Minggu, 15 April 2012

Logika Iman


Dalam kajian epistemologi Islam
disimpulkan bahwa logika manusia sangat
efektif untuk bisa menerima, mencerna,
sekaligus menjelaskan kebenaran.
Sebaliknya, akal secara otomatis akan kehilangan kekuatan
nalar rasionalnya manakala dipaksa untuk mempertahankan
kebatilan.
Hal ini tidak lain karena akal adalah instrumen strategis pada
setiap manusia untuk bisa memahami maksud dan
kehendak Allah SWT. Melalui akal, manusia bisa
mempelajari firman-Nya, meneladani rasul-Nya sekaligus
mengamalkan setiap perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Namun, seiring dengan dinamika kehidupan, logika sering
kali kandas ketika harus berhadapan dengan konsekuensi
berat tatkala harus memeluk kebenaran.
Di sinilah logika manusia dipertaruhkan. Logika iman dan
nafsu bertempur dalam hati yang gejalanya bisa dilihat dari
kebingungan, kegusaran, kegelisahan, bahkan mungkin
perilaku tidak rasional dari seseorang. Ketika seseorang lebih
memilih logika nafsu maka ia akan semakin terjerembab
pada pilihan-pilihan yang menjauhkan dirinya dari sifat-sifat
kemanusiaannya.
Seperti yang telah dilakukan Firaun yang justru menajamkan
logika nafsunya. Karena, sifat paranoid akan kebenaran
mimpinya bahwa kelak akan ada seorang lelaki yang akan
meruntuhkan kerajaan dan menggantikan tahtanya, tanpa
banyak berpikir, Firaun langsung mengambil keputusan
bahwa semua bayi laki-laki yang lahir di seantero Mesir
harus dibunuh.
Begitu pula dengan Namrudz. Ia tega mengeluarkan
perintah untuk menghukum Nabi Ibrahim AS dengan
hukuman yang sangat sadis dan tak manusiawi. Ironisnya,
Namrudz melakukan itu hanya karena dia kalah debat
dengan Nabi Ibrahim AS soal Tuhan. Bagi Namrudz, Tuhan
itu adalah berhala yang menjadi sembahannya. Sementara
bagi Nabi Ibrahim AS, Tuhan itu adalah Allah SWT.
Tetapi, kebenaran adalah kebenaran. Sekalipun logika nafsu
berkuasa dan menjadi penentu dalam kehidupan sosial
masyarakat. Kebenaran tetap tak bisa dilenyapkan. Justru
mereka yang menolak logika iman akan terjerembab dalam
kenistaan, sebagaimana Firaun dan Namrudz. Oleh karena
itu, ikutilah apa yang telah dibawa oleh Rasulullah kepada
kita semua.
“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang Rasul
(Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran
dari Tuhanmu maka berimanlah kamu, itulah yang lebih baik
bagimu. Dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak
merugikan Allah sedikit pun) karena sesungguhnya apa yang
di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS [4]: 170).
Logika iman ialah daya nalar rasional yang disandarkan
sepenuhnya kepada Alquran dan sunah. Jadi, pandangannya
tentang baik dan buruk sepenuhnya merujuk pada apa yang
baik atau buruk menurut Allah SWT. Akal dan hatinya
diliputi keyakinan kuat bahwa Allah SWT benar-benar Maha
Mengetahui.
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik
bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui,
sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS [2]: 216).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar