaturahmi Kader
Dakwah Banguntapan, Bantul, DIY, Senin 13 Februari
2012.
Tausiyah ini sangat penting dan mendalam. Ada
pertanyaan besar yang sering disampaikan orang,
mengapa kita bisa memiliki banyak kegiatan,
bersambung dari satu kegiatan ke kegiatan
berikutnya, seakan tidak pernah berhenti dan
istirahat. Pertanyaan mereka lebih ke arah, “Berapa
banyak uang yang dikeluarkan untuk berbagai
kegiatan tersebut?” Ternyata kita sendiri bahkan tidak
pernah menghitungnya, karena kita melakukan saja,
bekerja saja, berkegiatan saja, tanpa pernah
menghitung dengan rinci semua pengeluaran kita.
Lihatlah tradisi dakwah dan jama’ah yang sudah kita
bangun selama ini. Pertemuan dilakukan dari rumah
ke rumah, sekaligus silaturahim antar kader dakwah.
Saat menghadiri pertemuan, kita datang dengan
mengendarai motor, mobil, atau menggunakan
angkutan umum. Kita tidak pernah meminta ganti
atas semua yang kita keluarkan secara pribadi, demi
kelancaran kegiatan dakwah. Inilah salah satu cara
untuk mengkontribusikan semua potensi yang kita
miliki untuk dakwah dan jama’ah.
Coba jika dihitung dengan teliti, berapa banyak
dana yang telah kita keluarkan untuk satu
pertemuan. Tempat pertemuan gratis, karena
tidak perlu menyewa. Rumah kader bisa kita
gunakan sebagai tempat pertemuan, bahkan di
garasi atau di halaman belakang rumah pun
bisa. Tuan rumah dengan suka rela
menyediakan minuman dan makanan,
sebagaimana tradisi menjamu tamu pada
umumnya. Masih ditambah berbagai sarana
seperti tikar, karpet, atau kursi dan meja, serta
fasilitas pertemuan ala kadarnya yang dimiliki
tuan rumah. Tempat pertemuan gratis, jamuan
gratis, fasilitas gratis.
Para peserta datang sendiri, tanpa meminta ganti
ongkos transport. Jika harus mengganti ongkos
transport, maka akan terkumpul jumlah yang cukup
besar, karena kader datang dari berbagai tempat yang
berjauhan. Namun kehadiran kader dalam sebuah
pertemuan dakwah, lebih sering tidak dikaitkan
dengan ongkos transport, karena sudah menjadi
tradisi rutin yang berjalan selama ini. Semua datang
dengan kecintaan, semangat, pengorbanan dan
harapan. Dengan demikian untuk satu pertemuan,
hampir tidak ada dana yang perlu dikeluarkan karena
semua sudah ditanggung oleh masing-masing kader
yang menjadi peserta.
Kecuali untuk acara tertentu yang berskala nasional,
memang ada sedikit “hitungan” yang berbeda, karena
ada renik-renik dan unsur publisitas tertentu yang
ingin dimunculkan. Secara umum, sekian banyak
agenda dakwah yang telah berjalan rutin selama ini,
menjadi tanggungan setiap kader, tanpa ada
“hitungan” ganti. Semua kader memahami, ganti
akan diberikan secara langsung oleh Allah dalam
jumlah yang berlipat, jauh lebih banyak dari apa yang
mereka kontribusikan.
Logika seperti ini sepertinya sulit dipahami
masyarakat pada umumnya, bahwa ada banyak
agenda kegiatan organisasi bisa berjalan dengan baik
dan rutin, tanpa perlu kucuran dana dari organisasi.
Biasanya, pada organisasi secara umum, setiap
agenda kegiatan, selalu menimbulkan anggaran.
Semakin banyak kegiatan, semakin besar pula
anggaran yang harus dikeluarkan. Kenyataannya,
ketika tidak disediakan anggaran, kegiatan tidak bisa
berjalan. Tidak begitu dengan organisasi dakwah.
Logika yang berkembang adalah tadhiyah, sedangkan
tadhiyah muncul dari kepahaman dan keikhlasan.
Tausiyah ustadz Subaryanto tersebut mengingatkan
kita semua tentang urgensi kontribusi. Kader telah
terbiasa dengan jalan kontribusi, bahkan bagi
mereka, hal ini sudah tidak memerlukan pemikiran
dan pertimbangan lagi. Kontribusi sudah menjadi
akhlak, sudah menjadi aktivitas spontan, dan harian.
Tidak perlu berpikir apakah akan meminjamkan
ruangan untuk pertemuan, tidak perlu pertimbangan
apakah akan meminjamkan mobil untuk perjalanan
dakwah, tidak perlu merenung untuk memberikan
fasilitas guna kelancaran kegiatan dakwah dan
jama’ah. Semua sudah berjalan dengan sendirinya,
tanpa dihitung-hitung dan diingat-ingat.
Setiap kader dakwah tidak pernah mengingat
dan tidak memiliki catatan pribadi, berapa ratus
ribu liter bensin telah dikeluarkan untuk
kegiatan dakwah dan jamaah. Berapa juta
kilometer jalan pernah ditempuh dalam
menunaikan amanah dakwah. Berapa ribu kali
meminjamkan motor atau mobil untuk
kepentingan dakwah dan jama’ah. Berapa ribu
kali menyediakan rumahnya untuk tempat
kegiatan dakwah dan jama’ah. Berapa banyak
uang telah dikeluarkan untuk kelancaran
dakwah. Berapa banyak tenaga telah dikeluarkan
guna menunaikan amanah dakwah.
Semua tidak dihitung, semua tidak diingat, semua
tidak dicatat. Semua dikerjakan sepenuh kecintaan,
sepenuh kesadaran, sepenuh kepahaman. Semua
dikeluarkan dengan harapan akan mendapatkan
balasan terbaik dari sisi Allah. Semua dikeluarkan
tanpa perasaan menyesal. Hal ini bisa terjadi, karena
kader memahami bahwa kontribusi adalah kunci
keberlanjutan dakwah dan jama’ah. Kontribusi adalah
jalan menuju kemenangan. Kontribusi adalah
kekuatan.
Sungguh, kontribusi telah menjadi jalan hidup kami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar