Rabu, 18 April 2012

kisah profesional di Wall Street

NEW YORK – Naiel Iqbal
(27), Muslim yang membuat terobosan
dengan masuk ke pusat keuangan Amerika
Serikat, Wall Street.
Naiel, adalah seorang lulusan Wharton School tidak
bertindak seperti seorang bankir. Ia tidak memperkenalkan
diri di kantor dan tidak mengambil makan siang.
Naiel tidak makan sama sekali, bahkan hanya untuk minum
kopi dan sebotol air di mejanya. Sepanjang hari ia hanya
duduk di mejanya, menatap komputer. Apakah dia sakit?
Atau dia gugup? Ternyata tidak. Ia sedang menjalankan
ibadah puasa di bulan Ramadhan.
Pemuda Muslim di Wall Street merupakan kelompok terbaru
yang membuat terobosan baru di bidang keuangan AS.
Sebagian besar dari mereka menghadapi tantangan
terhadap praktik-praktik yang bertentangan dengan agama
Islam.
Memang, banyak Muslim di AS tidak mempermasalahkan
bekerja di Wall Street. Tapi, bagi umat Islam yang menjaga
nilai-nilai Islam, tembok “buta agama” di Wall Street
menjadi masalah tersendiri.
Seperti perempuan Muslim lainnya, Aisyah Jukaku, seorang
analis di Goldman Sachs selalu menghindari kontak fisik
dengan pria yang bukan mahramnya. Namun, ketika
berbicara bisnis, ia tidak dapat menghindarinya. “Ini bukan
sesuatu yang ingin saya lakukan,” katanya canggung jika
mengikuti cara AS untuk melakukan bisnis, yakni dengan
berjabat tangan.
Selain kontak fisik, masalah riba menjadi kendala tertentu
karena mayoritas penawaran Wall Street tidak berbasis
Syariah. “Apa yang saya lakukan tidak 100 persen sah dalam
agama, tetapi dalam beberapa saat, anda berhenti merasa
bersalah,” kata Aisyah.
Sementara Rushdi Siddiqi, Kepala Keuangan Global Islam di
Thomson mengatakan, ada banyak keprihatinan terkait aset
manajemen, transaksi keuangan dan aliran uang di Wall
Street. Rushdi merupakan Muslim yang menduduki posisi
strategis di bank yang ada di Wall Street. Ia mengaku
menghadapi banyak rintangan untuk mematuhi agamanya.
Wall Street, kata Rushdi, tidak menyediakan ruangan khusus
untuk shalat di tempat kerja bagi para pekerja Muslim. “Saya
juga harus berurusan dengan riba yang dilarang Islam. Kami
memiliki konsep yang disebut hukum kebutuhan. Muslim di
Wall Street harus mematuhi hukum lokal di mana yang tidak
tertulis," ujarnya.
Lain hanya
dengan Ali Akbar (34), seorang Manajer
Pelaksana RBC Capital Markets kelahiran
Pakistan. Meskipun ia berpuasa Ramadan,
ia mengaku kesulitan untuk melakukan salat lima waktu.
"Anda tidak bisa bangkit di tengah kesepakatan dan
mengatakan, 'saya harus pergi menghabiskan waktu dua
jam di masjid," katanya. Ia mengaku tidak selalu shalat lima
waktu karena menghindari menarik perhatian rekannya.
Meskipun kesulitan, para bankir Islam tersebut melihat
agama mereka sebagai aset dalam kemajuan karir mereka.
Seorang kepala yang mengelola Securities Storm Harbour
dan pedagang di Citigroup, Sohail Khan, mengatakan, gaya
hidup islami dirinya adalah sebagai aset dalam negosiasi
penawaran.
"Bila Anda hanya sosok pekerja di meja yang tidak mabuk, ini
adalah senjata yang hebat," katanya. Menurutnya, menjadi
seorang Muslim yang baik membantu dirinya menjadi
seorang bankir yang baik.
Namun, ia yakin bahwa Allah Maha Pemaaf. "Ketika saya
membuat keputusan untuk mengejar karir di Wall Street,
ada hal-hal tertentu yang saya tahu saya akan mengalami
kesulitan mendamaikan dengan keyakinan Islam saya,"
katanya.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pada tahun 2006, tiga
pemuda Muslim membentuk organisasi, Muslim Urban
Profesional, yang dijuluki "Muppies" untuk membantu
sesama para profesional muda Muslim menegosiasikan isu-
isu yang muncul.
Seorang mitra umum di sebuah perusahaan Investasi, Iftikar
A Ahmed, mengatakan para Muppies mengisi "kebutuhan
luar biasa" yang ada di masyarakat. "Ini memberitahu
mereka bahwa Anda bisa mengikuti cara hidup Amerika,
sementara anda tidak menyangkal secara fakta bahwa Anda
juga seorang Muslim,” katanya.
Muppie memulai masuk kelompok Google dan
memperdagangkan pesan tentang lowongan pekerjaan,
pemberitahuan apartemen untuk sewa dan pengumuman
makan malam kelompok. Kini, Muppies terdiri dari 1.000
anggota secara global, dan sekitar separuh dari mereka
bekerja di bidang keuangan.
Salah satu kebijakan Muppies adalah “Avoiding Alcohol and
Opposite Gender Handshakes in the Corporate World”.
Mereka memberi aturan bahwa dalam berbisnis, sekeras
mungkin menjauhi alkohol, namun boleh berada di tempat
yang menyediakan alkohol. Para pebisnis juga berjabat
tangan dengan wanita ketika diminta, tetapi tidak untuk
memulai jabat tangan dirinya sendiri. Atau dengan cara
bijaksana lainnya seperti berpura-pura sakit atau memakai
sarung tangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar