Sabtu, 25 Agustus 2012

sang mantan "ikhwah"

Beberapa kali saya ditanya soal
pendapat saya tentang mereka yang keluar jamaah
atau istilahnya mantan ikhwah. Ya, sebutan bagi
mereka yang dulunya aktif bersama dalam dakwah
dalam bingkai organisasi yang sama. Jawaban saya
adalah, asal jangan keluar dari Islam!
Ketika aktif di sebuah organisasi kemahasiswaan
Islam sekitar lima belas tahun yang lalu, pertanyaan
itu muncul. Tidak sama persis memang, namun
intinya adalah bagaimana kita menghimpun kekuatan
besar dakwah dalam satu organisasi yang teratur dan
disiplin. Bahwa sebuah kebaikan haruslah
terorganisasi dengan rapi karena kebaikan pun bisa
hancur lumat dikalahkan oleh kejahatan jika ia tidak
diurus dengan baik layaknya kata-kata Sayidina Ali bin
Abi Thalib RA dulu: “Kejahatan yang terorganisasi bisa
mengalahkan kebaikan yang tak terorganisasi. Jadi
memang, bergerak dalam barisan dakwah harus
dengan keteraturan dan disiplin. Dakwah tidak akan
mampu diusung seorang diri. Jadi memang kita harus
berjamaah untuk memenangkan Islam.
Alhamdulillah, Allah memberi saya rizki untuk
bergabung dengan sebuah organisasi dakwah yang
saya rindukan keberadaannya sejak lama. Berhimpun
dalam satu barisan bersama orang-orang shalih
untuk menegakkan kalimat Allah. Namun memang,
berdiri dalam sebuah barisan panjang tidak sama
dengan sendirian. Berada dalam kumpulan manusia
berbeda dengan duduk seorang diri. Ada kalanya ide
kita berbeda dengan kebijaksanaan organisasi. Tak
jarang pula berbenturan pendapat dengan anggota
yang lainnya. Harus sering sabar dan lapang dada
berurusan dengan orang banyak. Namun di dalamnya
terdapat keberkahan. Bukankah Baginda SAW pernah
bersabda bahwa tangan Allah bersama jamaah?
Kesabaran dan lapang dada terkadang tak cukup stok
untuk bertahan dari perbedaan pendapat dan gesekan
pemahaman. Beberapa orang memilih pergi dan
berjuang sendiri atau bergabung dengan organisasi
lain. Bukan hanya ada satu organisasi Islam toh? Ada
banyak saudara di luar sana yang juga berjuang
untuk Islam. Mereka pun berhimpun dalam jamaah
dengan keteraturan dan kedisiplinan. Jadi jangan
mengklaim organisasi sendiri yang paling benar.
Untuk ini saya teringat sebuah nasihat dari seorang
Ustadz sederhana pada saat acara Daurah Marhalah
III di Boyolali tahun 2000 silam. Beliau berpesan
untuk bersabar dan rela untuk diatur karena ketika
tidak cocok dengan ‘rumah’ kita yang sekarang,
belum tentu juga kita nyaman dengan ‘rumah’ yang
lain. Seorang Akh yang lain juga pernah memberi
masukan bahwa tidak ada jaminan orang yang keluar
dari jamaah akan menjadi lebih baik. Fakta di
lapangan menunjukkan bahwa para ‘single fighter’ ini
tidak menjadi lebih baik berjuang di luar rumah. Tak
sedikit yang kemudian lebur dan membaur dengan
orang kebanyakan. Tak bersisa celupan Rabbani
selama tinggal di rumah dakwah. Tak jarang pula
mereka mempunyai keahlian baru, yaitu sebagai
komentator dan konsultan tentang dakwah dan
jamaah, tentang qiyadah wal jundiyah, tentang al
wala dan al bara’ padahal mereka tak punya rumah
untuk mengamalkan.
Ketika beberapa waktu yang lalu saya ditanya kembali
tentang orang-orang seperti ini. Jawaban saya tetap
sama, asalkan jangan keluar dari Islam. Di organisasi
manapun yang bertujuan menegakkan Islam, maka
mereka saudara saya. Namun ketika sudah
menemukan rumah baru maka jangan pernah
menjelek-jelekkan rumah lama dan penghuninya
serta tetaplah istiqamah. Di antara mereka ada guru-
guru saya, kawan-kawan lama seperjuangan dan
teman-teman penguat hati. Bisa jadi, ketidakcocokan
itu bermula dari kita sendiri. Oleh karenanya jangan
garang dan kasar agar hati lembut tak berubah
menjadi benci. Jadi mari berprestasi dengan amal
terbaik untuk Allah. Mari berlomba memberi yang
terbaik untuk Allah.
Baru saja sore kemarin suami saya menunjuk gambar
seorang Ustadz tenar di negeri kita dan berujar,” Dia
mantan ikhwah. Dia dulu ketua ikhwah Mekah.”
Tangannya menunjuk gambar seseorang berpeci
yang sedang memegang mikrofon di atas panggung.
Entah kenapa, tiba-tiba mata saya kabur. Hati saya
menjerit perlahan dan menyeru ke langit, “Jangan
jadikan saya bagian dari mereka ya Rabb…Biarpun
sesak dada dan harus ekstra bersabar, saya ingin
kelak dibangkitkan di hadapan Allah bersama kafilah
dakwah ini. Tak peduli apakah di barisan yang paling
belakang sekalipun sebagai anggota yang dianggap
paling sedikit kontribusinya dalam dakwah ini…”
Saya tidak mau memiliki gelar itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar