Selasa, 17 April 2012

Tawadhu

Suatu saat beberapa sahabat Al Hasan Al Bashri
menyebutkan beberapa definisi tawadhu’, namun
beliau diam saja. Saat definisi semakin banyak disebut,
beliau mengatakan,”Aku menilai kalian telah banyak
menyebut apa itu tawadhu’.”
Akhirnya mereka balik bertanya, “Apa tawadhu’ itu
menurut Anda?”
Al Hasan Al Bashri menjawab, “Seorang keluar dari
rumahnya, maka ia tidak bertemu seorang Muslim,
kecuali mengira bahwa yang ditemui itu lebih baik dari
dirinya.” (Az Zuhd, hal. 279)
Apa yang disebutkan Al Hasan Al Bashri mirip dengan
nasihat Imam Al Ghazali mengenai tawadhu’. Beliau
mengatakan:
”Janganlah engkau melihat kepada seseorang kecuali
engkau menilai bahwa ia lebih baik darimu.
Jika melihat anak kecil, engkau mengatakan,’Ia belum
bermaksiat kepada Allah sedangkan aku telah
melakukannya, maka ia lebih baik dariku’.
Jika melihat orang yang lebih tua, engkau mengatakan,
‘Orang ini telah melakukan ibadah sebelum aku
melakukannya, maka tidak diragukan bahwa ia lebih
baik dariku.’
Dan jika ia melihat orang alim (pandai), maka ia
berkata,’Ia telah diberi Allah ilmu lebih dibanding aku
dan telah sampai pada derajat yang aku belum sampai
kepadanya.’
Kalau ia melihat orang bermaksiat, ia berkata, “Ia
melakukannya karena kebodohan, sedangkan aku
melakukannya dan tahu bahwa perbuatan itu dilarang.
Maka, hujjah Allah kepadaku akan lebih kuat.’” (Maraqi
Al Ubudiyah, hal. 79)
Maka seyogyanya kita selalu melihat ke dalam diri kita
sendiri dan tidak sibuk menghakimi orang lain, karena
disamping bisa jadi sebenarnya mereka lebih baik dari
kita, hal demikian bisa menimbulkan sifat ujub.
Sebab itulah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam
mengatakan,” Jika seorang laki-laki berkata ‘Manusia itu
telah celaka’, maka ialah yang paling celaka.” (Riwayat
Muslim)
Imam Al Khattabi menjelaskan bahwa kemungkinan
orang yang mengatakan demikian menimbulkan sifat
ujub kepada dirinya dan menilai bahwa pada manusia
sudah tidak terdapat sifat kebaikan. Dan merasa bahwa
dirinya lebih baik dari mereka. Maka pada hakikatnya,
orang ini telah celaka. (lihat, Al Adzkar, hal. 574)
Imam Malik pun berpendapat bahwa kalau pelakunya
mengatakan hal demikian karena ujub dan
meremehkan manusia terhadap dien mereka, maka itu
hal yang dibenci dan yang terlarang. Namun jika
mengatakannya karena merasa prihatin, maka hal itu
tidak mengapa. (lihat, Al Adzkar, hal. 575)
Semoga bisa selalu TAWADLU dan tidak ada UJUB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar