Rabu, 16 Mei 2012

Purnama HIJRIAH


Hidup adalah sebuah kompetisi antara memilih menjadi
manusia pengabdi atau pembangkang. Setiap hari
menghadirkan tawaran mengerjakan kebaikan atau
keburukan. Memang kita berbeda dengan malaikat yang
selalu taat. Kita juga berbeda dengan iblis yang selalu
membangkang. Kita bebas memilih menjadi taat atau
sebaliknya. Setiap apa yang kita pilih selalu
menghadirkan catatan-catatan. Ketika memilih
melakukan dosa dan kemaksiatan, maka ada malaikat
Atid yang istiqomah menuliskan catatan dosa tersebut .
Ketika memilih mengerjakan kebaikan maka ada
malaikat Raqib yang tidak pernah tidur mencatatnya.
Semua yang kita pilih menghadirkan konsekuensi amal
dan dosa,sekecil apapun. “Barangsiapa yang
mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia
akan melihat (balasan)nya dan Barangsiapa yang
mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia
akan melihat (balasan)nya pula.”
Seandainya sudah 20 tahun umur kehidupan kita
didunia ini. Maka kita telah menghabiskan jatah hidup
sebanyak 7.300 hari lamanya. Kemudian kita kurangi
saat kita belum baligh (belum diperhitungkan dicatatan
dosa atau amal), misalnya dari 0 tahun-10
tahun.Berarti ada 10 X 365 hari= 3650 hari dimana ada
catatan dosa dan amal dari yang kita lakukan. Kalau kita
melakukan dosa hanya satu setiap harinya,maka kita
telah memiliki catatan dosa sebanyak 3650 kali .
Padahal setiap hari kehidupan kita tidak pernah
terlepas dari godaan dan rayuan maut syaitan durjana.
Dia goda kita dengan memandang yang haram,
mengingkari janji, menggibahi saudara, mengucapkan
kata-kata yang menyakiti, membantah perintah orang
tua, riya dengan amal yang dilakukan dan tawaran lain
yang menjauhkan kita dari Allah. Lalu seandainya kita
setiap harinya melakukan 5 perbuatan dosa, maka kita
telah memilkiki catatan raport dosa sebanyak 31.750
kali. Sekarang mari kita bandingkan dengan amal
kebaikan kita. Misalnya sholat wajib yang kita lakukan
sebanyak 5 kali dalam satu hari. Artinya amal kebaikan
kita dari sholat wajib itu menjadi 10 tahun x 365 hari x
5 = 31.750 kali. Pertanyaannya dari sholat yang kita
lakukan tersebut apakah kita bisa menjamin semuanya
diterima Allah? Coba ingat bagimana kualitas sholat
yang kita lakukan? Apakah dalam sholat yang kita
lakukan kita telah benar-benar mengingat Allah. Betapa
banyak kita tidak khusuk dalam sholat. Betapa banyak
saat sholat kita memikirkan yang lain. Memikirkan
pekerjaan yang belum selesai, memikirkan bagaimana
cara menyelesaikan tugas yang sulit, memikirkan
dimana dan bagaimana menemukan barang yang
hilang. Betapa banyak sholat kita dilandasi keinginan
dipuji dan disanjung manusia. Kalau sudah seperti ini
apakah sholat kita bakalan diterima? Ketahuilah Allah
hanya menerima ibadah hambaNya yang Ikhlas. Kalau
sholat yang merupakan tiang agama dan amal pertama
yang dihisab di akhirat nanti saja kualitasnya diragukan,
rasa-rasanya kita tidak perlu capek-capek
mengkalkulasikan kebaikan yang lain. Sementara dosa
yang kita lakukan setiap harinya pasti selalu
diperhitungkan. Bagaimana kalau kita bertobat setelah
melakukan dosa? Bukankah taubat kita mengurangi
atau menghapus catatan dosa kita?
Memang benar taubat menghapus catatan dosa kita.
Tapi coba kita tanya kepada diri kita sendiri. ”Apakah
kita benar-benar tulus bertobat kepada Allah atas dosa
yang kita lakukan? Betapa banyak kita yang
bertobat,yang kumat melakukan dosa itu lagi. Betapa
banyak taubat kita hanya sebatas di bibir saja, tidak
diikuti dengan tobat di hati dan perilaku kita. Kalau
sudah tobat seperti ini, apakah catatan dosa itu
terhapus? Sekali lagi dapatkah kita menjamin taubat
kita diterima?
Belum lagi ditambah perilaku kita yang sering
menganggap remeh dosa kecil.
“Suatu hari Rasulullah melakukan perjalanan bersama
sahabat-sahabatnya di sebuah daerah yang dipenuhi
dengan hamparan pasir, tak ada satupun pepohonan
yang tumbuh di tempat mereka berhenti. Sesaat
setelah mereka istirahat melepas lelah, Rasulullah
memerintahkan sahabat untuk mengumpulkan ranting.

Mendengar perintah tersebut, sahabat bertanya,”Wahai
Rasulullah, tidak ada ranting di gurun ni? Rasulullah
menjawab, cari dan kumpulkan! Kemudian setelah 3
kali ditanya dan mendapatkan jawaban yang sama para
sahabat akhirnya melakukan perintah tersebut.
Ternyata hasilnya sungguh di luar dugaan, terkumpul
begitu banyak ranting dari daerah gurun pasir yang tak
ada satupun pohon tumbuh di sana. Setelah ranting
tersebut terkumpul,Rasulullah mengumpulkan sahabat
untuk mengelilingi ranting tersebut dan memberikan
pesan agungnya,”Wahai sahabatku, begitulah dengan
dosa kecil yang kita lakukan, tidak tampak secara kasat
mata, tapi ketika dikumpulkan akan menjadi banyak”.
Jangan pernah remehkan aktivitas dosa yang dilakukan
sekecil apapun. Lama-kelamaan dosa itu akan menjadi
banyak. Menghasilkan bintik-bintik hitam di qalbu kita.
Semakin banyak bintik tersebut bercokol di qalbu,
semakin hitamlah hati kita. Semakin sulitlah kita
menerima cahaya kebenaran. Semakin malaslah kita
melakukan amal kebaikan. Kalau sudah seperti ini,
layakkah kita menikmati surgaNya?

Coba kita perhatikan dialog berikut!
Seorang ibu bertanya kepada anaknya yang berusia 6
tahun,
Ibu : “Kamu nanti kalau sudah besar mau jadi apa nak?”
Dengan semangatnya sang anak menjawab,
Anak : “Aku mau jadi polwan bu.”
Dengan tegas ibunya menjawab,
Ibu : “Tidak boleh!”
Si anak merasa heran lalu mengganti jawabannya,
Anak : “Kalau tidak boleh, aku mau jadi peragawati saja
bu.”
Kini si ibu semakin marah,
Ibu : “Apa-apaan kamu, masa mau jadi peragawati.
Tidak boleh!”
Si anak mulai merasa takut, lalu menjawab dengan
gemetar,
Anak : “Kenapa semua tidak boleh bu, apa aku cuma
boleh jadi ibu rumah tangga saja?”
Si ibu sekarang tidak marah lagi, namun ia menangis
dan memeluk anaknya dan berkata,
Ibu : …………………………..?


Kira-kira apa yang akan dikatakan ibu kepada anaknya
dalam space kosong DIALOG di atas? Kenapa ibu itu
menangis dan tidak membolehkan semua cita-cita yang
diinginkan anaknya.

Padahal kalau kita perhatikan cita-
cita tersebut tampak tidak ada yang aneh dan biasa-
biasa saja. Umum dicita-citakan kebanyakan orang.
Ternyata jawabannya sederhana”karena kau lelaki
anakku”.
Sahabat, dialog di atas mengajarkan kita untuk hidup
sesuai dengan apa yang diinginkan pencipta kita. Sesuai
garis kebiasaan dan kodrat kita, ”dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku” (QS. Adz-Dzariyat:56).
Kalau kehadiran kita di dunia ini untuk beribadah maka
kenapa kita malah ingin menjadi ahli maksiat? Ingat
setiap yang kita pilih pasti akan melahirkan konsekuensi
dan tanggungjawab. Mari kita cerdas
mengkalkulasikasikan jumlah dosa dan kebaikan yang
kita lakukan setiap harinya. Let’s kita minimalkan dosa,
sebaliknya kita tingkatkan kuantitas dan kualitas
pengabdian kita kepada Allah SWT. Selagi masih ada
kesempatan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar