Senin, 16 April 2012

Lupakan Cinta yg tak sampai


Lupakan! Lupakan cinta
jiwa yang tidak akan
sampai di pelaminan.
Tidak ada cinta jiwa
tanpa sentuhan fisik.
Semua cinta dari jenis
yang tidak berujung
dengan penyatuan fisik
hanya akan mewariskan
penderitaan bagi jiwa. Misalnya yang dialami Nasr bin
Hajjaj di masa Umar bin Khattab.
Ia pemuda paling ganteng yang ada di Madinah. Shalih
dan kalem. Secara diam-diam gadis-gadis Madinah
mengidolakannya. Sampai suatu saat Umar mendengar
seorang perempuan menyebut namanya dalam bait-bait
puisi yang dilantunkan di malam hari. Umar pun mencari
Nasr. Begitu melihatnya, Umar terpana dan mengatakan,
ketampanannya telah menjadi fitnah bagi gadis-gadis
Madinah. Akhirnya Umar pun memutuskan untuk
mengirimnya ke Basra.
Disini ia bermukim pada sebuah keluarga yang hidup
bahagia. Celakanya, Nasr justru cinta pada istri tuan
rumah. Wanita itu juga membalas cintanya. Suatu saat
mereka duduk bertiga bersama sang suami. Nasr menulis
sesuatu dengan tangannya di atas tanah yang lalu
dijawab oleh sang istri tuan rumah. Karena buta huruf,
suami yang sudah curiga itu pun memanggil sahabatnya
untuk membaca tulisan itu. Hasilnya: aku cinta padamu!
Nasr tentu saja malu kerena ketahuan. Akhirnya ia
meninggalkan keluarga itu dan hidup sendiri. Tapi
cintanya tak hilang. Dia menderita karenanya. Sampai ia
jatuh sakit dan badannya kurus kering. Suami perempuan
itu pun kasihan dan menyuruh istrinya untuk mengobati
Nasr. Betapa gembiranya Nasr ketika perempuan itu
datang. Tapi cinta tak mungkin tersambung ke
pelaminan. Mereka tidak melakukan dosa, memang. Tapi
mereka menderita. Dan Nasr meninggal setelah itu.
Itu derita panjang dari sebuah cinta yang tumbuh di
lahan yang salah. Tragis memang. Tapi ia tak kuasa
menahan cintanya. Dan ia membayarnya dengan
penderitaan hingga akhir hayat. Pastilah cinta yang begitu
akan menjadi penyakit. Sebab cinta yang ini justru
menemukan kekuatannya dengan sentuhan fisik. Makin
intens sentuhan fisiknya, makin kuat dua jiwa saling
tersambung. Maka ketika sentuhan fisik jadi mustahil,
cinta yang ini hanya akan berkembang jadi penyakit.
Itu sebabnya Islam memudahkan seluruh jalan menuju
pelaminan. Semua ditata sesederhana mungkin. Mulai
dari proses perkenalan, pelamaran, hingga mahar dan
pesta pernikahan. Jangan ada tradisi yang menghalangi
cinta dari jenis yang ini untuk sampai ke pelaminan. Tapi
mungkin halangannya bukan tradisi. Juga mungkin tidak
selalu sama dengan kasus Nasr. Kadang-kadang
misalnya, karena cinta tertolak atau tidak cukup memiliki
alasan yang kuat untuk dilanjutkan dalam sebuah
hubungan jangka panjang yang kokoh.
Apapun situasinya, begitu peluang menuju pelaminan
tertutup, semua cinta yang ini harus diakhiri. Hanya di
sana cinta yang ini absah untuk tumbuh bersemi: di
singgasana pelaminan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar