Minggu, 15 April 2012

Inilah prinsip kemudahan dalam Islam

Kemudahan merupakan salah satu prinsip penting dalam Islam. Ia merupakan anugerah Allah SWT, diberikan agar manusia tetap bersemangat dan tekun dalam menjalankan ajaran agama, terutama dalam situasi
sulit. (QS al-Baqarah [2]: 185).

Dikisahkan, Amr bin Ash pada suatu malam yang teramat
dingin dalam sebuah pertempuran yang panjang,
mengalami “mimpi basah.” Khawatir membawa akibat
buruk kepadanya, ia tidak mandi jenabah, tetapi
bertayamum, lalu shalat Subuh bersama teman-temannya
yang lain.

Kasus ini dilaporkan kepada baginda Nabi SAW. Lalu, Nabi
SAW bertanya, “Hai Amr, Apakah kamu shalat Subuh
sedangkan kamu dalam keadaan junub?”
“Ya, tuan,” jawab Amr. “Aku khawatir atas diriku,” tegas
Amr lagi. Ia kemudian membaca ayat ini: “Janganlah kamu
membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.” (QS Al-Nisa’ [4]: 29). Mendengar
jawaban Amr, Rasulullah SAW tersenyum dan diam tak
berkata lagi. (HR Bukhari).

Prinsip kemudahan (taysir ) sangat jelas dalam Islam, seperti
tampak dalam kisah Amr ini. Setiap kesulitan, pada
dasarnya, menuntut kemudahan ( al-Masyaqqah tajlib al-
taysir ). Kalau diperhatikan secara seksama, setiap ibadah
dalam Islam disediakan kemudahan-kemudahan. Sekadar
contoh, bersuci dalam kondisi normal harus dilakukan
dengan air. Tapi, dalam kondisi sulit, seperti menimpa
sahabat Amr tadi, bersuci dapat dilakukan dengan
tayamum.

Shalat, seperti umum diketahui, harus dilakukan dengan
berdiri. Akan tetapi, bagi yang tak mampu berdiri, ia boleh
melakukannya dengan duduk, bahkan dengan berbaring
saja. Begitu juga disediakan kemudahan dalam ibadah
puasa, haji, dan seterusnya. Dalam terminologi fikih,
kemudahan-kemudahan itu dinamakan “Rukhshah,” yaitu
pengurangan beban sebagai wujud kasih sayang Allah SWT
kepada hamba-hamba-Nya.

Meskipun mudah dan disediakan banyak kemudahan,
namun kemudahan itu bukan sesuatu yang gratis ( free of
charge ). Kemudahan-kemudahan itu menuntut persyaratan
dan kondisi-kondisinya sendiri. Misalnya, adanya kesulitan
(masyaqqah) seperti telah dikemukakan. Persyaratan lain
ialah bahwa kemudahan (alternatif) yang disediakan
bukanlah dosa atau perkara yang dilarang oleh Allah SWT.

Dalam hadis shahih disebutkan bahwa setiap kali Nabi
dihadapkan pada dua pilihan, beliau selalu memilih yang
paling mudah dari keduanya ( aysaruhuma). Akan tetapi,
kalau pilihan kemudahan itu merupakan dosa maka beliau
adalah orang yang mula-mula lari dan menjauhkan diri
darinya. (HR. Bukhari dari Aisyah).

Berbagai kemudahan agama itu diberikan oleh Allah SWT
untuk tujuan dan maksud yang mulia. Pertama, memastikan
agar manusia dapat menjalankan agama tanpa susah payah
dalam dimensi ruang dan waktu. Kedua, mendorong dan
memotivasi manusia agar rajin dan semangat menjalankan
agama, lantaran bisa dilakukan dengan mudah dan tanpa
kesulitan.

Karena agama itu mudah maka tidak boleh ada opini yang
menggambarkan bahwa agama (beragama) itu seolah-olah
menyusahkan. Inilah pandangan yang ditolak Allah. “Dan
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama
suatu kesempitan.” (QS. Al-Hajj [22]: 78). Wallahu a`lam!
Dr.Ahmad Ilyas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar