Minggu, 26 Agustus 2012

Dakwah is love!

Memang seperti itu dakwah. Dakwah adalah cinta.
Dan cinta akan meminta semuanya dari dirimu.
Sampai pikiranmu. Sampai perhatianmu. Berjalan,
duduk, dan tidurmu.Bahkan di tengah lelapmu, isi
mimpimu pun tentang dakwah. Tentang umat yg kau
cintai.
Lagi-lagi memang seperti itu. Dakwah. Menyedot
saripati energimu. Sampai tulang belulangmu.
Sampai daging terakhir yg menempel di tubuh
rentamu. Tubuh yg luluh lantak diseret-seret. ..
Tubuh yang hancur lebur dipaksa berlari.
Seperti itu pula kejadiannya pada rambut Rasulullah.
Beliau memang akan tua juga. Tapi kepalanya
beruban karena beban berat dari ayat yg diturunkan
Allah.
Sebagaimana tubuh mulia Umar bin Abdul Aziz. Dia
memimpin hanya sebentar. Tapi kaum muslimin
sudah dibuat bingung. Tidak ada lagi orang miskin yg
bisa diberi sedekah. Tubuh mulia itu terkoyak-koyak.
Sulit membayangkan sekeras apa sang Khalifah
bekerja. Tubuh yang segar bugar itu sampai rontok.
Hanya dalam 2 tahun ia sakit parah kemudian
meninggal. Toh memang itu yang diharapkannya;
mati sebagai jiwa yang tenang.
Dan di etalase akhirat kelak, mungkin tubuh Umar
bin Khathab juga terlihat tercabik-cabik. Kepalanya
sampai botak. Umar yang perkasa pun akhirnya
membawa tongkat ke mana-mana. Kurang heroik?
Akhirnya diperjelas dengan salah satu luka paling
legendaris sepanjang sejarah; luka ditikamnya
seorang Khalifah yang sholih, yang sedang bermesra-
mesraan dengan Tuhannya saat sholat.Dakwah
bukannya tidak melelahkan. Bukannya tidak
membosankan. Dakwah bukannya tidak menyakitkan.
Bahkan juga para pejuang risalah bukannya sepi dari
godaan kefuturan.
Tidak… Justru kelelahan. Justru rasa sakit itu selalu
bersama mereka sepanjang hidupnya. Setiap hari.
Satu kisah heroik, akan segera mereka sambung lagi
dengan amalan yang jauh lebih “tragis”.Justru karena
rasa sakit itu selalu mereka rasakan, selalu
menemani… justru karena rasa sakit itu selalu
mengintai ke mana pun mereka pergi… akhirnya
menjadi adaptasi.
Kalau iman dan godaan rasa lelah selalu bertempur,
pada akhirnya salah satunya harus mengalah. Dan
rasa lelah itu sendiri yang akhirnya lelah untuk
mencekik iman. Lalu terus berkobar dalam
dada.Begitu pula rasa sakit. Hingga luka tak kau rasa
lagi sebagai luka. Hingga “hasrat untuk mengeluh”
tidak lagi terlalu menggoda
dibandingkan jihad yang begitu cantik.
Begitupun Umar. Saat Rasulullah wafat, ia histeris.
Saat Abu Bakar wafat, ia tidak lagi mengamuk.
Bukannya tidak cinta pada abu Bakar. Tapi saking
seringnya “ditinggalkan” , hal itu sudah menjadi
kewajaran. Dan menjadi semacam tonik bagi
iman..Karena itu kamu tahu. Pejuang yg heboh ria
memamer-mamerkan amalnya adalah anak kemarin
sore. Yg takjub pada rasa sakit dan pengorbanannya
juga begitu. Karena mereka jarang disakiti di jalan
Allah. Karena tidak setiap saat mereka memproduksi
karya-karya
besar.
Maka sekalinya hal itu mereka kerjakan, sekalinya hal
itu mereka rasakan, mereka merasa menjadi orang
besar. Dan mereka justru jadi lelucon dan target doa
para mujahid sejati, “ya Allah, berilah dia petunjuk…
sungguh Engkau Maha Pengasih lagi maha
Penyayang… “Maka satu lagi seorang pejuang
tubuhnya luluh lantak. Jasadnya dikoyak beban
dakwah. Tapi iman di hatinya memancarkan cinta…
Mengajak kita untuk terus berlari…
“Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah
mengikutimu.
Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan
mengejarmu.
Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih
bersamamu.
Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur
menyertaimu.
Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu
menemanimu.”
(alm. Ust Rahmat Abdullah)
Kalau iman dan syetan terus bertempur. Pada
akhirnya salah satunya
harus mengalah.

In memoriam Ust. Rahmat Abdullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar