Rabu, 18 April 2012

Cinta itu datang tiba tiba

“Cinta datang tiba-tiba, cinta adalah anugerah Yang
Kuasa.
Cinta tak kan sia-sia, ketika kau menyapa.
Engkau datang cerahkan jiwaku.
Cahya-Mu, Cinta-Mu, hiasi hidupku.
Cinta datang tiba-tiba, cinta adalah anugerah Yang
Kuasa.
Cinta tak kan sia-sia, ketika kau menyapa.”

Bgitulah kutipan lagu seorang
penyanyi ternama Indonesia, Marcell yang saya ubah
liriknya. Hal ini terbesit ketika teringat kembali
pengalaman pribadi. Secuil petikan hidup, yang bias
jadi terjadi pula pada saudaraku lainnya yang
akhirnya membuat kita berubah menjadi kita yang
seperti sekarang ini. Intinya adalah karena “cinta yang
datang tiba-tiba”.
Allah mencintai hamba-Nya melebihi rasa cinta
seorang ibu kepada anaknya, melebihi rasa cinta
suami kepada istrinya, dan melebihi rasa cinta seekor
induk burung kepada anak-anaknya. Terkadang terasa
oleh kita cinta-Nya merasuk ke dalam hati dengan
tiba-tiba, menggugah hati untuk merasa dan
menggugah nurani dengan kelembutan tiada tara.
Sebenarnya sudah merupakan sunnatullah, bahwa
sesungguhnya Allah berkuasa untuk memberikan
jalan petunjuk kepada hamba-Nya dan juga berkuasa
untuk memberikan jalan kesesatan kepada hamba-
Nya jika hamba tersebut tetap menjauh dan ingkar
kepada Allah swt.
Sungguh, merupakan fitrah manusia untuk selalu
condong kepada kejujuran, kelembutan,
kedermawanan, dan ketundukan kepada Rabb-nya,
serta berbagai kebaikan-kebaikan lainnya. Seperti
salah satu hadits berikut, Nawwas bin Sam’an
berkata, Nabi saw, bersabda:
“Kebajikan adalah akhlaq yang terpuji, sedangkan
dosa adalah apa yang meresahkan jiwamu serta
engkau tidak suka apabila masalah itu diketahui
orang lain” (HR. Muslim).
Namun, hal yang tidak boleh dipungkiri adalah bahwa
manusia memiliki akal dan nafsu, dimana dengan
akal tersebut Allah memberikan kebebasan kepada
manusia untuk memilih antara jalan kebenaran dan
jalan kebatilan dan ketika nafsu menjadi raja dan ego
tak bisa dikendalikan, segala sifat fitrah manusia itu
seakan sirna dan lenyap begitu saja.
Kembali kepada “Cinta yang datang tiba-tiba” ini.
Salah satu kisah yang ingin saya cuplik di sini adalah
kisah salah seorang sahabat nabi, Umar bin Khathab
RA. Jika kita membaca Sirah Nabawiyah (Sejarah
Nabi), maka kita akan menemukan episode yang
menceritakan bahwa Umar bin Khathab adalah salah
seorang yang menentang mati-matian dakwah Islam
Nabi Muhammad saw, karena dia sangat menjunjung
tinggi rasa kekeluargaan dan cinta kebudayaan tanah
air. Umar sebelum masuk Islam adalah seseorang
yang sangat mencintai peribadatan kepada berhala-
berhala, bukan karena apa-apa, tak lain hanya karena
dia melihat bahwa ini adalah sebuah tradisi turun-
temurun yang harus dilestarikan oleh bangsa Arab.
Oleh karena itu, ketika seorang bernama Muhammad
saw datang dan mengaku nabi serta membawa
sebuah ajaran baru yang meng-Esa-kan Tuhan, Umar
merasa eksistensi bangsa Arab terancam.
Panggilan jiwa patriotisme yang sangat mencintai
tradisi bangsanya membuat dia merasa harus
melakukan sesuatu. Sesuatu yang mampu
mengembalikan kepada keadaan semula, ketika
bangsa Arab tidak terpecah kepercayaannya sebelum
kedatangan Muhammad saw. Satu hal yang ketika itu
terlintas di benaknya adalah, “Aku harus membunuh
Muhammad!”
Namun, pada titik itu dia merasa gelisah, bagaimana
mungkin ia bisa membunuh Muhammad saw yang
notabene adalah orang yang tepercaya dan tidak
memiliki track record yang buruk semasa hidupnya
dan kabilahnya (suku) Muhammad saw merupakan
kabilah yang cukup disegani di bangsa Arab. Jika dia
membunuh Muhammad saw, justru dia akan
menimbulkan peperangan lagi di bangsa Arab, antara
kabilahnya dan sekutunya serta kabilah Muhammad
saw dengan sekutunya pula. Hal ini malahan akan
membuat suasana semakin memburuk.
Suatu malam, ketika Umar ingin mencari khamr di
Mekah, dia tidak mendapatkannya, lalu dia berfikir
untuk pergi ke Ka’bah untuk melakukan thawaf
(thawaf yang dilakukan pada masa Arab jahiliyah).
Maka, ketika itu dia menemukan Rasulullah saw
sedang shalat menghadap ke Ka’bah. Umar
mengendap-endap ingin mengetahui apa yang dibaca
oleh Muhammad saw, seseorang yang dikatakan
penyair gila oleh masyarakat Arab yang lain.
Dalam hati, Umar berkata bahwa Muhammad saw
adalah seorang penyair ulung, lalu ketika itu Nabi
Muhammad saw membaca:
“Bahwa ini sungguh perkataan Rasul yang mulia. Itu
bukanlah perkataan seorang penyair, sedikit sekali
kamu percaya!” (QS. Al-Haqqah: 40-41).
Umar seketika tersentak, bagaimana bisa Muhammad
membacakan sesuatu yang merupakan reaksi dari apa
yang dipikirkannya di dalam hati. Lalu, Umar berpikir
bahwa dapat dipastikan bahwa Muhammad saw
adalah seorang dukun (peramal). Lagi-lagi, Nabi
Muhammad saw membacakan:
“Juga bukan perkataan seorang peramal, sedikit sekali
kamu mau menerima peringatan. (Ini adalah wahyu)
yang diturunkan dari Tuhan semesta alam. Dan kalau
dia (Muhammad) mengada-adakan perkataan atas
nama Kami, pasti Kami tangkap dia dengan tangan
kanan, kemudian pasti Kami potong pembuluh
darahnya. Maka tak seorang pun dari kamu dapat
mempertahankannya.” (QS. Al-Haqqah: 42-47).
Maka saat itulah, cinta-Nya merasuk ke relung hati
Umar menyapa dengan tiba-tiba dan membuat dia
merasa bahwa sungguh ini adalah cinta yang hakiki
dan setelah itu Umar RA menyatakan keislamannya di
hadapan Rasulullah saw.
Jika kita mengambil ibrah (pelajaran) dari kisah ini,
maka dapat kita lihat bahwa meskipun seseorang
sangat membenci dan bahkan sangat keras
permusuhannya terhadap Islam, terhadap Allah, dan
kepada Rasulullah, namun jika Allah menghendaki,
maka justru cinta itu akan merasuk dan menjadi
petunjuk di dalam hidupnya.
Jika kita menilik lebih mendalam, bagaimana seorang
Umar RA yang pada awalnya beringas, begitu keras
permusuhannya terhadap apa yang dibawa oleh
Muhammad saw, dan seorang pecandu khamr,
hatinya bisa terketuk untuk menerima hidayah Allah.
Hal ini tidak lain dan tidak bukan karena Allah swt
telah memberikan shibghah (celupan) di hatinya
Umar RA. Celupan yang membuat hati itu kembali
bersih dan melunturkan berbagai kegelapan dan
kepekatan hati yang semula menjadi penghalang
antara dia dengan Rabb-nya.
Sesungguhnya, meskipun Umar RA sebelum masuk
Islam memiliki tabiat yang buruk, namun di hati
kecilnya dia adalah seorang yang baik, pejuang sejati,
dan seorang prajurit yang memiliki jiwa patriotisme
yang tinggi. Nilai-nilai luhur yang masih dimiliki oleh
nuraninya itulah yang beresonansi ketika cinta-Nya
datang dengan tiba-tiba, membuat hatinya bergetar
begitu hebat, membuat dadanya sesak, membuat air
matanya mengalir, karena sesungguhnya cinta yang
hakiki, fitrahnya telah kembali dan hal tersebut
membuat ia seakan baru kembali dilahirkan dari
rahim ibunya, sehingga menjadi putih bersih tanpa
noda. Demikianlah ketika Allah berkehendak, “Kun!
(jadilah!), maka jadilah ia”.
Saudaraku, ketika kita berfikir bahwa kita merasa
belum nikmat dalam menggenggam Dienul Islam
(agama Islam), atau kita masih merasa resah dan
bingung serta bimbang tentang apa yang harus
dilakukan terhadap agama ini, maka bersabarlah, dan
mari kita pertahankan berbagai perilaku kebaikan
serta bersihkan hati dari berbagai penyakitnya (iri,
dengki, dusta, dll), maka sungguh suatu ketika cinta-
Nya akan datang dan kita akan merasa hal itu datang
dengan tiba-tiba. Hal yang terpenting pula supaya
Allah berkenan untuk segera memberikan celupan
keindahan aqidah di dalam hati kita, maka
berusahalah mencari tahu tentang berbagai hal yang
masih membuat kita bimbang dan tentu saja
temukan dari ahlinya, bukan dari lidah para pendusta
dan berdoalah kepada Allah swt agar Dia berkenan
untuk selalu mengumpulkan kita dengan orang-orang
yang shalih, orang-orang yang selalu takut kepada
Tuhannya, orang-orang yang pada saat berdiri, ruku’,
dan sujud, selalu mengingat Tuhannya.
“Cinta datang tiba-tiba, cinta adalah anugerah Yang
Kuasa.
Cinta tak kan sia-sia, ketika kau menyapa.”
Sapalah cinta-Nya, jangan pernah kita lewatkan
begitu saja.
Wallahu a’lam bish-shawab. Maha Suci Allah dari apa
yang mereka persekutukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar