Sabtu, 21 April 2012

Budaya Alay dan Dakwah


Suatu hari (salah satu gaya
penulisan lama kerap diawali dengan dua kata
tersebut) duduk dua mahasiswa tengah
bercengkerama dalam sebuah masjid.
Ujang: Sep, Ane rek curhat yeuh. Minggu-minggu ieu
meuni banyak tugas UTS (baca Ujian Tara Serius)
jeung amanah oge numpuk. Ane bingung kudu
kumaha?
Asep: Hmm… Bingungna di beulah mana Sep? Hhe…
Ujang : (Bengong…ngusapan jenggot)
Asep : Geus ayeuna mah kerjakeun heula weh nu
kira-kira bisa dikerjakeun ku ente (asal kata Antum;
entah dari mana filosofi perubahan kata tersebut ^^),
inget kan yen Allah moal mere cocoba di luar
kemampuan hambaNa di QS Al-Baqarah ayat 286 “laa
yukalifullahu nafsan illa wus’ahaa” urang teh kudu
yakin…
Ujang: Enya apal Ane oge, ngan teuing kunaon
ayeuna teh urang keur andilau **
Asep: (ngahuleng…) pendekar? Naon andilau teh?
Ujang: Beuuh, ari Asep kamana wae? Teu gaul ah…
andilu teh “antara dilemma dan galau”…keur trend
ayeuna teh eta istilah Sep…
Asep: ooh…^^ enya sok ayeuna mah tong andilau-
andilauan kitu GJ teu puguh…mending kerjakeun
tong di engke-engke. Kamu inget kan kisahna Rauh
Ibnu Zanba. Harita manehanana keur shaum, tuluy
ditawarn buka di tengah poe ku Raja tapi subhanallah
Rauh ngajawab “… Demi Allah aku tak akan berbuka
hari ini. Karena sesungguhnya aku takut besok akan
mati”
Ujang: Ari GJ naon Sep?
Asep: hha…satu kosong, ente oge teu gaul Jang. GJ
teh Gak Jelas u know?
Ujang: Gkgkgk…Hheu bisa wae ente mah Sep (Ujang
merunduk tersipu malu)
Asep: Astaghfirullah… Enggeus ah. Urang tatadi geus
kaleuwihan heureuyna. Nu kitu teh melenakan, enya
teu Jang?
Ujang: Enya Sep, hampura nyak. Ane can bisa jadi
saudaramu yang baik.
Asep: Enya sarua Ane oge, inget yen Allah teh teu
resep ka hamba-hamba yang melampaui batas (Al-
Baqarah; 190, Al-Imran: 147)
Asep+Ujang: Astaghfirullah…berpelukan.
Demikianlah gambaran yang kemudian dewasa ini
terjadi. Globalisasi, menjadi fenomena yang sangat
misterius. Kemunculannya diawali dengan semakin
menggilanya perkembangan teknologi, informasi dan
komunikasi. Jelas sangat berpengaruh pada berbagai
aspek kehidupan manusia. Termasuk Dakwah di
dalamnya.
Dakwah yang salah satu aksinya dijewantahkan dari
semangat beramar ma’ruf nahi munkar yang juga
tertera dalam QS. Ali Imran: 104, “Hendaklah ada di
antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-
orang yang beruntung” pun tak lepas dari pengaruh
tersebut.
Walaupun jika kita runut, bahwa setiap fenomena
yang muncul akan selalu mempunyai dua perspektif;
positif atau negatif. Hal itu dikembalikan lagi kepada
masing-masing individu. Namun yang pasti
pergolakan globalisasi akan terus berkembang bahkan
pada sesuatu yang tak pernah kita bayangkan
sebelumnya. Dari segi positif, dakwah mendapatkan
satu peluang bagaimana ekspansi-ekspansi
penanaman nilai-nilai syariat bisa berjalan massive.
Dengan memaksimalkan syiar multimedia: Facebook,
tweeter, blog, web dsb. Hal ini agaknya mampu
membuat dakwah “tersenyum”.
Tetapi, lagi-lagi kita harus siaga. Dalam artian kita tak
lekas cepat puas dengan berbagai “kenyamanan bias”
yang ditawarkan.
Terbukti, kader-kader dakwah pun dewasa ini tidak
sedikit yang terserang virus alay. Alay, salah satu
bentuk dari budaya yang menggejala dalam
kehidupan sosial. Kemunculannya, ibarat tamu tak
diundang (bukan jelangkung ya^^). Bisa membawa
manfaat, namun bisa pula mengakibatkan mudharat.
Alay bisa hadir dalam bentuk bahasa, tingkah laku
maupun kebiasaan. Contoh pendeknya, dari bahasa.
Kata Ya, yang sebelumnya tertulis dalam kumpulan
huruf Ya, Ia atau Iya sekarang muncul dengan dua
huruf EA. Dan masih banyak lagi contoh lainnya.
Alay sendiri menurut Wikipedia; Alay atau anak
layangan adalah orang-orang kampung norak yang
baru bisa berlagak. Dalam ilmu sosiologi, dikenallah
strata yang berarti tingkatan seseorang/kelompok
dalam suatu komunitas dan alaylah yang menempati
strata terbawah dalam negara Indonesia dan sampai
kapan pun strata mereka tidak akan bertingkat
bahkan bisa turun apabila ada golongan baru. Dalam
sebuah sumber disebutkan bahwa alay ibarat kanker
yang perlahan membunuh karakter Indonesia. Seperti
tontonan tak bermutu: R*J* G*MB*L. Jengah saya
lihatnya. Akankah bangsa ini diisi oleh orang-orang
tak bermoral? Akankah negara ini dihuni oleh mayat-
mayat yang berjalan? (Haduuh, astaghfirullah. Klo lagi
kumat so, idealisnya).
Kita tengok karakter si Ujang dalam penggalan di atas.
Kita secara sadar atau tidak terkadang kerap
mendapati suasana seperti itu. Galau Gak Jelas.
Bahkan sering pula kita tidak menghadiri satu acara
hanya karena alasan SIBUK. ADK memang luar biasa
dan biasa di luar. Aktivitasnya yang bejibun terkadang
menghijabi keyakinan bahwa Allah adalah pengatur
segala sesuatu. Kita tak usah ribet, rumit mikirin hal
yang belum tentu jelas adanya (astaghfirullah,
menampar diri sendiri…). Ketika kita dihadapkan pada
satu dimanika permasalahan; amanah, tugas kuliah,
maisyah, nikah, rumah dan serba serbi ah. Maka mari
bertawakal, mari beristighfar karena ketidaktenangan,
kegelisahan timbul dari syaitan sedangkan
ketenangan bersumber dari Allah SWT “(yaitu) orang-
orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya
dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS.
Ar-Rad: 28).
Terlepas dari itu semua, satu yang harus kita yakini
bahwa apapun yang kemudian muncul dalam nafas
kehidupan kita adalah entah itu anugerah atau
musibah yang pasti kita tetap berhusnudzan kepada
Allah SWT. Wallahualam Bish shawab, kesalahan
timbul dari saya sebagai jelata tak bermakna penuh
dosa dan teramat papa. Kebenaran bersumber dari
Allah SWT yang Maha Segalanya.

Salam inspirasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar