Kamis, 01 Maret 2012

Kisah ibu dg satu mata

Ini adalah kisah seorang temanku yang aku dapatkan
di buku diary pribadinya:
Ibuku hanya memiliki satu mata. Aku membencinya
karena sungguh memalukan. Ia menjadi juru masak
di sekolah untuk membiayai keluarga. Suatu hari
ketika aku masih SD, ibuku datang. Aku sangat malu.
Mengapa ia lakukan ini? Aku memandangnya dengan
penuh kebencian dan melarikan diri.
Keesokan harinya di sekolah…
“Ibumu hanya punya satu mata?" . weee, jerit
seorang temanku. hahaha ejek temanku yang lain.
Aku berharap ibuku lenyap dari muka bumi. Ujarku
dalam hati untuk ibu.
“Bu, Mengapa Ibu tidak punya satu mata lainnya?
Kalau Ibu hanya ingin membuatku ditertawakan,
lebih baik ibu mati saja”.
Ibuku tidak menyahut. Aku merasa agak tidak enak,
tapi pada saat yang bersamaan, lega rasanya sudah
mengungkapkan apa yang ingin sekali kukatakan
selama ini. Mungkin karena Ibu tidak menghukumku,
tapi aku tak berpikir sama sekali bahwa perasaannya
sangat terluka karenaku.
Malam itu..
Aku terbangun dan pergi ke dapur untuk mengambil
segelas air. Ibuku sedang menangis, tanpa suara,
seakan-akan ia takut aku akan terbangun karenanya.
Aku memandangnya sejenak, dan kemudian berlalu.
Akibat perkataanku tadi, hatiku tertusuk. Walaupun
begitu, aku membenci ibuku yang sedang menangis
dengan satu matanya. Jadi aku berkata pada diriku
sendiri bahwa aku akan tumbuh dewasa dan menjadi
orang yang sukses.
Kemudian aku belajar dengan tekun. Kutinggalkan
ibuku dan pergi ke Singapura untuk menuntut ilmu.
Lalu aku pun menikah. Aku membeli rumah.
Kemudian akupun memiliki anak. Kini aku hidup
dengan bahagia sebagai seorang yang sukses. Aku
menyukai tempat tinggalku karena tidak membuatku
teringat akan ibuku. Kebahagian ini bertambah terus
dan terus, ketika ibu datang.. Apa?! Siapa ini?! Itu
ibuku…Masih dengan satu matanya. Seakan-akan
langit runtuh menimpaku. Bahkan anak-anakku
berlari ketakutan, ngeri melihat mata Ibuku.
Ku berkata..
“Siapa kamu?. Aku tak kenal dirimu”
Untuk membuatnya lebih dramatis, aku berteriak
padanya, “Berani-beraninya kamu datang ke sini dan
menakuti anak-anakku, KELUAR DARI SINI
SEKARANG! ”
Ibuku hanya menjawab perlahan, “Oh, maaf.
Sepertinya saya salah alamat,” dan ia pun berlalu.
Untung saja, ia tidak mengenaliku. Aku sungguh lega.
Aku tak peduli lagi. Akupun menjadi sangat lega.
Suatu hari, sepucuk surat undangan reuni sekolah
tiba di rumahku di Singapura. Aku berbohong pada
istriku bahwa aku ada urusan kantor. Akupun pergi
ke sana. Setelah reuni, aku mampir ke gubuk tua,
yang dulu aku sebut rumah, Hanya ingin tahu saja.
Di sana, kutemukan ibuku tergeletak di lantai yang
dingin. Namun aku tak meneteskan air mata sedikit
pun. Ada selembar kertas di tangannya, ternyata
sepucuk surat untukku.
“Anakku..
Kurasa hidupku sudah cukup panjang..
Dan..aku tidak akan pergi ke Singapura lagi..
Namun apakah berlebihan jika aku ingin kau
menjengukku sesekali? Aku sangat merindukanmu.
Dan aku sangat gembira ketika tahu kau akan datang
ke reuni itu. Tapi kuputuskan aku tidak pergi ke
sekolah.
Demi kau.. Dan aku minta maaf karena hanya
membuatmu malu dengan satu mataku. Kau tahu,
ketika kau masih sangat kecil, kau mengalami
kecelakaan dan kehilangan satu matamu. Sebagai
seorang ibu, aku tak tahan melihatmu tumbuh
hanya dengan satu mata… Maka aku berikan mataku
ini untukmu…. Aku sangat bangga padamu yang
telah melihat seluruh dunia untukku, di tempatku,
dengan mata itu. Aku tak pernah marah atas semua
kelakuanmu. Ketika kau marah padaku.. Aku hanya
membatin sendiri, “Itu karena ia mencintaiku…”
Anakku… Oh, anakku…”
Aku hanya bisa tertunduk dan terdiam, aku adalah
seonggok sampah yang ditumpuk sembarangan.. tak
berguna dan sangat durhaka. Aku menyesal, Ibuku
telah tiada, ku terpaku dan meratapi kepergian ibuku,
aku belum sempat membalas jasanya. aku dibudaki
oleh perasaan duniawi sesaat, bahkan sekian tahun
lamanya aku tega melakukan hal ini kepada ibuku,
seorang yang membesarkan aku, mendoakan aku,
hingga aku besar dan tumbuh seperti sekarang, tapi
apa yang aku lakukan kepada beliau? .. oh ibu, aku
menyesal .. ku menangis tiada henti, merindukan
sosok dan belaian tulus kedua tangannya.
Pesan ini memiliki arti yang mendalam dan
disebarkan agar orang ingat bahwa kebaikan yang
mereka nikmati itu adalah karena kebaikan orang lain
secara langsung maupun tak langsung. Berhentilah
sejenak dan renungi hidup Anda! Bersyukurlah atas
apa yang Anda miliki sekarang dibandingkan apa yang
tidak dimiliki oleh jutaan orang lain! Luangkan waktu
untuk mendoakan ibu Anda!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar