Kamis, 23 Agustus 2012

Nilai segelas Air

Suatu ketika, Khalifah Harun Al-Rasyid duduk gelisah. Untuk meringankan beban
pikirannya, ia mengundang ulama terkemuka pada masanya, Abu As-Sammak.
“Nasihatilah aku!” pinta Khalifah.
Pada saat yang sama, pelayan membawa segelas air untuk Khalifah. Sebelum minum, Abu As-Sammak
berkata, “Tunggu sebentar. Seandainya dalam keadaan sangat haus, sedangkan segelas air ini tidak kau
peroleh, berapakah harga yang kau siap bayar? Jawablah dengan jujur!”
“Setengah dari kekayaanku,” jawab Khalifah.
Sang ulama pun mempersilakan khalifah minum. Selesai minum, Abu As-Sammak bertanya lagi,
“Seandainya air tadi mendesak untuk dikeluarkan, tapi kau tak mampu mengeluarkannya, berapakah
yang akan engkau bayarkan agar ia keluar?”
Khalifah menjawab, “Setengah dari kekayaanku.”
“Kalau demikian, sadarilah bahwa seluruh kekayaan dan kekuasaan yang ada di sisimu, nilainya hanya
segelas air. Tidak wajar diperebutkan dan dipertahankan tanpa hak. Ketahuilah, betapa banyak nikmat
Allah selain segelas air itu yang telah engkau nikmati sehingga tidak wajar jika engkau tidak
mensyukurinya,” nasihat Abu As-Sammak kepada Harun Al-Rasyid.
Dialog singkat di atas memberikan pelajaran berharga. Pertama, hendaklah para penguasa negeri
(umara) dalam seluruh tingkat untuk senantiasa meminta dan mendengar nasihat para ulama. Selagi
para umara masih mendengar nasihat ulama, negeri ini akan selamat dari murka Allah.
Kedua, nilai segelas air. Air sangat berharga dalam kehidupan manusia. Manusia akan mati jika
kekurangan cairan (dehidrasi). Air adalah awal dan sumber kehidupan alam semesta. Allah turunkan air
yang tidak asin dengan kadar tertentu agar mendatangkan kebaikan kepada manusia dan alam
semesta. (QS Al-Waqi’ah [56]: 68-70).
Bumi yang kering akan kembali subur, binatang yang kehausan dan kepanasan akan tersenyum dengan
air, dan tanam-tanaman akan tumbuh dengan subur serta rezeki akan melimpah tumbuh dari perut
bumi. (QS [2]: 22, [7]: 57,dan [14]: 32).
Kapan makan dan minum yang paling nikmat? Yakni, ketika lapar dan haus. Itulah sebabnya Allah SWT
mewajibkan kita puasa. Salah satunya, agar enak makan dan minum. Tetaplah lapar, karena hanya
orang lapar yang mengerti arti sebutir nasi. Tetaplah haus karena hanya orang haus yang mengerti arti
setetes air. Itulah makna bersyukur sebagai salah satu tujuan puasa. (QS [2]: 185).
Meskipun lapar dan haus, makan dan minumlah seperlunya (kebutuhan) dan jangan berlebihan. (QS
[2]: 60, [7]: 31, [20]: 81). Bagi yang tidak enak makan, tak perlu minum obat nafsu makan. Tapi cukup
dengan berpuasa, niscaya baik akibatnya (QS [2]: 184).
Makna berikutnya, makan yang enak adalah ketika makan bersama orang-orang lapar, baik karena
puasa maupun kemiskinan. Memberi hidangan berbuka akan dibalas dengan pahala orang yang
berpuasa. Begitu juga memberi makan anak yatim dan dhuafa. (QS [76]: 8-10).
Jangan makan bersama orang yang kenyang. Sebab, kenikmatan akan hilang dan akhirnya makanan
dibuang-buang. Itulah kekufuran (QS [2]: 152) dan perbuatan setan (QS [17]: 26).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar