Senin, 05 Maret 2012

Kritik Terbuka untuk Jamaah

Oleh Muhammad Ahmad ar-Rasyid *
(Tokoh Senior IM)
Abu Ma'bad Abdullah bin 'Ukaim al-Juhani, seorang
senior tabi'in mukhadhram (seorang yang hidup di
masa Nabi Muhammad saw namun ia tidak pernah
bertemu dengan beliau saw) mengungkapkan rasa
kecewa, sesal dan sedih yang sangat mendalam
setiap kali mengingat ucapan-ucapannya yang
terlontar kepada 'Utsman bin 'Affan r.a.
Dia menasehati utsman dengan terang-terangan, ia
mengira bahwa Utsman mempunyai keburukan-
keburukan, -semoga Allah menjauhkan Utsman dari
keburukan-keburukan itu- kemudian perkataan
nasehat (kritik) Abdullah bin 'Ukaim ini
disalahgunakan oleh orang-orang yang mempunyai
kepentingan diri atau kelompok mereka (ashhab al-
ahwa'), lalu menghalalkan darah Utsman dengan
memperalat kata-kata yang dilontarkannya atau
sejenis kata tersebut.
Mereka menumpahkan darah Islam,
bukan karena jahil dan bukan pula karena
tersalah,
tapi mereka telah mengusahakannya dengan
sengaja
Pada sebuah halaqah studi yang diadakan di Kota
Medinah dalam rangka melatih dan memahamkan
segala kesilapan dan kekhilafan yang terjadi setelah
masa fitnah perang saudara tempo dulu, Abdullah
bin 'Ukaim meyampaikan kuliahnya kepada para
pejabat negara Islam dengan meringkas semua
pengalaman para mukhlisin (mereka yang ikhlash), ia
berkata:
ﻻ ُﻦْﻴِﻋُﺍ ﻰَﻠَﻋ ِﻡَﺩ ﺔَﻔْﻴِﻠَﺧ ﺍًﺪَﺑَﺍ َﺪْﻌَﺑ َﻥﺎَﻤْﺜُﻋ
"Saya tidak akan ikut membantu penumpahan darah
seorang khalifahpun setelah masa Utsman
selamanya".
Perkataan ini, jelas merupakan sesuatu yang
mengejutkan dan menarik perhatian masyarakat
terhadap lbnu 'Ukaim, karena semua orang tahu
bahwa ia sama sekali tidak pernah ikut dalam
peristiwa pembunuhan Khalifah 'Utsman.
Semua hadirin heran dan merenungkan pengakuan
ini. Mereka saling pandang karena ucapan yang
keluar dari lelaki saleh ini, apakah gerangan yang
terjadi pada diri syaikh Mukmin yang tak bersalah ini,
ia sama sekali tidak pernah mengangkat pedang di
depan Utsman, tetapi ia menuduh dan menyesali
dirinya atas suatu kejahatan yang tidak pernah ia
lakukan.
Lalu seorang laki-laki memberanikan diri bertanya
kepada Ibnu 'Ukaim: "Wahai Abu Ma'bad, apakah
benar Anda telah ikut membantu penumpahan darah
Utsman?", Ibnu 'Ukaim menjawab:
ْﻲِّﻧِﺍ ﻯَﺭﻷ َﺮْﻛِﺫ ِﺉِﻭﺎَﺴَﻣ ِﻞُﺟَّﺮﻟﺍ ًﺎﻧْﻮَﻋ ﻰَﻠَﻋ ِﻪِﻣَﺩ
"Sesungguhnya aku meyakini bahwa menyebut
keburukan seseorang sama dengan membantu
menumpahkan darahnya".
Di sini, Abdullah bin 'Ukaim menuduh dirinya sendiri
telah menumpahkan sebagian darah Utsman, karena
ia dapat menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri
bahwa apa yang disangkanya kebenaran itu telah
dieksploitasi oleh masyarakat awam ketika ia
mengucapkan hal itu, dia juga menyaksikan betapa
besar pengaruh perkataannya dan bagaimana mereka
mengembangkan dan memelintir perkataan tersebut
sehingga mereka membunuh Khalifah 'Utsman bin
'Affan r.a.
Ungkapan seperti itu adalah sebuah ungkapan dari
perasaan jiwa yang lurus dan ungkapan taubat yang
keluar dari lidah Ibnu 'Ukaim, sedangkan ia tidak
pernah membenci Utsman ketika mengucapkan
ungkapan kritikan tersebut, tidak terbayang dalam
pikirannya untuk berbuat sewenang-wenang terhadap
Utsman karena anaknya pernah berkata: “Ayahku,
semasa hidupnya mencintai Utsman”.
Hal ini berarti bahwa kritik yang diucapkan oleh Ibnu
'Ukaim tersebut diungkapkan dengan bahasa seorang
pecinta dengan segala kelembutan dan
kesopanannya, namun demikian hal itu
mengakibatkan kerusakan yang tidak terduga.
Kejadian di atas adalah sebuah contoh kerusakan
akibat kritik terbuka dengan bahasa yang baik.
Bagaimanakah jadinya sekiranya kritik tersebut
disampaikan dengan bahasa yang buruk dan kasar?
Sesungguhnya generasi baru da'wah Islam
kontemporer -dalam masa mengkaji sebab akibat
fitnah masa lalu- dituntut untuk memperhatikan
dengan seksama hikmah dan pelajaran berharga lagi
penting dari peristiwa Abdullah bin 'Ukaim dan
ungkapan pengalamannya yang jujur di atas.
Janganlah bersikap sembrono wahai para da'i,
sesungnya hal-hal semacam ini adalah hasutan
finah di sekelilingmu untuk menumpahkan
darah da’wah .
Awaslah dan perhatikanlah keburukan dirimu
sendiri. Jagalah pendengaranmu. Sampaikanlah
nasehat dan kritikanmu itu secara tertutup ...
Janganlah kamu membantu penumpahan darah
da’wah ini dengan lidahmu.

*)dikutip dari Kitab AL-'AWAA'IQ (Seri Fiqh Dakwah-
Robbani Press)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar