Jumat, 24 Agustus 2012

Seputar Itikaf! di asyrul awakhir ramadhan

PERTANYAAN => Mohon dijelaskan tentang iktikaf
(i’tikaf), rukun, syarat, pembatal, dan kapan
memulainya.

JAWABAN => pertanyaan seputar i’tikaf (iktikaf)
I’tikaf adalah ‘tinggal di masjid dengan niat tertentu
dan dengan tata cara tertentu’. Tempat i’tikaf: di masjid
yang digunakan untuk shalat berjemaah, meskipun
tidak digunakan untuk jumatan seperti mushalla.
Allah berfirman, yang artinya, “Janganlah kalian
melakukan hubungan suami-istri ketika kalian sedang
i’tikaf di masjid ….” (Q.s. Al-Baqarah:187)
Imam Al-Bukhari membuat judul bab “Bab (anjuran)
i’tikaf di sepuluh hari terakhir dan (boleh) i’tikaf di
semua masjid“. (Shahih Bukhari, 7:382)

Kapan memulai i’tikaf (iktikaf)?
Dianjurkan untuk memulai i’tikaf di malam tanggal 21
setelah magrib, kemudian mulai masuk ke tempat
khusus (semacam tenda atau sekat) setelah subuh pagi
harinya (tanggal 21 Ramadan).
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha; beliau mengatakan,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada
sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Aku
membuatkan tenda untuk beliau. Lalu beliau shalat
subuh kemudian masuk ke tenda i’tikafnya.” (H.r. Al-
Bukhari dan Muslim)

Rukun i’tikaf (iktikaf)
Niat. Letak niat itu di hati dan tidak boleh dilafalkan.
Sebatas keinginan untuk itikaf itu sudah dianggap
berniat untuk i’tikaf.
Dilakukan di masjid, baik masjid untuk jumatan
mauapun yang tidak digunakan untuk jumatan.
Menetap di masjid.
Pembatal i’tikaf (iktikaf)
Hubungan biologis dan segala pengantarnya.
Keluar masjid tanpa kebutuhan.
Haid dan nifas.
Gila atau mabuk.

Yang diperbolehkan ketika i’tikaf (iktikaf)
Keluar masjid karena kebutuhan mendesak, seperti:
makan, buang hajat, dan hal lain yang tidak mungkin
dilakukan di dalam masjid.
Mengeluarkan sebagian anggota badan dari masjid.
Makan, minum, tidur, dan berbicara.
Wudhu di masjid.
Bermuamalah dan melakukan perbuatan (selain
ibadah) di masjid, kecuali jual beli.
Menggunakan minyak rambut, parfum, dan
semacamnya.

Yang dimakruhkan ketika i’tikaf (iktikaf)
Menyibukkan diri dengan kegiatan yang tidak
bermanfaat, baik ucapan maupun perbuatan.
Tidak mau berbicara ketika i’tikaf (iktikaf), dengan
anggapan itu merupakan bentuk ibadah. Perbuatan ini
termasuk perbuatan yang tidak ada tuntunannya.
Mandi ketika i’tikaf (iktikaf)
Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan
bahwa hukum mandi ketika i’tikaf dibagi menjadi tiga:
Wajib, yaitu mandi karena junub.
Boleh, yaitu mandi untuk menghilangkan bau badan
dan kotoran yang melekat di badan.
Terlarang, yaitu mandi sebatas untuk mendinginkan
badan. (Majmu’ fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin,
20:178)

I’tikaf (iktikaf) bagi wanita
Diperbolehkan bagi wanita untuk melakukan i’tikaf
bersama suaminya atau sendirian, dengan syarat: ada
izin dari walinya (suami atau orang tuanya) serta aman
dari fitnah atau berdua-duaan dengan laki-laki. ‘Aisyah
radhiallahu ‘anha mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir
bulan Ramadan sampai Allah merwafatkan beliau.
Kemudian para istri beliau beri’tikaf setelah beliau
meninggal.” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim)
Diperbolehkan bagi wanita mustahadhah untuk
melakukan i’tikaf. Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha; beliau
mengatakan, “Salah seorang istri Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang sedang istihadhah beri’tikaf bersama
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Terkadang wanita
ini melihat darah kekuningan dan darah kemerahan
….” (H.r. Al-Bukhari)

Batasan “dianggap telah keluar masjid”
Orang yang i’tikaf dianggap keluar masjid jika dia keluar
dengan seluruh badannya. Jika orang i’tikaf hanya
mengeluarkan sebagian badannya maka tidak disebut
keluar masjid.
‘Aisyah radhiallahu ‘anha mengatakan, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memasukkan
kepala beliau ke ruanganku ketika aku berada di dalam,
kemudian aku menyisir rambut beliau, sedangkan aku
dalam kondisi haid.” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Catatan: Pintu ruangan Aisyah mepet dengan Masjid
Nabawi.
Allahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar