Sabtu, 03 Maret 2012

Perseteruan 2Cinta

Wahai orang-orang beriman,
sesungguhnya diantara istri-istri dan
anak-anakmu ada yang menjadi musuh
bagi kamu. .”

Bisakah anda membayangkan bahwa
suatu saat, istri dan anak-anak yang anda
cintai, justru jadi musuh bagi anda?
Mungkin. Mungkin sekali itu terjadi. Pada siapa saja. Karena
cintanya pada istri dan anak-anaknya tidak “turun” dari cinta
misi, dari cintanya kepada Allah. Atau sebaliknya. Jika cinta
pada istri dan anak-anaknya tidak berhasil membawa
mereka kedalam lingkaran cinta misi.
Itulah tragedi dua orang Nabi dan seorang perempuan
shalihah. Dengan segenap cinta dan harapan jiwanya, Nabi
Nuh masih terus berusaha mempertahankan istri dan anak-
anaknya ketika tsunami itu datang. Tapi tidak!

Cinta misinya tidak tersambung dengan nasibnya. Begitu
juga Nabi Luth. Istrinya ada dalam daftar umatnya yang
dibinasakan Allah. Dan perempuan shalihah itu bernama
Asia, istri seorang thaghut terbesar sepanjang sejarah,
Fir'aun. Ketika cinta harus memilih, ia memilih Tuhannya. Ia
memilih cinta misinya. Meskipun ia harus mengorbankan
nyawanya sendiri.

Itu saat yang getir. Ketika kita harus memilih dua cinta yang
bertarung dalam jiwa. Dan Allah mengabadikan cerita
pertarungan dua cinta itu dalam jiwa Nuh, Luth dan Asia.
Agar kita mengerti bahwa permisalan itu adalah takdir
kehidupan, bahwa siapa pun mungkin mengalami itu: saat-
saat dimana kita harus memutuskan pilihan dari dua cinta
yang tidak dapat dipertemukan.

Tidak harus selalu begitu, memang. Sebab juga ada cerita
lain. Cerita tentang dua cinta yang bertemu. Seperti cinta
Muhammad dan Khadijah, atau Yusuf dan Zulaikha, atau
Adam dan Hawa. Cerita tentang Adam yang memakan buah
khuldi yang terlarang adalah manifestasi cinta jiwa yang tidak
terangkai dalam cinta misi. Tapi mereka segera bertaubat
dan meluruskan arah cinta mereka. Tapi ketegaran Yusuf
menghadapi godaan istri sang raja adalah pesona yang
mengantarkan hidayah ke dalam jiwa Zulaikha. Adapun
Muhammad dan Khadijah: itu kisah cinta yang sejak awal
tumbuh dan berkembang dalam bingkai cinta misi.

Secara manusiawi perseteruan dua cinta ini lahir dari
kecenderungan jiwa yang tidak terbingkai dengan nilai-nilai
cinta misi. Itu cobaan hati yang paling banyak menimpa
orang shalih. Ketika “bentuk” mengalahkan “makna”, ketika
“rupa” mendahului “jiwa”, itu pertanda awal dari datangnya
cobaan. Mereka yang memenangkan bentuk dan rupa,
biasanya harus membayar harga kenikmatan duniawi
dengan ongkos makna dan jiwa yang seringkali terlalu
mahal. Itu sebabnya Rasulullah saw menganjurkan kita
mendahulukan agama dalam memilih pasangan hidup.
Itu kalau harus memilih. Tapi masalah ini tentu selesai
dengan sendirinya kalau bentuk terpadu dengan makna,
rupa bertemu jiwa. Dan itu, kata Ibnu Qayyim, adalah
puncak karunia dan kenikmatan dunia dan akhirat: menikahi
perempuan shalihah, cerdas dan cantik sekaligus. Seperti
Muhammad kepada Aisyah. Tidak mungkin memang. Tetapi
tetap saja mungkin.
anismatta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar