Sabtu, 21 April 2012

Belajar dari Perang Uhud


Dalam medan Badar yang
fenomenal itu pasukan muslimin yang tak seberapa
banyaknya mendapatkan kegemilangan. Yang dengan
itu semangat kaum muslimin membuncah, pamor di
mata bangsa Arab menjadi harum. Diawali dari
rencana menghalangi kafilah dagang Abu Sufyan
yang membawa harta-harta Mekah. Tak disangka
perang tumpah, sedangkan kaum muslimin dalam
keadaan belum terlalu mapan. Namun Allah
memberikan pertolongan teramat nyata, “…
Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan
kepadamu dengan seribu malaikat yang turun
berturut-turut” (QS. Al Anfal: 9). Sehingga ribuan
pasukan musyrikin mampu dipukul telak.
Kemenangan yang tentu saja menyemangati para
sahabat itu ternyata mempengaruhi gelora juang
mereka. Sehingga ketika tiba saat perang Uhud,
mereka menyampaikan kepada Rasulullah agar
menyongsong musuh di luar Madinah. Para sahabat
yang tidak ikut perang Badar, karena pada saat itu
memang tidak diwajibkan, sangat antusias untuk
berperang di luar Madinah. Meskipun Rasulullah
sudah menyampaikan ta’wil mimpinya bahwa
sebaiknya perang dilakukan di dalam Madinah.
Dengan berbekal semangat dan kepercayaan yang
tinggi serta strategi yang matang dari Rasulullah.
Perang Uhud kembali menjadi milik kaum muslimin,
dan musuh-musuh Allah tak berdaya menghadapi
pasukan muslimin dan tentu saja pertolonganNya.
Namun bencana hadir ketika para pemanah jitu turun
untuk ikut mengambil harta rampasan. Mereka
dengan penuh percaya diri bahwa musuh sudah
kalah. Padahal Rasulullah telah ingatkan jangan
sampai para pemanah turun dalam keadaan apapun.
Akhirnya pasukan musuh yang dipimpin Khalid bin
Walid berhasil berbalik arah dan mengepung
Rasulullah, dengan hanya tersisa 9 orang sahabat
yang mendampingi. Nyaris saja Rasulullah terbunuh
di sana. Kaum muslimin tunggang-langgang,
sehingga musuh mampu menguasai keadaan dan
pulang dengan bangga telah memukul kaum
muslimin.
Dalam setiap penggalan sejarah pada masa awal
kenabian selalu menyiratkan makna teramat
gamblang bagi kita. Dalam perang Uhud semangat
dan kepercayaan kaum muslimin sangat tinggi akibat
kemenangan di Badar. Namun kita bisa lihat
bagaimana pengakhiran dari semangat yang tak
terjaga dengan keimanan hingga akhir itu.
Saat ini semangat menyelimuti amat terasa, seolah
kemenangan benar-benar di ambang pintu esok. Tapi
apakah kita dapat memastikan jiwa kita adalah jiwa
yang selamat seperti halnya Thalhah bin Ubaidilah
ketika ia bertahan menjaga Rasulullah di saat yang
paling genting, hingga jari-jarinya terputus. Ataukah
kita bersemangat dalam meraih kemenangan agar
kita dapat kemudahan di kemudian hari.
Faktor yang menyebabkan para pemanah itu
kemudian turun adalah bukan semata karena harta
itu saja. Tapi karena jumawa, ketidaktaatan, sehingga
itu semua menutupi keimanan dan ketika setan
meniupkan angin maka hilanglah semua. Maka
semangat kita dalam memenangkan dakwah ini
haruslah berawal dari semangat yang bermuara
padaNya. Bukan semangat karena merasa besar,
bukan semangat karena kita sudah pasti menang, tapi
semangat karena kita yakin Allah akan menunjuki kita
kepada kemenangan dengan keikhlasan dan
kemurnian asas.
Mari kita semangati perjuangan ini, dengan semurni
ia yang telah termurniakan olehNya. Betapa saat ini
kondisi kebatinan kita semua sedang dalam euforia.
Tetap kita kondisikan ia dalam keadaan terbaik.
Hampir pasti akan ada banyak sekali kekuatan yang
akan merapuhkan kita. Terutama yang akan
menghancurleburkan kekokohan barisan ini. Kita
pastikan bahwa tak ada celah untuk
menggoyahkannya, jika pun ada kita yakinkan bahwa
ia akan kembali menjadi kokoh lebih kokoh dari
sebelumnya.
Wallahu’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar