Senin, 05 Maret 2012

Sepucuk Surat untuk Laki laki

Saya tidak tahu ke mana tepatnya sepucuk surat ini
harus saya kirim agar benar-benar sampai tak hanya
di tangan, tetapi juga hatimu.
Ketika kecil, ada banyak kecemburuan saya sebab
Allah memberimu kegesitan, ketajaman logika,
kekuatan, dan banyak kelebihan lain. Tetapi, lambat
laun saya mengerti tak perlu cemburu sebab
bukankah semua kelebihan itu akan kau gunakan
untuk melindungi mereka yang lebih lemah, para
perempuan seperti saya, juga anak-anak?
Tetapi, kenyataan di depan mata kemudian terasa
menyesakkan. Beberapa istri menangis di hadapan
saya, bercerita betapa mereka terkena pukulan dan
tendanganmu, juga sasaran kalimat yang
melecehkan. Rangkaian kata yang tak pernah saya
harapkan terucap dari seorang pemimpin keluarga.
Kisah-kisah lain menghampiri saya. Seorang istri yang
tak hanya teraniaya lahir batin, tapi kemudian juga
menjadi pihak yang diadukan sang suami ke
kepolisian. Kejadian yang membuat saya merenung.
Bagaimana bisa seorang suami mengadukan ibu dari
anak-anaknya, tanpa kesalahan yang jelas, ke polisi?
Bukankah ketiadaan sang ibu apalagi jika kemudian
harus berada di balik jeruji, merupakan kehilangan
besar bagi anak-anaknya?
Tak hanya para istri, beberapa remaja mengirimkan
email kepada saya. Salah seorang di antaranya
bercerita, “Ketika lima anaknya lahir tak sekali pun
bapak berada di sisi ibu. Hari-hari bapak dipenuhi
kesibukan bersama perempuan lain. Sekalinya
pulang, yang dilakukan bapak hanyalah memukuli
ibu. Saya dan adik-adik membenci dan sampai kapan
pun tak akan pernah memaafkan bapak!“
Ah, terlalu banyak luka. Tidakkah kau mengerti?
Sedih dan kecewa seorang istri mungkin bisa
disamarkan waktu sebab usia dan kedewasaan.
Tetapi, luka yang kau goreskan ke dalam jiwa anak-
anak akan abadi. Pada masanya, luka itu bisa
menjelma pisau yang berbalik arah, ketika tubuhmu
melemah, saat mereka justru semakin kuat.
Jika pada saat itu muncul begitu banyak kesempatan
untuk berperan sebagai ayah, dan meluruskan
langkah mereka dari melakukan kesalahan fatal,
jangan kaget jika mereka tak mau mendengar sebab
potret buruk yang kau tanamkan sejak mereka kecil.
Untuk jiwa-jiwa yang sedang tumbuh itu, saya
mohon agar tak ada lagi luka yang kau ukir atas
nama kekuatan. Sayang harapan itu diuapkan waktu.
Kemarahan saya kembali terusik. Seorang pedagang
sayur diperkosa pagi-pagi buta di dalam angkot.
Selang sebulan berita lain muncul. Mahasiswi
kebidanan diperkosa lima lelaki di dalam kendaraan
umum.
Ke mana perginya lelaki yang seharusnya
melindungi? Laki-laki yang seharusnya menggunakan
kekuatannya untuk meringankan mereka yang lemah,
yang pada bidang dada mereka, perempuan
menyandarkan resah dan persoalan? Sosok kuat yang
seharusnya bangga jika bisa menyelamatkan orang
lain, termasuk dari nafsu mereka dan bukan
sebaliknya. “Semua bersumber pada cara mendidik
anak lelaki yang salah!“ ujar seorang sahabat berapi-
api.
Sekitar 17 tahun menikah, alhamdulillah saya
termasuk yang menerima kebaikan didikan ayah dan
ibu mertua terhadap anaknya. Juga beberapa sahabat
yang mengarungi pernikahan puluhan tahun dalam
kebahagiaan. Setitik optimistis menelusup di hati. Tak
semua lelaki sepertimu. Masih banyak yang baik.
Menatap putra saya, kekhawatiran itu muncul, meski
kemudian saya kalahkan dengan doa. Mudah-
mudahan ia tumbuh menjadi lelaki sejati, memenuhi
takdir sebagai pemimpin, yang mengayomi dan
melindungi.
Dan, untuk semua perempuan yang menjadi korban,
semoga hukum tegak saat lelaki di sekitar mereka
melakukan kezaliman atas kelemahan perempuan.
Meski para lelaki itu juga memiliki ibu, adik, kakak,
atau istri dan anak yang tentu ingin mereka lindungi
agar tak ternoda.
Jatuhkan hukuman seberat-beratnya bagi pemerkosa
agar mereka jera. Agar nafsu tak mudah tergelincir
sebab ada dinding kokoh yang tak hanya membatasi,
juga berfungsi. Agar tenang anak-anak dan remaja
putri kita menuntut ilmu. Agar para perempuan yang
terpaksa menembus kegelapan dini hari demi
memberi nafkah halal bagi keluarga tak diliputi
kecemasan. Begitulah surat ini saya tulis.[]
*REPUBLIKA (25/2/12)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar