Jumat, 02 Maret 2012

Membangun karakter dg makanan

Ketika negeri Dinaria terbentuk oleh keinginan bersama rakyat dunia, negeri-negeri geografis
yang ada di dunia sedang berada pada puncak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya
- tetapi mereka juga sedang berada dalam titik nadir dalam hal karakter rakyat dan para
pemimpinnya. Kebrutalan, keserakahan, kecurangan, korupsi, ketidak adilan, jual beli hukum
dan sejenisnya menjadi hal yang lumrah di masyarakat saat itu. Hadirnya Sang Pemimpin
yang menerapkan Undang-Undang dari Sang Pencipta langsung menjadi harapan baru, tetapi
dari mana mulai membangun kembali karakter umat yang lagi luluh lantak ini ?
Selain system hukum, ekonomi, pendidikan, politik , pemerintahan dan lain sebagainya yang
pada waktunya akan diceritakan secara detil, Sang Pemimpin ingin memulai dengan hal yang
relatif lebih ringan tetapi berdampak luar biasa pada karakter bangsa baru yang sedang
dibangunnya, mulai dari kepentingan semua rakyatnya, yaitu dari makanannya.
Kebrutalan dan keserakahan rakyat dunia ternyata tidak terlepas dari kebiasaan makan rakyat
dunia ketika berada di titik nadir tersebut diatas. Kebiasaan buruk ini terkait dengan cara
perolehan makanan, distribusi makanan, jenis makanannya itu sendiri sampai frekwensi
berapa kali makan dalam seharinya.
Cara perolehan makanan yang buruk yang tidak halal menghasilkan anak-anak yang sulit
dididik. Anak-anak yang sulit dididik ini ketika dewasa akan memperburuk tabiat dalam
perolehan makanannya – lebih buruk dari orang tuanya, otomatis anak-anak mereka akan
lebih buruk lagi dan seterusnya. Tanpa upaya membalik arah cara-cara perolehan makanan
maka generasi demi generasi akan terus mengalami degradasi karakter. Pengawasan pasar
dan perilaku pelaku ekonomi menjadi solusi untuk ini.
Distribusi pangan yang tidak adil di seluruh dunia menyebabkan sebagian wilayah dunia
sangat kekurangan, sedangkan di wilayah lain berlebihan. Ini menjadi sumber ekploitasi si
miskin oleh si kaya. Solusinya negeri baru membentuk badan yang mengelola distribusi
pangan ini secara adil, kelebihan produksi dari satu wilayah dibeli dengan harga yang baik
oleh negara dan didistribusikan ke daerah yang kekurangan juga dengan harga yang baik.
Jenis-jenis atau bahan makanan yang dimakan oleh rakyat menjadi perhatian khusus di
negeri baru Dinaria. Hal ini dilandasi oleh bukti-bukti yang kuat bahwa karakter manusia
sangat dipengaruhi oleh apa yang dimakannya. Beberapa jenis makanan (dan minuman
termasuk) bahkan dilarang untuk diproduksi dan dijual di seluruh negeri.
Lebih jauh pemimpin negeri memfasilitasi segala bentuk penelitian dan pengembangan jenis-
jenis makanan yang akan berdampak positif pada perilaku manusia yang memakannya.
Selanjutnya hanya makanan-makanan yang terbukti berdampak positif ini yang boleh
diproduksi dan disebarluaskan di masyarakat.
Melalui kampanye pemahaman yang luas tentang dampak makanan ini pada perilaku, saat
itu di negeri Dinaria - orang membeli makanan bukan lagi karena rasanya yang enak ataupun
harganya yang murah, tetapi pilihan pertamanya pada seberapa kuat pengaruh positifnya
pada perilaku baru kemudian faktor rasa dan harga.
Masih terkait dengan makanan, Sang Pemimpin dengan bantuan para ahli juga menemukan
bahwa masyarakat dunia sebelumnya yang selama beratus tahun mempunyai kebiasaan
makan sehari tiga kali adalah tidak ada dasarnya. Bahkan kebiasaan makan tiga kali sehari ini
menghasilkan generasi yang tidak sehat karena tiga kali sehari perut diisi secara penuh.
Undang-Undang yang sangat detil dari Sang Pencipta mengatur kegiatan makan minum ini
dikaitkan langsung dengan kegiatan peribadatan. Makanan yang sifatnya fisik menjadi terkait
langsung dengan ‘makanan’ yang sifatnya rohani. Bahkan urutannya-pun diatur sedemikian
rupa sehingga yang rohani didahulukan sebelum yang fisik.
Dengan pengaturan yang mengituti Undang-Undang ini, maka frekwensi makan bukan lagi
tiga kali sehari tetapi lima kali sehari dan dilakukan setelah melaksanakan peribadatan wajib
yang memang juga harus dilakukan lima kali sehari.
Dengan frekwensi makan yang lima kali sehari ini membuat manusia tidak perlu makan
sampai kenyang setiap kali makan, makan secukupnya dan berhenti sebelum kenyang – toh
nanti sebelum lapar sudah jatuh waktunya untuk jadwal makan yang berikutnya. Dengan pola
makan yang demikian ruang di dalam perut selalu terjaga seimbang dan umat manusia
menjadi selalu dalam kondisi fit untuk berbagai tugas yang diembankannya.
Revolusi makanan dan pola makan inilah nantinya yang antara lain ikut menjadi faktor
pembeda dan menjadi pendorong keunggulan penduduk negeri Dinaria dibandingkan dengan
penduduk negeri-negeri geografis - yang semakin tertinggal seiring dengan kemajuan negeri
baru ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar