Senin, 05 Maret 2012

Nasehat nasehat Al Ghazali

“Berbicara tentang nasihat, kulihat diriku tak pantas
untuk memberikannya. Sebab, nasihat seperti zakat,
nishabnya adalah kemampuan untuk memetik
nasihat itu bagi dirinya sendiri. Seseorang yang
belum mencapai nishab, bagaimana ia akan
mengeluarkan zakat? Dan seorang yang tak memiliki
cahaya, bagaimana dapat dijadikan sebagai alat
penerang oleh orang lain? Bagaimana bayangan akan
lurus jika kayunya bengkok?
Allah swt mewahyukan kepada ‘Isa bin Maryam AS:
‘Nasihatilah dirimu, jika kau mampu memetik
nasihat, maka nasihatilah orang lain. Jika tidak, maka
malulah kepada-Ku’.”
“Barangsiapa hendak mengetahui aib-aibnya, maka ia
dapat menempuh empat jalan berikut:
1. Duduk dihadapan seorang guru yang mampu
mengetahui keburukan hati dan berbagai bahaya
yang tersembunyi didalamnya. Kemudian ia
memasrahkan dirinya kepada sang guru dan
mengikuti petunjuknya dalam bermujahadah
membersihkan aib itu. Ini adalah keadaan
seorang murid dengan syeikhnya dan seorang
pelajar dengan gurunya. Sang guru akan
menunjukkan aib-aibnya dan cara pengobatannya,
tapi di zaman ini guru semacam ini langka.
2. Mencari seorang teman yang jujur, memiliki
bashiroh ( mata hati yang tajam ) dan
berpegangan pada agama. Ia kemudian
menjadikan temannya itu sebagai pengawas yang
mengamati keadaan, perbuatan, serta semua aib
batin Dan zhohirnya, sehingga ia dapat
memperingatkannya. Demikian inilah yang dahulu
dilakukan oleh orang-orang cerdik, orang-orang
terkemuka dan para pemimpin agama.
3. Berusaha mengetahui aib dari ucapan musuh-
musuhnya. Sebab pandangan yang penuh
kebencìan akan berusaha menyingkapkan
keburukan seseorang. Biasa jadi manfaat yang di
peroleh seseorang dari musuh yang sangat
membecinya dan suka mencari-cari kesalahannya
adalah lebih banyak dari teman yang suka
bermanis muka, memuji dan menyembunyikan
aib-aibnya. Namun, sudah menjadi watak
manusia untuk mendustakan ucapan musuhnya
dan menganggap sebagai ungkapan kedengkian.
Tetapi orang yang memiliki mata hati jernih
mampu memetik pelajaran dari berbagai
keburukan dirinya yang di sebutkan oleh
musuhnya.
4. Bergaul dengan masyarakat setiap kali melihat
perilaku tercela seseorang, maka ia segera
menuduh dirinya sendiri juga memiliki sìfat
tercela itu. Kemudian ia tuntut dirinya untuk
segera meninggalkannya. Sebab, seorang mu’min
adalah cermin bagi mu’min lainya. Ketika melihat
aib orang lain ia akan melihat aib-aibnya sendiri.
Renungkanlah pendeknya umurmu. Andaikata
engkau berumur 100 tahun sekalipun, maka
umurmu itu pendek jika di bandingkan dengan rasa
hidupmu kelak di akhirat yang abadi selama-lamanya.
[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar